Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Penolakan Pembangunan Jembatan Jawa-Bali dan Kaitannya dengan Mitos Selat Bali

26 November 2022   19:55 Diperbarui: 26 November 2022   20:05 884 3

             


            

Wacana terkait akan dibangunnya jembatan penghubung antara pulau Jawa-Bali sudah sejak tahun 60-an diusulkan oleh Prof. Sedyatmo, seorang Guru Besar dari Institut Teknologi Bandung dengan alasan untuk meningkatkan perekonomian kedua pulau tersebut. 

Selanjutnya, pada tahun 2012 Pemerintah Kabupaten Banyuwangi pun pernah mengusulkan proyek pembangunan jembatan tersebut dikarenakan meningkatnya kendaraan yang menyebrangi Selat Bali namun tidak sebanding dengan jumlah kapal dan dermaga yang ada.

Terlebih karena arus ombak Selat Bali yang tinggi sehingga banyak kapal mengalami kecelakaan. Usulan ini diyakini mampu menjadi jalur alternatif yang lebih aman dan cepat, juga diharapkan sektor ekonomi kedua pulau meningkat pesat. 

Namun, hingga kini wacana tersebut tak pernah terealisasikan. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Bali terutama pemerintah dan masyarakat Kabupaten Jembrana menolak mentah-mentah usulan tersebut.

Selain itu, Persatuan Hindu-Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Jembrana juga menolak dengan tegas pembangunan jembatan tersebut (Lainufar, 2022).

Masyarakat Bali meyakini bahwa secara sekala dan niskala, Bali dengan Jawa sejak awal memang sudah dibuat sedemikian rupa. Juga menurut mitologi, Dang Hyang Sidimantra memang sengaja memutus Pulai Bali dengan Pulau Jawa.

Selain itu, masyarakat Bali juga memegang teguh ajaran Hindu bahwasanya posisi manusia tidak oleh lebih tinggi dari Padmasana atau tempat umat Hindu berdoa dan meletakkan sesaji. Padmasana adalah tempat suci yang harus dijaga dan dirawat (Tim PRMN 12, 2022). Lantas, bagaimanakah kisah Sidimantra dalam legenda asal-usul Selat Bali? Berikut ini akan diceritakan kembali kisah tersebut dan dianalisis menggunakan Teori Strukturalisme Levi-Strauss.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun