Oleh: HE. Benyamine
Kebakaran SDN Banjarbaru Utara 7 pada tanggal 11 Oktober 2012 merupakan bencana, yang seharusnya mendapatkan prioritas tindakan pasca kebakaran sebagai bagian tanggap darurat Kota Banjarbaru. Namun hingga saat ini, bangunan dengan pagar lambang dinas pendidikan, sebagaimana yang terlihat pada foto account facebook Banjarbaru Dalam Lensa (26 November 2012), masih dibiarkan sebagai saksi bisu kebakaran tersebut. Tidak ada tindakan cepat Pemkot Banjarbaru sebagai bagian dari mendahulukan wajib belajar 9 tahun, atau reaksi cepat betapa pentingnya sekolah bagi kota ini.
Melihat foto Banjarbaru Dalam Lensa tersebut, ada rasa yang menyesakkan saat melihat foto para petinggi Kota Banjarbarusedang berada di Belanda dengan label “sekolah”, sehingga terbayang murid-murid SDN Banjarbaru Utara 7 tetap sekolah di tempat lain, karena sekolah mereka masih dibiarkan saja. Para petinggi tersebut, Walikota Banjarbaru, Sekdakot, dan Ketua DPRD Kota Banjarbaru, terlihat begitu riang dapat “sekolah” di Belanda, meski hanya untuk waktu 14 hari. Sementara, murid-murid yang bangunan sekolahnya terbakar, tetap riang dengan jadwal yang disesuaikan, karena sekolah mereka sudah hampir 2 bulan dibiarkan saja.
Setelah kebakaran SDN Banjarbaru Utara 7, kota Banjarbaru seakan sedang mengalami “serangan api” terhadap sekolah-sekolah yang ada. Penyebabnya tidak diketahui. Ada SDN Banjarbaru Utara 2, yang dua gedungnya ludes dilahap api. Ada kebakaran kecil SDN Banjarbaru Utara 1, lalu kebakaran kecil di SMAN I Banjarbaru. Hal ini harus mendapatkan tindakan yang cepat dan prioritas. Kota Banjarbaru sepatutnya dapat melakukan tindakan yang peduli terhadap kasus kebakaran sekolah ini, tidak membiarkan bangunan sekolah menunggu tahun anggaran berikutnya.
Pemkot Banjarbaru dengan sumberdaya yang ada digenggamannya, terlalu naif jika tidak dapat bertindak cepat dalam mengatasi bangunan sekolah pasca kebakaran, dan seperti tidak mempunyai alternatif tindakan selain menunggu anggaran tahun berikutnya. Banyak alternatif yang dapat dipilih, dengan sumberdaya yang banyak; termasuk SDM, untuk melakukan tindakan yang mendahulukan perbaikan sekolah yang terbakar, karena hal ini sebagai prioritas Pemkot Banjarbaru yang bangga dengan label kota pendidikan.
Pelajar sekolah dasar, murid-murid SDN Banjarbaru Utara 7, dengan tetap semangat bersekolah, yang sebagian menempati satu rumah warga di sekitar sekolah sebagai ruang belajar, dan yang lainnya harus menyesuaikan jadwal belajar dengan ketersediaan ruang di tempat lain. Apakah Pemkot Banjarbaru tidak berdaya dalam hal ini? Sehingga tidak dapat melakukan tindakan segera dan cepat untuk membangun kembali sekolah. Atau wakil rakyat kelu lidah dan rasa untuk turut memikirkan dan mendorong membangun kembali sekolah. Karena banyak program pemerintah yang jika tidak disegerakan tidak mengganggu hal lain. Pengalihan mata anggaran untuk tindakan darurat. Karena sekolah yang terganggu seharusnya darurat bagi Kota Banjarbaru.
Seandainya, anggaran “sekolah” ke Belanda petinggi Kota Banjarbaru dialihkan untuk membangun kembali bangunan sekolah SDN Banjarbaru Utara 7, tentu saat ini sudah dapat dilihat murid-murid belajar dengan riang sebagaimana murid sekolah negeri lainnya. Di sini pilihan kebijakan dan kebijaksanaan elit Kota Banjarbaru dapat dilihat, mana yang prioritas bagi kepentingan kota Banjarbaru dan mana yang bukan.
Di samping itu, dana tanggap darurat atau sosial tentu sudah diperhitungkan dalam penyusunan anggaran, karena bencana dapat terjadi kapan saja, yang tentunya dapat dipergunakan untuk kepentingan tindakan cepat seperti untuk pembangunan sekolah ini. Atau, jika anggarannya tidak ada sebagai mata anggaran “kebakaran sekolah”, maka perlu dicarikan alternatifnya yang penting cepat dan segera, meski harus dengan cara utang sekalipun.
Jadi, pembiaran sekolah pasca kebakaran menunjukkan tidak adanya skala prioritas Pemkot Banjarbaru dalam hal kebijakan yang berhubungan dengan kepentingan kota, khususnya dalam dunia pendidikan. Tindakan yang mungkin terbayang sebagai sesuatu yang buntu, yang mengekang, dan yang merepotkan. Halseperti ini menjadi gambaran jelas bahwa pemerintah kota tidak mempunyai kepedulian dengan visi dan misinya sendiri dalam menjalankan roda pemerintahan. Untuk kepentingan sekolah selayaknya prioritas utama bagi kota Banjarbaru.
Sebelum tahun 2012 berakhir, jika Pemkot Banjarbaru dan elit politiknya punya political will, akan selesai pembangunan kembali SDN Banjarbaru Utara 7 tersebut. Tindakan cepat tanggap merupakan kepatutan bagi pengambil keputusan sebuah kota yang punya visi.