Keluarga sejahtera dan harmonis adalah impian setiap manusia. Memiliki keluarga yang dipenuhi rasa tentram, saling berkasih sayang dan terpenuhinya berbagai kebutuhan hidup merupakan dambaan setiap keluarga. Keluarga adalah pilar kebangkitan sebuah peradaban. Sehingga pemerintah bertanggung jawab atas setiap kebijakan yang berdampak buruk pada ketahanan keluarga, termasuk tingginya angka perceraian.
Berdasarkan data dari Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung pada periode 2014-2016 perceraian di Indonesia trennya meningkat. Dari 344.237 perceraian pada 2014, naik menjadi 365.633 perceraian di 2016. Rata-rata angka perceraian naik 3 persen per tahunnya. (republika.co.id)
Meroketnya angka perceraian ke seantero negeri, tidak terkecuali kota Bogor. Jumlah kasusnya mencapai 1.662 pengajuan. Untuk Kota Bogor, pada Januari dan Februari mencapai 170 untuk cerai gugat dan 60 untuk cerai talak. Sedangkan di Kabupaten Bogor rupanya lebih banyak, yakni 1.013 untuk gugat dan 303 untuk talak.
Jika dirata-rata dari 1.662 kasus selama dua bulan terakhir, maka setidaknya ada 28 wanita yang menjanda di Kota dan Kabupaten Bogor dalam sehari. Data yang dihimpun dari Pengadilan Agama Kelas 1A Cibinong, sejak awal Januari hingga akhir Februari ada 1.316 pasangan yang mengajukan cerai. Terdiri dari cerai talak 303 kasus dan cerai gugat 1.013 kasus.
Sedangkan di Pengadilan Agama Bogor Kelas 1A ada 346 kasus pengajuan cerai. Terdiri dari cerai talak 76 kasus dan cerai gugat 270 kasus. Namun jumlah itu belum termasuk ajuan gugat cerai yang masih diproses pada tahun kemarin di Pengadilan Agama Kelas 1A Cibinong dan Pengadilan Agama Bogor Kelas 1A.
Sangat mencengangkan bahwa kasus perceraian di Kota dan Kabupaten Bogor didominasi oleh kasus cerai gugat. Menurut Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Bogor Kelas 1A, Agus Yuspian, angka perceraian yang diajukan perempuan masih tinggi. Penyebabnya paling banyak karena faktor ekonomi. "Perempuan yang mendominasi pengajuan cerai di Kota Bogor. Setiap harinya tiga majelis kami menangani 40 perkara. Dan khusus tahun ini kami sudah menangani 337 kasus perceraian," kata Agus. (radarbogor.id)
Tentu saja factor ekonomi menjadi salah satu pemicu terjadinya perceraian. Kemiskinan sengaja diciptakan oleh sistem kapitalisme yang telah berhasil menghilangkan kebahagiaan dan kesejahteraan dalam institusi keluarga. Kemampuan keluarga untuk memenuhi berbagai kebutuhan primer dan sekundernya semakin rendah, karena harga-harga kebutuhan pokok terus mengalami kenaikan. Harga pangan, biaya transportasi dan komunikasi, biaya pendidikan melambung tinggi. Sementara itu sumber daya alam yang ada malah dieksploitasi habis-habisan oleh tangan-tangan kroni penguasa dan para pemodal. Diperparah lagi dengan kebijakan pemerintah dalam memasukan para tenaga kerja asing, sehingga mempersempit kepala keluarga yang menjadi warganya untuk mendapat peluang pekerjaan.
Perempuan menjadi salah satu korban kezdaliman system kapitalisme. Atas nama aktualisasi diri,  banyak perempuan  terjun ke dunia kerja termasuk dunia hiburan.  Beban pekerjaan dan beban rumah tangga yang tidak seimbang menjadikan stress yang berkepanjangan sehingga memicu keretakan keluarga. Padahal para ibu memiliki peran yang sangat penting bagi keluarganya. Peran seorang istri dan seorang ibu tak pernah bisa tergantikan. Ibu adalah benteng bagi keluarganya.Â
Namun kini, para ibu seakan bertanggung jawab atas kondisi ekonomi keluarganya, baik mencari nafkah tambahan atau justru bertukar peran dengan suaminya untuk 'menyelamatkan' kondisi ekonomi keluarganya. Itulah imbas dari penerapan system kapitalisme yang memunculkan krisis ekonomi berkepanjangan sehingga menyebabkan PHK dimana-mana.
Selain itu, saat ini institusi keluarga berada dibawah ancaman liberalisasi barat. Kerusakan moral kian nyata menjalar pada kaum muda, kenakalan dan penyimpangan perilaku anak dan remaja yang terus meningkat menjadi bukti rapuhnya sendi keluarga serta berkurangnya peran orangtua akibat ancaman nyata liberalisasi keluarga. Alhasil, keluarga Indonesia jauh dari kata sejahtera dan harmonis, sehingga memicu tingginya angka perceraian. Dengan kata lain, ketahanan keluarga Indonesia belum terwujud sempurna.
Penyebab perceraian adalah factor kemiskinan, kekerasan, pertengkaran dan perselingkuhan. Bukan hanya kesalahan pasangan suami istri saja, ada factor luar yang lebih dahsyat pengaruhnya dalam menimbulkan kekacauan didalam rumah tangga, yaitu factor krisis ekonomi yang dibuat oleh system kapitalisme yang telah diterapkan dinegeri ini. Pemerintah telah gagal menjalankan fungsinya sebagai penanggung jawab atas kelangsungan hidup keluarga Indonesia.
Karena, seharusnya negaralah yang wajib menjalankan roda perekonomian dan memfasilitasi setiap kepala keluarga untuk mampu menafkahi keluarganya. Tetapi negara hari ini, tidak menjamin setiap kepala keluarga untuk melakukan hal itu. Membiarkan mereka bersaing secara tidak adil. Tidak aneh jika dalam sistem ini pengaturan urusan rakyat bukan tanggung jawab penguasa tetapi diserahkan pada mekanisme pasar. Maka dalam urusan-urusan yang jadi hak rakyat seperti pendidikan, kesehatan dan ekonomi menjadi barang mahal. Â
Kebahagiaan keluarga akan sempurna jika keluarga mampu memenuhi semua kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan dasar maupun kebutuhan pelengkap. Setiap keluarga membutuhkan kekuatan finansial untuk dapat bertahan. Kesejahteraan keluarga tidak bisa diraih melalui peran dan tanggung jawab individu atau keluarga saja. Islam menjamin tercapainya kesejahteraan hidup melalui mekanisme penerapan sistem politik ekonomi Islam.Â
Dalam politik ekonomi Islam, upaya meraih kesejahteraan bukan hanya dibebankan kepada individu dan keluarga, namun juga merupakan tanggung jawab negara. Maka solusi satu-satu nya adalah menciptakan masyarakat dan negara yang diatur oleh tatanan syari'ah Islam. Maka akan terwujud kesejahteraan dan keharmonisan untuk ketahanan keluarga Indonesia.
@hawraalaen