Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Duabelas Blok Jalan Kaki (1) - Travelog Sydney (17)

12 Mei 2010   03:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:15 96 0
[caption id="attachment_139101" align="alignleft" width="200" caption="Australia Square (foto: Helman Taofani)"][/caption] Strolling across George St, 12 blocks from Circular Quay to Mercure on George (adjacent to Central Station)... Blok I (Circular Quay - Grosvenor St) Where were we? Oh, di bawah flyover Cahill Express. Saatnya membuka peta dan menyesuaikan. Destinasi? Set. Kita akan berjalan lurus terus menyusur George St. Plan B: bila terlampau jauh, taksi jadi opsi. Early steps, hotel Four Seasons sepanjang paruh blok di seberang (kita mengambil sisi kanan jalan bila ditengok dari orientasi jalan). Walking ahead of us, sekeluarga warga Australia dan sekeluarga imigran oriental (mungkin). Meninggalkan Circular Quay yang meramai, menuju jalanan yang makin sepi. Sekitar jam setengah tujuh malam, tapi masih benderang. Kanan jalan lagi-lagi gedung yang menjulang di paruh sisa blok. Kali ini Gedung JP Morgan. George St adalah habitat gedung-gedung raksasa. Seberang jalan tempat kami menikmati pedestrian adalah arkad toko-toko kecil yang mayoritas sudah tutup (huh!), kecuali beberapa bar, pub dan restoran yang justru mulai "hidup". Ah, masih ada juga satu toko yang buka... Menjual beberapa pernik otentik Australia, dari jersey rugby timnas Australia (The Wallaby) sampai didgeridoo. Hmm, ini alasannya mereka masih buka. Ini adalah toko suvenir untuk turis-turis tersesat macam kami. Blok II (Grosvenor St - Margaret St/Curtin Plaza) Seberang jalan adalah gedung NAB, alias BI-nya Australia. Deret toko dan kafe masih menjamur di tempat kami jalan. Mulai familiar dengan suara "teeeeeet....tek tek tek tek tek..." yang jadi alarm pejalan kaki untuk menyeberang. Bertemu persimpangan besar pertama di kanan jalan, Bridge St, dengan signage jalan menunjukkan bahwa itu adalah jalan menuju gedung parlemen dan Hyde Park. Wah Hyde Park. Anyway, marching on track. Kios Club Sandwich, McDonald's dan restoran Sushi. Godaan perut mulai mendera. Rasa ingin tahu Gina mencuat kala melihat skulptur baja terpajang di depan sebuah skyscraper. "Ah, mungkin ini Museum Seni," pikir saya. Langsung saja kami masuk dan mulai sadar bahwa itu adalah gedung perkantoran. Lho, kok gedung kantor ada skulptur seni-nya? Stereotipikal menyedihkan yang merupakan refleksi kondisi arsitektur dan apresiasi seni di negeri sendiri. Ternyata itu adalah gedung Australia Square, salah satu skyscraper ikonik di Sydney yang didesain oleh Harry Siedler. Skulpturnya sendiri didesain oleh seniman Alexander Calder. One last shot dengan kamera, sebelum batere drained dan memori penuh. Plus tak sempat memperbaiki kondisi overexposure. Whatta (outta luck) coincidence. Anyway, di seberang mulai ada diversifikasi gedung. Satu blok tak lagi didominasi satu gedung. Blok III (Curtin Plaza - Angel Plaza) Orientasi penanda blok bergeser ke sisi kami berjalan. Bagunan mulai mengecil secara dimensi, dan tekstur mulai bervariasi. Kanan dan kiri jalan adalah akrad toko yang sudah tutup (huh!). Malam minggu, sore, masih terang, dan toko sudah tutup? Australia you gotta be kidding! Salah satu blok terpanjang (so far). Blok IV (Angel Plaza - King St) Ternyata ini blok yang lebih panjang. Gina sudah mulai mengeluh dan mulai melirik ke taksi. Saya malah melirik ke sebuah plaza pedestrian yang tampak antik. Banyak orang yang berjalan, dan juga beberapa skulptur unik. Tadinya saya pikir itu adalah jalan menuju ke tempat ibadah (gereja), yang sedikit membuat sungkan untuk mencoba menyusurinya. Jadi jalan lurus, melewati sekali lagi gedung tinggi besar yang menggelap. Pengemis mulai nampak, mengiba dengan tulisan bahwa mereka sungguh-sungguh malang. Vista pertama datang di seberang jalan, Virgin Megastore. Sayang sudah tutup (huh!). Oh, plaza antik tersebut ternyata Martin Plaza, hasil beroleh browsing yang juga membuat sedikit penyesalan urung browsing ke jalan tersebut. Blok V (King St - Market St) Blok yang lebih panjang lagi. Keputusan pertama diambil di blok ini, antara naik taksi ke hotel atau terus berjalan. Saya menang, terus jalan, ke arah Market St tempat kami berbelanja Kamis sebelumnya. Slight glimmer of hope bagi Gina, untuk memenuhi tuntutan buah tangan yang belum kami dapat. Tapi pertanda buruk mulai berdatangan. Setelah punah untuk jelajah Virgin Megastore di blok sebelumnya, kali ini toko buku besar Sydney, Dymocks, juga telah menggelap dan sepi (huh!). Kami berdua hanya menatap nanar ke interior toko yang masih bisa disaksikan dari jendela luar. Mendekati akhir blok, mulai banyak berpapasan dengan rombongan orang berkostum karnaval. Rata-rata berpakaian ala Eropa Tengah. Ada apa ini?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun