Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Mencari Indonesian [yang] Idol

2 Juni 2012   04:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:29 760 0

Saya sendiri cukup merasa bangga dengan acara ini, karena hampir bisa dipastikan dalam acara ini orang-orang yang dipilih untuk masuk ke final (Saya kurang  jelas berapa jumlah finalis sebenarnya). Orang-orang ini adalah hasil dari ratusan ribu orang di seluruh kota-kota besar di Indonesia yang disaring hingga didapatkan para finalis tersebut. Bisa dikatakan para finalis adalah orang-orang pilihan, orang-orang yang benar-benar mencerminkan keindonesiaan kita—makanya acara malam itu dinamai Indonesian Idol (Idola Orang Indonesia).

Sejarah Indonesian Idol sebenarnya bukan produk negara ini. Dia diimpor dari negara entah dari mana (Amerika mungkin). Ada Singapore Idol, Japanis Idol, Korean Idol, Filiphine Idol dll.....tidak ada sama sekali sejarah yang benar-benar murni. Dari sini dapat saya katakan bahwa sejarah Indonesian Idol adalah sejarah sampah yang telah diserap sari-sarinya, yang juga entah berasal dari mana (Amerika mungkin). Dari sisi sejarah, sudah cukup jelas bahwa acara tersebut bukan produk Ibu Pertiwi, dia tidak benar-benar ada di Indonesia. Sebuah representasi yang cacat.

Kembali ke dalam acara yang sudah saya saksikan, bahwa malam tadi acara tersebut “benar-benar” meriah dan sukses. Saya mengatakan sukses, karena acara tersebut adalah seri yang kesekian dari seri-seri yang sudah selesai beberapa tahun yang lalu (para alumni dari acara tersebut dapat dilihat dibelantika dunia keartisan kita). “Benar-benar” meriah, saya melihatnya bukan dari kencangnya teriakan para pendukung idolanya masing-masing, ataupun tawa seksi Agnes Monica, juga tawa Mas Anang dan Mas Dhani “Dewa 19”. Akan tetapi saya melihat dari segi tata letak panggung dan lampu yang benar-benar mencerminkan akan gemerlapnya acara tersebut.

Pertama (tata letak panggung), dan ini bagi saya adalah sebuah paradoks. Menurut saya di sini ada kesenjangan antara kenyataan dan idealitas. Dari sisi kenyataan, acara tersebut ingin mencari idola baru (untuk itu semestinya ada idola lawas). Kalian dapat melihat dari layar TV malam tadi, terpampang di panggung sebuah tulisan besar IDOL kemudian tulisan kecil Indonesian—ingat, kata Indonesian ditulis dengan huruf kecil jika dibandingkan dengan kata IDOL—dan kata Indonesian diletakkan tepat di belakang tulisan IDOL (Satu hal yang perlu dicatat adalah, logo dari Indonesian Idol juga memiliki tanda dan makna yang sama). Kedua tulisan (IDOL dan Indonesian) ini ditulis dengan disertai sorot lampu-lampu mewah khas kaum borjuis negeri ini.

Dari sini saya dapat membaca apa yang dituangkan oleh RCTI kepada saya dan mungkin orang di jagad Indonesia, bahwa sebenarnya acara Indonesian Idol bukan mencari di mana letak keindonesiaan kita. Akan tetapi ingin mencari dimana letak IDOLA KITA sebenarnya, dan saya sama sekali tidak mau menjadi seorang Judikanis ataupun Deloner.

Lalu kenapa acara tersebut dinamai Indonesian Idol? Kenapa tidak dinamai dengan New Our’s Idol saja? Jawabannya bukan karena ingin mencari bakat-bakat di Indonesia, akan tetapi karena acara tersebut diselenggarakan oleh RCTI yang sangat Indonesianis. Artinya acara tersebut khusus untuk dikonsumsi oleh orang-orang Indonesia—bedakan dengan acara American Idol yang kesohor itu. Untuk itu, tata letak penonton dan pebawa acara (MC: VJ Daniel), juga juri saya kira tidak ada masalah. Karena bagi saya jantung acara tersebut terletak tepat di atas panggung dan tidak akan pernah berpindah-pindah tempat.

Sementara itu dari sisi Idealitas, bahwa RCTI dan pihak penyelenggara Indonesian Idol mungkin ingin menunjukan kepada konsumen kita yang sangat Indonesianis bahwa negara ini penuh dengan talenta dan kecerdasan, yang, tentu saja saya juga bangga dengan telanta-talenta kita yang “menjamur” itu. Menurut saya, kata menjamur di sini cukup aneh dan lucu.

Kedua (lampu di panggung), lampu di panggung malam itu menunjukan betapa menawannya bakat-bakat yang dimiliki oleh Indonesia kita. Penadanya dapat kalian lihat berupa lampu-lampu yang penuh warna yang kilau sinarnya sangat mirip dengan berlian (tentunya harganya selangit), sementara petandanya adalah konsep tentang membludaknya bakat yang dimiliki Indonesia. Dari penanda dan petanda ini dapat saya katakan bahwa acara tersebut benar-benar menunjukan kemewahan bakat di Indonesia yang multi warna.

Dari kedua hal tersebut dapat saya simpulkan bahwa dalam Indonesian Idol belum ada “Indonesia” yang sejati. Indonesia dalam Indonesian Idol adalah Indonesia yang semu, sampah, dan cacat. Bukti kesimpulan ini saya ambil dari sisi sejarah dan gambar-gambar yang terpampang di depan TV di Burjo malam tadi (tentunya juga gambar logo dari Indonesian Idol itu sendiri) dan bukan yang lain. Sedangkan caranya, saya menggunakan teknik analisis strukturalisme—jika tehnik ini cukup bisa dikatakan ‘benar’.

Yogyakarta, 01 Juni 2012 (Malam hari di Burjo Samping Kos).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun