Sebab, daftar bacaan menjadi salah satu penentu bagaimana kita membangun pola pikir, sikap, tindakan, cara beragama bahkan cara kita memandang orang lain.
Sejak tiga atau empat tahun lalu, saya mulai belajar menyusun daftar bacaan berdasarkan kebutuhan akademik, pekerjaan, sosial maupun spiritual.
Beberapa tahun sebelumnya saya tidak pernah menyusun daftar bacaan berdasarkan kebutuhan apapun, hingga saya merasa telah melahap banyak buku tanpa mempertimbangkan pengetahuan seperti apa yang dibutuhkan.
Saya termasuk tipe pembaca yang tidak begitu peduli pada tren bacaan yang sedang viral atau pada buku-buku yang dianggap keren oleh beberapa orang atau kominutas tertentu, tapi tetap memperhatikan, jika perlu mempertimbangkan rekomendasi bacaan terutama dari mereka yang menekuni dunia buku.
Mulai awal tahun 2020 saya menyusun daftar bacaan yang terdiri dari buku-buku bertema keagamaan/keislaman. Saya mengawalinya pada kajian-kajian keislaman klasik, yang sebagian besarnya terdiri atas sejarah (pendidikan, pemikiran, tasawuf, kebudayaan dll).
Beberapa buku klasik yang masuk dalam daftar bacaan saya diantaranya "Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai - Zamakhsyari Dofier (1982)" "Bilik-Bilik Pesantren - Nurcholis Madjid (1997)" "Menggerakkan Tradisi - Abdurrahman Wahid (2001)" "Administrasi Islam Indonesia - Deliar Noer (1983)" "Pembaharuan Dalam Islam - Harun Nasution (1996)" "Kawan dalam Pertikaian, Kaum Kolonial Belanda dan Islam di Indonesia (1596-1942) - Karel Steenbrink" dan lain-lain.
Saya memilih buku-buku tersebut sebab sejak dulu niatan (sekadar niat) saya adalah mengkaji wacana-wacana keislaman klasik hingga modern. Di sela-sela keharusan menyelesaikan daftar bacaan, sesekali saya selipkan membaca beberapa buku yang tidak berkaitan dengan tema tersebut.
Namun, menyempatkan membaca buku yang tidak sesuai dengan tema yang telah ditentukan, merupakan godaan tersendiri. Niatan awalnya sekadar mengambil jeda dari beberapa bacaan yang tergolong berat dan serius. Maka saya memilih "Pak Tua Yang Membaca Kisah Cinta - Luis Sepulveda" sebagai upaya menyegarkan otak.
Ternyata keinginan membaca novel terus berlanjut, jadilah saya menyimpang lagi ke "Cinta Tak Pernah Tepat Waktu - Puthut EA"
yang justru membuat saya makin santai melihat tumpukan bacaan yang masih setengah, sementara akhir tahun kian dekat.
Sesudahnya saya masih mengeja "Majnun Sejak Berjumpa Layla - Candra Malik" yang merupakan novel tasawuf pertama yang saya baca. Ceritanya lumayan menyadarkan dan membuat saya kembali ke tema sesungguhnya.
Ada dua buku yang begitu berkesan buat saya di tahun ini, dua-duanya dari penulis yang sama, yakni "Tafsir Alquran di Medsos" dan "Saring Sebelum Sharing" karangan Prof. K. H. Nadirsyah Hosen. Saya jatuh cinta pada cara beliau menuliskan dan menggambarkan sosok Nabi Muhammad SAW. Prof. Nadir mengungkapkan kecintaannya pada Nabi dengan begitu mendalam dan mengharukan.
Saya meyakini buku itu ditulis dengan lantunan shalawat tiada henti dan wudhu yang terus terjaga. Maka membacanya juga demikian. Dua buku tersebut, menjadi spirit utama saya, untuk tetap melanjutkan tema bacaan keagamaan/keislaman, sambil meneguhkan sisi spiritualitas, dengan cara menguatkan kecintaan terhadap sosok Nabi Muhammad SAW.
Tak banyak buku yang sempat saya tuntaskan, meski daftar baca itu sudah disusun sedemikian rupa, pengaturan waktu yang tidak konsisten serta godaan bacaan selipan menjadi salah satu penghalang.
Tapi dari daftar bacaan tersebut, perlahan saya mulai menemukan jalan pengetahuan yang seharusnya dilalui. Ada semacam kecocokan yang misterius antara apa yang selama ini ingin saya pelajari dengan buku-buku yang saya pilih.
Perlahan kesadaran saya mulai tumbuh, bahwa Tuhan sedang menuntun saya berhijrah (jika boleh mengatakannya demikian), berpindah dari satu cara berpengetahuan/beragama, ke cara berpengetahuan/beragama yang telah Allah tentukan pada jalan hidup saya.
Di penghujung tahun 2020, keyakinan saya mulai utuh, bahwa apa yang saya baca adalah salah satu jalan yang disediakan Allah untuk ditempuh, dengan seluruh kemampuan, rasa rendah hati dan cinta saya terhadap Islam.
Kini, delapan belas hari lagi tahun berganti, saya tidak menyusun daftar baca lagi, tapi saya menjatuhkan hati pada satu buku yang ditulis oleh salah satu ulama idola saya, M. Quraish Shihab dengan judul "Sirah Nabi Muhammad", buku setebal 1119 halaman itu, rencananya akan menemani hari-hari saya tahun depan. Semoga.
"Sirah Nabi Muhamamd" akan menjadi buku utama, tentu akan ada buku-buku pendamping dengan tema serupa, tetapi hanya akan jadi bacaan selipan.
Pilihan pada buku ini, secara utuh lahir dari pertimbangan pikiran dan suara hati yang murni dari perempuan yang sedang jatuh cinta pada sosok Nabi. Yang seharusnya cinta itu lahir sejak awal, sejak tradisi agama mengenalkannya pada sholat dan shalawat.
Tapi, siapa yang dapat mengira proses perjalanan hidup manusia. Tak ada kata terlambat, sebab sejatinya Nabi sudah menemani kita sejak pertama kali Jibril mengajarinya "Membaca". Kini, giliran kita membaca, mengikuti, menyakini dan mencintai Nabi seutuhnya.
---------------------
Ahad, 28 Rabiul Akhir 1442 H
"Dengan segenap harap, semoga Istiqomah"