Contoh lain adalah pada iklan balsem yang mempunyai sensasi panas. Dengan menggunakan balsem tersebut, maka kita akan bisa merasakan panas meski secara temperatur, rasa panas ini tidak bisa diukur karena pada dasarnya tidak nyata.
Nah, dengan pengertian yang sama tentang kata “sensasi” seperti tersebut di atas, maka di sini saya ingin memberi informasi tentang adanya sensasi mengikuti kendaraan patwal (patroli dan pengawalan).
Bagi Anda yang orang biasa, bukan pejabat dan juga bukan tokoh masyarakat, mungkin Anda hanya bisa bermimpi berkendara di jalan raya tanpa mengalami kemacetan. Anda hanya bisa bermimpi berkendara di jalanan dengan diiringi patwal. Nah, jika Anda orang biasa dan ingin merasakan sensasi patwal, maka Anda harus mencoba naik bus Sumber Kencono yang kebanyakan beroperasi di jalur Surabaya-Yogyakarta.
Dengan naik SK, demikian bus ini biasa disebut, maka kita bisa merasakan sensasi berkendara dengan patwal di depan kita. Kemacetan? Lewat!!! Semua orang dan pengguna jalan dijamin minggir dengan sendirinya dan kita bisa melaju tanpa halangan berarti.
Jika Anda tertarik, segeralah mencoba karena ada isu, izin bus ini akan segera dicabut. Jadi, ayo segera cari bus SK, jangan sampai ketinggalan!
Tentang SK
Sejak dulu, bus SK sudah terkenal keganasannya. Sopir-sopir busnya seperti telah terlatih secara sistematis untuk bisa mengendarai bus dengan cepat dan garang. Soal keselamatan, itu urusan belakang, yang penting cepat dan ditakuti pengguna jalan lain.
Penilaian ini bukan hanya penilaian saya, tapi masyarakat secara umum di jalur Sby-Yogya. Penumpang pun akhirnya punya 2 pendapat. Ada teman saya yang merasa harus naik SK setiap kali naik bus, karena bagi dia kecepatan adalah pertimbangan utama. Namun, di sisi lain, ada juga teman saya yang anti-SK karena takut dengan risiko keselamatannya. Kedua pendapat itu sebenarnya sama-sama membuktikan tentang “hebat”-nya SK di jalanan.
Meski menyeramkan, ternyata fenomena SK ini tidak begitu dipedulikan sama pihak yang terkait. Hingga kemarin ketika dalam waktu 3 hari (11-13 September 2010) berturut-turut, SK terlibat dalam 3 kecelakaan yang berakibat 6 nyawa melayang. Masyarakat di jalan, terutama di Ngawi, masih marah dengan SK. Seperti yang kita tahu, kecelakaan pertama yang terjadi di Ngawi mengakibatkan bus SK tersebut hangus dibakar massa. Dengan rentetan kejadian inilah akhirnya pihak Dishub dan kepolisian mengevaluasi keberadaan SK. Data lain disebutkan di Jawa Pos hari ini (16/9 2010) bahwa SK terlibat kecelakaan yang menyebabkan 19 orang tewas dalam 9 bulan terakhir.
Siapa Korban SK?
Dengan menjadi raja jalanan selama ini, pada dasarnya ada 3 pihak yang selalu menjadi korban yaitu pengguna jalan, penumpang bus SK dan pengemudi (sopir) bus SK itu sendiri. Pengguna jalan tentu sangat dirugikan karena terancam keselamatannya. Begitu juga penumpang yang selalu berdoa sepanjang jalan demi keselamatan mereka. Namun, di sini saya sebutkan bahwa sopir SK pun juga sebagai korban, karena di setiap kejadian kecelakaan, merekalah yang akhirnya terkena sanksi hukum dan masuk penjara.
Yang perlu kita tanyakan adalah, bagaimana mungkin semua sopir bus SK mempunyai perasaan yang sama sebagai pembalap jalanan. Hal ini jelas didasari sebuah pengondisian oleh manajemen bus SK yang mungkin ingin meningkatkan laba.
Secara jumlah, bus SK memang paling banyak di jalurnya. Setiap 15 menit, bus SK yang lain sudah terlihat lagi di belakangnya. Waktu yang sangat berdekatan ini dengan sendirinya memaksa sopir untuk tidak didahului bus yang ada di belakangnya. Otomatis mereka pun tancap gas secepat mungkin. Namun, kepolisianlah yang seharusnya memeriksa internal bus SK sehingga tahu alasan yang sebenarnya kenapa semua sopir bus SK bisa berpikiran yang sama seperti itu.
Sungguh tidak adil jika setiap kali kecelakaan yang dihukum adalah sopirnya padahal dia bekerja seperti itu lebih dikarenakan oleh dorongan manajemen. Jadi, seharusnya pihak yang berwajib sadar bahwa semua kecelakaan yang melibatkan SK bisa jadi merupakan sebuah kejahatan yang sistematis. Namun, seperti yang banyak ditakutkan teman-teman saya adalah adanya “iuran” khusus dari manajemen kepada pihak berwajib sehingga SK tetap berjalan seperti selama ini.
Semoga, kali ini pihak berwajib mampu membuat keputusan yang berpihak pada masyarakat umum. Dan semoga Sumber Kencono tidaklah menjadi Sumber Bencono (bencana) bagi masyarakat kita. Namun, jika Anda masih ingin merasakan sensasi berpatwal, silakan saja naik SK. Rasakan sensasinya!
Ponorogo (saat mudik), 16 September 2010
Hasyim MAH