Aku masih melihat gundukan tanah merah di pusaramu. Masih belum percaya kalau kau telah pergi begitu cepat. Bahkan kilatpun kalah dengan kepergianmu. Masih terbayang kau selalu meninabobokan anak kita. Menyusui dan mengajaknya bercanda. Anak kita, Bumi memang sedang lucu-lucnya. Celotehnya yang gak jelas tapi kita orangtuanya tahu apa yang dia maksud. Dan itu membuatmu tertawa lepas. Masih lekat tawamu, senyummu dan marahmu di mataku. Tapi sekejap semua sirna dalam pandanganku. Hilang tak berbekas meninggalkan rindu , kehilangan dirimu. Dan saat-saat ini aku sangat merindukanmu, Mira. Anakmu rewel setiap malam, mungkin mencari dekapanmu tapi tak ada. Saat Bumi menangis akupun ikut menangis. Diriku selalu bilang aku harus kuat tapi aku sebetulnya tak kuat. Kau pergi begitu cepat saat Bumi benera-benar membutuhkanmu. Tapi kau pergi? Aku harus bagaimana? Truk sialan itu telah menewaskanmu.
KEMBALI KE ARTIKEL