Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Artikel Utama

Review Buku: "Merdeka dalam Bercanda"

23 April 2012   21:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:13 2648 3

Tahun 2011 kemarin bisa dianggap sebagai tahun kebangkitan stand-up comedy Indonesia. Mulai dari munculnya audisi Stand-Up Comedy Indonesia (SUCI) yang disiarkan Kompas TV, rangkaian Stand-Up Comedy Show di Metro TV sampai kompetisi “jalanan” yaitu Stand-Up Comedy @StandUpIndo. Acara-acara itu dengan cepat membuat tren stand-up comedy di Indonesia jadi booming. Komunitas comic (istilah untuk stand-up comedian) di kota-kota terbentuk, acara-acara open mic digelar dan artis-artis baru bermunculan dari dunia stand-up comedy.

Namun, pasti tidak banyak orang yang tahu bagaimana tren ini tiba-tiba muncul sedemikian cepat. Mungkin banyak yang mengira hal ini adalah kebetulan atau muncul dengan sendirinya layaknya munculnya tren boyband. Oh tidak, tren ini bukan seperti itu. Jika Anda membaca buku “Merdeka Dalam Bercanda”, Anda akan tahu bahwa tren ini ada karena diperjuangkan. Tren ini ada karena ada manusia-manusia Indonesia yang dengan passion-nya ingin menjadikan stand-up comedy menjadi salah satu genre komedi yang berkembang di Indonesia.

Adalah Pandji Pragiwaksono yang menulis buku ini. Dia adalah salah satu pelaku sejarah dalam perjuangan ini dan bisa dibilang menjadi tokoh paling berpengaruh di dunia stand-up comedy Indonesia.

Buku ini adalah buku kedua Pandji bersama penerbit Bentang Pustaka. Sebelumnya, sudah ada buku berjudul Nasional.is.me yang berusaha mengangkat rasa nasionalisme di kalangan muda. Buku keduanya ini pun tak lepas dari semangat nasionalisme seorang Pandji. Dengan semangat 45, dia selalu menunjukkan bahwa perjuangan untuk bangsa bisa dilakukan di jalur mana pun kita berada, termasuk di dunia komedi. Bedanya dengan buku pertamanya adalah penulisan nama di cover buku. Jika sebelumnya hanya nama Pandji, maka di buku keduanya ini, namanya ditulis secara lengkap, Pandji Pragiwaksono. Mungkin karena ada Panji lain di dunia televisi, hanya saja yang satunya suka gangguin ular.

Materi Utama Buku Ini

Jika dibagi dari jenis materi, maka buku ini bisa dibagi dalam 2 bagian. Pertama adalah proses perjalanan bangkitnya genre stand-up comedy di Indonesia. Dan yang kedua adalah teori dasar dalam dunia stand-up comedy. Kalau bagian pertama sangat bermanfaat buat kita yang memang ingin tahu sejarah stand-up comedy di Indonesia, maka bagian kedua ini lebih bermanfaat buat Anda yang ingin terjun ke dunia stand-up comedy dan ingin menjadi comic. Hanya saja kedua bagian ini bukan disajikan secara terpisah atau berurutan. Keduanya ditulis dan disusun secara acak karena pada dasarnya buku ini adalah kumpulan tulisan Pandji di blog-nya. Jadi Anda tidak bisa memilih salah satu bagian namun Anda harus menyelesaikan semua bab dalam buku ini lalu Anda akan mendapatkan keduanya.

Di buku ini, Pandji memang banyak bercerita tentang proses detail mengenai bangkitnya stand-up comedy sampai bisa seperti sekarang ini. Dia juga banyak menjelaskan siapa saja yang berpengaruh dalam sejarah dunia stand-up comedy di Indonesia. Di buku ini, Pandji menulis para “pahlawan” stand-up comedy Indonesia yaitu: Warkop, Taufik Savalas, Ramon Papana, Iwel Wel, Indra Yudhistira, Agus Mulyadi dan Raditya Dika. Namun karena Pandji sendiri yang menulis buku ini, maka dia tidak mau menulis namanya sendiri dalam daftar “pahlawan” ini. Meski begitu pembaca buku pasti tahu bahwa Pandji tanpa diragukan merupakan salah satu “pahlawan” dalam dunia stand-up comedy Indonesia.

