Oleh: HE. Benyamine
Anggrek Loksado dijarah dan diperdagangkan, begitulah berita koran, yang realitanya dapat dilihat di Pal 7 jalan A. Yani, Banjarmasin setiap sore sabtu dan minggu. Belum lagi yang langsung dikirim ke luar daerah. Eksploitasi anggrek hutan Kalimantan memang sangat merisaukan dan perlu mendapatkan perhatian semua pihak, bukan hanya pemerintah melalui dinas terkait. Berbagai jenis anggrek hutan Kalimantan diperdagangkan dengan seadanya, namun demikian harganya tetap masih cukup bernilai tinggi, bahkan untuk anggrek-anggrek tertentu bernilai ekonomi sangat tinggi. Nilai ekonomi dari anggrek-anggrek yang diperdagangkan tersebut memberikan suatu asumsi yang sangat menarik, secara tidak langsung ingin menyampaikan bahwa hasil hutan selain kayu masih banyak yang diabaikan dan tidak diperhitungkan dalam perencanaan kebijakan yang masih memandang hutan hanya dari kayunya saja, padahal kayu dari hutan tidak lebih 5 persen dari nilai hutan seluruhnya.
Anggrek-anggrek yang diambil dari hutan tersebut sangat mengkhawatirkan, karena diperdagangkan dengan cara yang sembarangan dan diperlakukan dengan seenaknya. Beberapa jenis anggrek yang dilindungi juga diperdagangkan secara bebas, yang menunjukkan bahwa nilai hutan selain kayu masih terabaikan karena seakan tidak adanya tindakan nyata yang sesuai dengan peraturan yang ada. Hal ini dapat dilihat bagaimana rajia kayu dan penangkapan kendaraan yang membawa kayu begitu sering menghiasi berita koran, karena memang ada peraturan tentang itu, apalagi yang tidak memiliki surat keterangan hasil hutan atau dokumen-dokumen resmi. Apakah anggrek tidak termasuk hasil hutan? Jika memperhatikan berita koran, sepertinya anggrek tidak dianggap sebagai hasil hutan, terkesan hanya kayu yang merupakan hasil hutan karena sering ada pemeriksaan surat tentang hasil hutan (kayu) tersebut dan ada operasi illegang logging.
Dengan marak dan masifnya perdagangan anggrek hutan Kalimantan, maka perlu cara pandang yang lebih luas dalam memandang hutan, terutama tentang Non Timber Forest Products (NTFPs) yang sebenarnya mampu memberikan nilai ekonomi yang cukup tinggi, apalagi jika dikelola secara profesional, tanpa harus merusak ekologi hutan dengan kecepatan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Anggrek merupakan salah satu dari NTFPs yang bernilai ekonomi dan sangat komersial, sehingga perlu mendapatkan perhatian yang serius dari semua kalangan. Berbagai pihak dapat mengambil peran dalam upaya lebih meningkatkan nilai tambah dari berbagai hasil produk hutan selain kayu, sehingga seperti mereka yang berbisnis anggrek dapat lebih memahami komoditas yang diperdagangkan tersebut.
Beberapa jenis anggrek yang diperdagangkan merupakan jenis yang dilindungi, sehingga perlu adanya ketegasan dari pelaksanaan peraturan tersebut. Jenis anggrek tebu/macan (Grammatophyllum speciosum) dan anggrek hitam (Coelogyne pandurata) merupakan anggrek langka yang dilindungi oleh peraturan pemerintah. Padahal, jenis-jenis anggrek tersebut diperdagangkan dengan cara seadanya, seperti anggrek hitam yang dipotong menjadi perbatang tanpa perlakuan untuk mempermudah penjualan sangat berpotensi anggrek tersebut menjadi mati. Oleh karena itu, pembinaan terhadap para pedagang anggrek maupun masyarakat pengambil anggrek di hutan perlu dipikirkan oleh pemerintah, sehingga mereka yang berbisnis anggrek hutan tersebut dapat memperlakukan anggrek-anggrek tersebut sesuai dengan potensi tumbuh dan berkembangnya agar tidak mudah mati.
Peluang NTFPs
Sebagaimana komoditas dari NTFPs seperti rotan, damar, dan lainya, maka anggrek juga dapat menjadi komoditas yang potensial untuk dikembangkan dan mampu memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat di sekitar dan di dalam hutan serta jaringan perdagangannya. Karenanya, perdagangan anggrek hutan harus diperlakukan sebagaimana NTFPs lainnya, misalnya harus mempunyai surat keterangan dari pemerintah setempat, atau paling tidak ada surat keterangan dari desa dimana anggrek tersebut berasal. Pengambilan anggrek hutan juga harus memperhatikan kaidah konservasi, tidak melakukan tindakan “bumi hangus” atau mengambil seluruhnya seperti tindakan menyetrum ikan. Karena, beberapa anggrek dapat diambil melalui sistem stek ataumemotong sebagian dan menyisakan bagian lainnya untuk pada saat tertentu dapat diambil kembali.
Peluang NTFPs anggrek hutan Kalimantan menjadi komoditas yang bernilai ekonomi tinggi sangat terbuka lebar. Promosi secara tidak langsung dari ketertarikan istri wakil presiden terhadap salah satu jenis anggrek hutan Kalimantan yang mempunyai bunga yang begitu wangi pada saat kunjungan beliau ke Kalimantan pada suatu pameran. Begitu pula yang dilakukan seorang ibu dari Pelaihari yang mengikutsertakan anggrek bulan (phalaenopsis) dari Tala dalam suatu lomba dan menjadi juara pertama merupakan suatu promosi dalam membuka pintu peluang yang makin lebar. Hal ini memberikan gambaran bahwa anggrek-anggrek hutan Kalimantan tersebut mampu menjadi pusat perhatian karena mempunyai ciri yang khas dan unik, sehingga dengan perlakuan yang sesuai dengan syarat tumbuh dan berkembangnya anggrek tersebut akan meningkatkan nilai ekonomi karena tampilannya semakin indah.
Anggrek bulan merupakan jenis anggrek yang sering dicari para pencinta atau kolektor anggrek, karena mempunyai bunga yang indah dan cukup tahan lama. Harga anggrek bulan di Pal 7 tanpa perlakuan atau seadanya sebagaimana saat diambil dari hutan berdasarkan jumlah helai daunnya, misalnya untuk yang 2 daun tidak kurang dari Rp. 20 ribu, dan yang sudah berbunga lebih dari Rp. 50 ribu. Tentu sudah dapat dibayangkan kemungkinan harga dari anggrek bulan dari Tala yang jadi juara. Peluang ini sudah seharusnya mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, termasuk kalangan LSM yang berbasis lingkungan hidup untuk mendorong masyarakat di sekitar dan di dalam hutan membuat penangkaran anggrek hutan di wilayahnya, sehingga anggrek yang diperdagangkan tidak dalam bentuk karungan seperti saat ini. Atau, setidaknya mendapatkan kemasan yang lebih baik dan sudah terlihat adanya kehidupan.
Permintaan yang tinggi dari luar daerah terhadap anggrek hutan Kalimantan perlu direspon dengan profesional, tidak seperti sekarang yang memenuhi permintaan tersebut dengan mengirim anggrek-anggrek tersebut dengan sistem karungan, yang dihargai cukup rendah. Misalnya, anggrek hitam yang dikirim dengan cara karungan ke luar daerah, meskipun jenis anggrek ini termasuk yang dilindungi. Padahal, anggrek hitam dapat menjadi cendramata yang berasal dari Kalimantan, sehingga perlu mendapat sentuhan yang profesional. Oleh karena itu, anggrek hitam yang diperdagangkan perlu mendapat sertifikasi dari dinas terkait dan/atau lembaga desa sehingga perdagangan anggrek tersebut tidak menyebabkan kepunahan. Begitu pula dengan jenis-jenis anggrek hutan lainnya, agar dapat terjaga dari eksploitasi yang berlebihan dan tanpa mempedulikan kelestariannya. Seperti anggrek tebu atau macan yang dilindungi perlu mendapat sertifikasi jika mau diperdagangkan, harga dipasaran gelap untuk satu batang anggrek tebu dewasa seadanya lebih dari Rp. 75 ribu, yang merupakan peluang cukup menggiurkan sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi tanpa batas.
Sertifikasi anggrek bukan berarti mempersulit, tapi mengambil peluang dengan nilai tambah yang lebih besar, dan sekaligus memberi kesadaran bahwa NTFPs tentunya much more than timber seperti rotan, madu, obat-obatan, buah-buahan, anggrek, damar,dan lainnya, serta pemanfaatan NTFPs adalah less ecologically destructive than timber harvesting. Sehingga, semua pihak dapat lebih menyadari keberadaan hutan yang lestari, dengan tidak hanya mempermudah dan memberikan fasilitas perizinan kepadamereka yang mempunyai paradigma bahwa hutan hanya kayu.
Anggrek Tanda Hutan
Banyaknya anggrek hutan Kalimantan yang diperdagangkan dengan cara karungan atau seadanya tanpa perlakuan secara profesional di beberapa tempat memberikan gambaran bahwa masih adanya hutan. Karena, sangat sedikit anggrek yang hidup di permukaan tanah, selebihnya berada di pepohonan yang tinggi dengan caranya sendiri dalam pemanfaatan unsur hara. Anggrek Kalimantan (termasuk Malaysia) mempunyai jenis anggrek lebih dari 2000 jenis, suatu jumlah yang luar biasa.
Di samping itu,anggrek hutan Kalimantan mampu menjadi komoditas perdagangan yang bernilai ekonomi tinggi dipasaran gelap, yang menunjukkan bahwa hutan mempunyai NTFPs jauh lebih banyak dari kayu Anggrek-anggrek tersebut hanya salah satu dari NTFPs yang perlu mendapat sentuhan profesional sehingga dapat mempunyai nilai tambah dan memperhatikan kelestariannya.
Pemerintah daerah melalui dinas terkait dapat memfasilitasi perdangangan anggrek melalui pasar yang resmi, dan memfasilitasi dalam teknologi penangkaran anggrek yang diambil dari hutan menjadi komoditas bernilai tambah. Kalangan LSM dapat melakukan pendampingan dan/atau membukakan jalan dalam sertifikasi anggrek sebagai komoditas perdagangan. Karena, meskipun hutan lestari sebagai syarat tumbuh dan berkembangnya anggrek, namun jika eksploitasi anggrek tanpa memperhatikan kelestarian anggrek tersebut sama saja membiarkan terjadinya kepunahan.