Mengenai teori dasar stand-up comedy dan bagaimana membentuk sebuah komunitas comic di sebuah kota, buku ini juga bisa menjadi referensi penting terutama jika Anda adalah orang yang ingin menjadi comic profesional. Selain istilah-istilah stand-up comedy, Pandji juga banyak memberi tips-tips untuk para comic terutama untuk pemula. Dan yang pasti Pandji bukan hanya berbagi ilmu secara teknis, namun juga berbagi dari sisi semangat.

Sedikit Ketidaknyamanan

Bisa jadi, karena buku ini adalah kumpulan tulisan Pandji di blog-nya, maka ketika dijadikan buku, ada hal-hal yang kurang nyaman dibaca. Ketidaknyamanan ini akan muncul jika kita melihat buku ini sebagai buku yang utuh. Namun, jika kita mengingat lagi bahwa ini adalah kumpulan tulisan yang setiap bagiannya ditulis dalam kondisi yang berbeda pula, maka kita akan bisa memaklumi.

Contoh kecil (maksudnya berarti ada yang besar) misalnya di awal buku (hal 4), kita tiba-tiba disuguhi sebuah nama: Radit, tanpa diperjelas ini Radit siapa. Radit tetangga saya di Mojokerto atau Radit teman saya SMA dulu, tidak ada penjelasan di sana. Nama lengkap Raditya Dika baru muncul di halaman 15, dan penjelasan siapa itu Raditya Dika malah baru muncul di halaman 38.

Contoh lain adalah ketika menyebut nama Mas Indro di halaman 5. Ini Mas Indro siapa? Penjelasan soal Mas Indro baru muncul di halaman 25. Di situ ditulis, “Malam itu, legenda komedi Indonesia, Mas Indro Warkop membuka malam.”

Nah, kesalahan sejenis ini akan biasa kita temui di buku ini. Namun sekali lagi kalau kita ingat bahwa ini adalah kumpulan tulisan yang latar belakang penulisannya sangat berbeda-beda dan sesuai dengan kondisi hati si penulis (baca: Pandji), maka kita akan memaklumi.

Apalagi kalau Anda adalah fans Pandji Pragiwaksono seperti saya, maka masalah-masalah seperti di atas tidak akan mengganggu Anda karena Anda pasti sudah mengenal orang-orang yang ada di sekitar Pandji khususnya yang di dunia stand-up comedy. Anda pasti sudah tahu siapa yang dimaksud dengan Radit, Asep, Isman, Miund, Luqman, Arief, Acho ataupun Sammy tanpa harus menyebut nama lengkap mereka dan penjelasan siapa mereka.

Penutup

Jika Anda suka dengan stand-up comedy, buku ini layak untuk Anda baca. Dan jika Anda adalah orang yang tertarik untuk menjadi comic, maka buku ini adalah referensi yang wajib Anda baca. Namun mungkin ada saran dari saya sebagai penulis resensi ini, bahwa menyukai stand-up comedy tak harus menjadikan kita sebagai comic. Karena saya melihat ketika stand-up comedy ini terangkat menjadi sebuah trend, ada kecenderungan banyak kalangan yang menganggap stand-up comedy itu mudah dan bisa dilakukan oleh siapa saja.

Stand-up comedy adalah salah satu genre sebuah seni komedi. Usaha keras dan naluri dasar sebagai komedian tentu juga wajib dimiliki. Bahkan jika Anda adalah orang yang punya potensi menulis materi stand-up comedy, belum tentu Anda bisa jadi comic yang baik. Gabungan antara kecerdasan membuat materi stand-up comedy dan kemampuan berkomunikasi (yang dalam dunia stand-up comedy disebut delivery) yang baik menjadi syarat utama bagi seorang comic.

Nah, sebagai penutup resensi ini, saya ingin sedikit mengusulkan ke kalangan comic bahwa sangat mungkin di antara kita banyak orang yang pintar menemukan bahan dan menulis materi stand-up comedy namun tak punya kemampuan delivery. Nah, menemukan orang-orang seperti ini bisa jadi akan sangat bermanfaat bagi kalangan comic yang sudah terbukti jago dalam melakukan delivery.

Akhir kata, semoga genre stand-up comedy bisa terus mendapat tempat di pecinta seni di Indonesia. Karena semua hal pasti mencapai puncak dan kemudian menurun menuju titik keseimbangan. Dan kini, stand-up comedy masih menuju ke puncaknya. Jadi kita belum tahu di mana titik keseimbangannya. Di titik itulah nanti kita akan tahu seberapa besar porsi stand-up comedy di dunia hiburan Indonesia. Bravo stand-up comedy Indonesia.

Mojokerto, 24 April 2012

Hasyim MAH

@hasyimmah

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun