"Hahaha!"
Terdengar suara tawa penuh bahagia dari sebuah kamar kecil di panti asuhan pinggir kota. Suara tawa milik seorang anak laki-laki berumur 14 tahun bernama Jaan, dan adik perempuannya yang berumur 6 tahun bernama Jean.
Namun, suara tawa tawa itu tidak bertahan lama. "Trakk!" Suara pintu kamar kecil itu dihempaskan. "Tash! Tash!" Tamparan melayang ke pipi mereka masing-masing. "Hei! Kalian sangat berisik. Kalian mengganggu anak-anak lain yang main! Mereka terganggu dengan suara kalian! Aku juga mau tidur. Jika suara kalian terdengar lagi, aku akan melakukan lebih dari ini!"
Siang indah mereka yang penuh bahagia dihancurkan oleh seorang wanita paruh baya yang merupakan seorang kepala sekaligus penjaga panti asuhan tersebut. Ia adalah Ny. Marge. Wanita kejam dan kasar, tapi hanya kepada Jaan dan Jean. Entah apa penyebab ia berbuat seperti itu.
Jaan dan Jean sudah 6 tahun tinggal di Panti Asuhan Famfield, di tepi Kota Decelist. Orang tua Jaan dan Jean mengirim mereka ke panti asuhan itu karena masalah ekonomi. "Jaan sama dedek disini dulu ya. Main sama temen-temennya. Ibuk ini juga main sama kalian nanti. Bunda sama ayah mau pergi kerja dulu. Jangan sedih, ya. Bunda janji bakalan jemput kalian lagi sayang. Jaga Jean ya." Janji sang ibunda yang belum terjadi. Jaan terus menunggu hingga 6 tahun berlalu.
6 tahun memang waktu yang belum terlalu lama. Hanya saja penderitaan yang diterima oleh Jaan dan Jean disana membuat waktu seakan lama. Belum ada memori indah yang mereka terima disana.
Selepas kejadian siang tadi, malam mereka menjadi sunyi. Tidak ada suara yang keluar dari mulut Jean. Jean yang biasanya cerewet dan suka bercerita tentang hal-hal random yang ada dipikirannya, kini memilih diam. Dia takut jika wanita monster itu melakukan hal yang lebih kasar kepada mereka. Jaan pun hanya bisa memberikan pertanyaan-pertanyaan singkat yang dijawab anggukan atau gelengan kepala oleh Jean. Ia berusaha menghibur sang adik.
Namun apa daya. Jean yang sedari usia 1 bulan sudah dihadapkan dengan kondisi seperti ini menjadi mudah takut/trauma. Panti asuhan yang merupakan tempat tinggal bahagia bagi anak-anak lain merupakan pernjara penuh siksaan bagi mereka.
Seluruh anak panti disekolahkan sesuai kemampuan mereka. Jaan dan Jean bersekolah di sekolah terbaik di Kota Decelist. Yaitu Academy Decelist. Jaan duduk di kelas 8 SMP Academy Decelist, dan Jean baru duduk dikelas 1 SD Academy Decelist. Sekolah ini memiliki tingkat dari TK sampai kuliah. 2 saudara ini memang merupakan anak yang pintar. Jaan sudah memiliki banyak prestasi. Sedangkan Jean sudah mulai memenangkan juara menyanyi sedari TK. Namun mereka tetap saja dianggap rendah oleh Ny. Marge.
Seperti biasa semua anak-anak berangkat ke sekolah mereka masing-masing. Semua bersekolah seperti biasa. Walau tersiksa di panti, Jaan beruntung memiliki teman-teman yang sangat baik dan perhatian di sekolah. Dia juga merupakan incaran para gadis disekolahnya.
Begitu juga dengan Jean. Walaupun baru kelas 1, berkat bakat yang dia miliki saat di TK, ia menjadi terkenal. Ditambah dia merupakan adik dari Jaan dan dia memiliki wajah yang cantik, lucu, dan polos. Mereka berdua sangat beruntung bersekolah disana. Namun itu belum sebanding dengan semua pederitaan mereka.
Sepulang sekolah, anak-anak panti diperintahkan makan siang. Setelah makan siang, mereka boleh tidur siang atau melakukan kegiatan masing-masing.
Tapi itu tidak akan pernah didapatkan oleh Jaan dan Jean. Academy Decelist mempunyai jam pulang sekolah yang lebih lama. Jean saja pulang jam 2 siang. Apalagi Jaan, ia pulang jam 4 sore. Ny. Marge melarang mereka makan siang sebelum semua piring bekas makan 36 penghuni panti itu mereka cuci. Jaan sebenarnya sangat ingin melawan. Tapi ia juga harus memikirkan nasib adiknya nanti.
Jean biasanya menunggu abangnya pulang sekolah, baru ia mencuci piring bersama Jaan. Namun hari ini berbeda. Jean sangat lapar karena dia tidak sarapan tadi pagi, ditambah hari ini dia ekskul kesenian. Dia pun mencoba mencuci piring sendiri. "Gapapa deh nyuci piring sendiri. Jadi lebih cepat makan, terus abang gak perlu capek-capek nyuci." Ucapnya menyemangati dirinya. Awalnya semua berjalan lancar. Dia mencuci piring dengan semangat.
Tiba-tiba hal yang tidak diduga terjadi. Seorang anak panti lain berlari ke ruang cuci piring tempat Jean mencuci piring dan tidak sengaja menendang tumpukan piring yang sudah selesai disabuni Jean. "Krakk!" Piring-piring itu pecah berkeping-keping. Suara yang keras itu membuat seisi panti terkejut dan menuju tempat asal suara. Ny. Marge terkejut melihat banyaknya pecahan piring ditempat itu. Jean lah yang menjadi tersangka dari kekacauan itu. Walau itu semua bukan salahnya, tapi apa daya, dimata Ny. Marge dia lah yang salah.
"Dasar anak bodoh! Kamu kira piring yang kamu pecahkan itu dibeli pakai daun?! Kamu tidak berpikir dengan apa anak-anakku yang lain makan ha? Hari ini dan besok, tidak ada jatah makan untuk mu! Sekarang semua ini kau bersihkan sendiri. Selamat bekerja sayang." Ny. Marge mengunci Jean sendiri di ruang itu. "Buk! Buka buk!" Jean tidak bisa berbuat apa-apa. Dia sudah sangat lapar. Jean mulai membersihkan semua kekacauan yang bukan perbuatannya itu.
Jaan berlari pulang dari sekolah. Dia khawatir dengan adiknya karena hari ini dia pulang terlambat. "Aku harus cepat, Jean pasti udah lapar." Gumamnya. Sesampainya di panti, dia langsung masuk ke kamar mencari Jean. Namun sang adik tidak berada dikamar. Ia mulai mencari keseluruh sudut panti, hingga sampailah di ruang cuci piring. "Pintunya terkunci? Jean! Apa kamu didalam?" Panggil Jaan dari luar. Ternyata Jean sudah terduduk lemas didalam. Ruangan itu gelap dan cukup kecil. Tidak ada lampu ataupun jendela.
Jean memiliki Claustrophobia, atau ketakutan berlebih terhadap tempat tertutup dan gelap. Badan Jean benar-benar lemas. Ia tak sanggup berbicara, walaupun ia mendengar abangnya memanggil diluar. "Abang," panggilnya lemah. Jaan langsung panik. Ia berusaha mendobrak pintu itu. Dan dengan beberapa tendangan pintu itu terbuka. Jaan langsung memeluk dan menenangkan Jean. Ia menggendong adiknya kekamar. Ia tidak peduli akan perlakuan kasar Ny. Marge setelah peristiwa ini.
"Berani kamu sekarang melawan saya?!" Ny. Marge murka Karen perbuatan Jaan. Dan Jean mendapatkan masalah yang kedua kalinya. Â "Ya, saya berani!" Jaan menjawab sehingga amarah Ny. Marge semakin memuncak. Saat akan melakukan kekerasan pada Jaan, tiba-tiba pintu panti diketuk oleh seseorang.
"Tok tok tok."
Ny. Marge menjeda tindakannya dan langsung menuju pintu. Pintu pun dibuka.
"Maaf. Selamat malan nyonya. Apa benar anda Ny. Marge kepala panti ini?"
"Benar, saya adalah kepala panti ini. Ada keperluan apa tuan dan nyonya kemari?"
"Ah, perkenalkan saya Tn. Lectern, dan istri saya Ny. Lectern. Kedatangan kami kemari ingin mengadopsi anak." Jelas seorang pria paruh baya, Tn. Lectern.
"Benar, nyonya. Sudah 8 tahun pernikahan, kami belum diberi anak." Tambah sang istri.
Mendengar itu, Ny. Marge sangat senang dan mempersilakan kedua pasangan itu masuk. Mereka berdua mengamati semua anak disana. Ny. Lectern pun melihat kearah Jaan. Ia memperhatikan Jaan yang sedang sibuk berbicara dengan Jean yang tersandar ke dadanya. Ny. Lectern mendekati Jaan. "Maaf, nak. Nama kamu siapa?" Tanya Ny. Lectern. Dan masih banyak pertanyaan yang ia berikan pada Jaan. Jaan pun hanya menjawab seadanya, karena dia sedang fokus pada Jean.
Hati Ny. Lectern terketuk untuk megadopsi Jaan. "Jaan, apa kamu mau jadi anak kami?" Tanya Tn. Lectern yang mengerti gerak-gerik sang istri. Jaan terkejut dan langsung menjawab, "Aku mau, asal kalian juga membawa adikku." Tn. Lectern pun terdiam. Dia menatap sang istri yang juga sedang berpikir.
"Maaf, kami tidak bisa. Kami belum siap untuk mengurus 2 anak sekaligus. Tapi kami mohon, ikutlah pulang dengan kami." Pinta Ny. Lectern. Jawaban itu membuat Jaan tidak mau diadopsi dan pergi membawa Jean kekamar. Tn. Lectern dan Ny. Lectern tidak bisa berkata-kata. Ny. Lectern menangis. Ia sangat memiliki anak seperti Jaan. Ny. Marge pun tidak bisa diam.
"Tuan dan nyonya jangan khawatir. Aku akan membujuk anak itu. Sekarang kalian sebaiknya pulang dan istirahah. Besok malam datang lagi untuk menjemputnya." Tn Lectern dan Ny. Lectern pun menyetujuinya dan pergi pulang.
"Jaan! Buka pintunya!" Teriak Ny. Marge dari luar kamar. Jaan pun membukakan pintu kamar. Dengan cepat tangan kasar milik Ny. Marge itu mencengkram leher Jaan, hingga Jaan kesulitan bernapas. "Kalau kau tidak mau ikut bersama pasangan tadi, ini yang akan terjadi pada adik kesayanganmu. Nyawanya tergantung pilihanmu. Jika kau ingin dia tetap hidup, kemasilah barang-barang kau sekarang. Kau akan pergi malam besok." Ny. Marge melepaskan cengkramannya lalu pergi dari sana. Jaan terduduk di lantai. Apa yang harus dia lakukan sekarang. Jaan kembali masuk dan mengunci pintu kamar.
Keesokan malamnya. Jaan sedang menemani Jean tidur. "Jean. Jean nanti bangun sendiri, ya? Soalnya abang besok pergi sekolahnya subuh, ada acara. Trus pulang sekolah besok, kamu cuci piring sendiri ,ya. Hati-hati, jangan sampai pecah lagi. Inget ya." Jaan memeluk Jean. Jean hanya mengangguk tanpa merasakan keanehan apapun. Setelah beberapa menit, Jean pun tertidur lelap. Jaan melepaskan pelukannya secara perlahan lalu keluar kamar dengan diam-diam.
Tn. Lectern dan Ny. Lectern yang sudah menunggu di ruang tamu panti asuhan tampak tersenyum bahagia melihat kedatangan Jaan. Tanpa berlama-lama mereka langsung berangkat dari panti. Sementara Jean yang sendiri di kamar terbangun karena kehilangan sang abang. Ia pun keluar untuk mencari Jaan. Jean langsung berlari kencang saat mobil Tn. Lectern akan berangkat dari sana.
Ia melihat Jaan yang sedang menangis duduk di dalam mobil itu. "Abang!" Ia memanggil abangnya dan berlari kea rah mobil itu. Sayangnya, ia tidak mungkin lagi bisa mengejarnya. Mobil Tn. Lectern sudah melaju dengan kencang. Jean menangis menatap mobil itu yang mulai menghilang dari pandangannya. Ny. Marge membiarkan Jean diluar sendiri dan pergi ke kamarnya.
Ini merupakan keputusan yang sangat berat bagi Jaan. Tapi ini demi nyawa adiknya. Dia hanya diam selama perjalanan. Tn. Lectern dan Ny. Lectern sebenarnya merasa bersalah memisahkan kedua saudara itu. Namun yang mereka akan berusaha membahagiakan Jaan sebisa mereka.
Jaan diberika fasilitas mewah, dia dipindahkan ke sekolah lain yang sama bagusnya dengan Academy Decelist, tapi sekolah ini lebih mewah. Semua keinginannya pasti akan dituruti. Tn. Lectern adalah seorang pengusaha kaya. Semua kebutuhan Jaan adalah hal kecil baginya. Namun mereka sebenarnya hanya ingin punya seorang anak laki-laki yang akan menjadi pewaris mereka. Tapi lama kelamaan Jaan bukan hanya dianggap sebagai pewaris, tapi sudah seperti anak kandung.
 Jaan tidak bisa berbohong bahwa ia memang bahagia bersama orang tua barunya. Tapi bagaimanapun bahagianya dia sekarang, ia tidak akan pernah melupakan adiknya. Ia berharap adiknya sekarang ada bersama mereka dan tertawa bahagia. Ia selalu menyajak orang tuanya untuk melihat Jean di panti. Tapi apa daya, mereka berdua selalu sibuk.
10 tahun kemudian.
Seorang mahasiswa laki-laki berusia 24 tahun sedang duduk sendiri disebuah taman. Ia sedang menatap sebuah foto. Foto seorang anak laki-laki dengan anak perempuan yang tak lain merupakan foto dirinya bersama adiknya. Mahasiswa itu adalah Jaan yang sudah tumbuh dari anak 14 tahun yang hidup dalam kegelapan dan penyiksaan. "Jean, bagaimana kabarmu sekarang?" Ucapnya sambil menatap langit malam yang penuh bintang. "Apakah adikku masih hidup?" Pertanyaan itu menghantui Jaan sejak perpisahan mereka malam itu.
Sudah 1 jam dia duduk sendiri di Taman Kota Decelist. Akhirnya ia berdiri dari duduknya dan berjalan menuju cafe favoritnya untuk makan malam. Dalam perjalanannya ia melihat seorang gadis berseragam SMA Decelist sedang membantu seorang wanita tua membersihkan toko rotinya. "Gadis itu mirip dengan Jean. Aku yakin sekarang Jean pasti sudah setinggi itu. Dia pasti mengenakan seragam SMA seperti gadis itu. Apa aku bertanya saja pada gadis itu tentang Jean?" Jaan berjalan mendekati toko itu. "Jaan! Lo mau ke caf kan? Bareng yuk bro!" Tiba-tiba, sahabat dekatnya muncul membuat Jaan mengurungkan niatnya dan melanjutkan perjalanannya ke caf.
Sementara itu kehidupan Jean dipanti tidak ada bedanya dari dulu hingga kini.
Mungkin kini ia lebih tidak dianggap. Bahkan ia disuruh mencari uang sendiri untuk sehari-hari. Ia bekerja di sebuah toko roti ditengah kota. Toko roti itu milik seorang wanita lansia, bernama Nek Selen. Nek Selen sangat baik pada Jean. Sehingga Jean nyaman bekerja disana. Setelah pulang sekolah ia langsung ke toko roti dan pulang jam 11 malam. Semenjak itu Jean dapat tersenyum setiap harinya. Setidaknya dengan ini dia lebih sedikit waktu dipanti, walau sepulang bekerja dia tetap harus menyuci piring dan baju penghuni panti.
Keesokan harinya Jean bangun dengan semangat seperti biasanya. Ia menatap fotonya dengan sang abang. "Abang, Jean udah bangun sendiri. Jean nurutin semua kata-kata abang. Semoga kita bisa ketemu lagi." Ia memeluk foto itu sejenak lalu bangkit dari tempat tidurnya. Ia bersiap-siap berangkat ke sekolah. Sebelum ganti seragam, dia harus mencuci piring bekas para penghuni panti dulu. Lalu ia berjalan dengan riang ke sekolah. Semenjak mendapat kasih sayang dari Nek Selen, hidup Jean lebih cerah. Ia kembali merasa hidupnya berharga.
Berbeda dengan Jean, Jaan pagi ini bangun lebih lambat dari biasanya karena hari ini dia tidak ada kelas. Dia bangun jam 9 pagi. Setelah bangun dia langsung bersih-bersih dan memilih untuk berjalan-jalan. Saat dalam jalan santainya, tiba-tiba prutnya keroncongan. Pagi ini dia tidak sarapan. Ia pun berhenti di depan toko roti yang ia temui tadi malam dan memilih membeli roti disana. Saat masuk ia disambut oleh pemandangan toko roti yang begitu sederhana, bersih, dan rapi. Ia melihat seorang nenek sedang membawa roti yang masih panas karena baru keluar dari panggangan. Nenek itu melihat kea rah Jaan yang sedang menatapnya.
"Eh, selamat datang ,nak. Silahkan duduk. Kamu mau beli roti apa?" Tanya nenek itu dengan ramah dan lembut kepada Jaan. "Terimakasih, nek. Saya mau beli roti yang baru nenek bawa barusan saja." Ucap Jaan lalu duduk di salah satu kursi. Nenek itu tersenyum lembut pada Jaan dan mengambilkan roti yang diinginkan Jaan. "Ini roti mu nak." Nenek tersebut meletakkan roti Jaan keatas meja lalu duduk dikursi lain dekat Jaan.
"Kamu ini mirip sekali dengan karyawan nenek. Apa kalian saudara?" Tanya nenek itu pada Jaan. Jaan terkejut saat mendengar perkataan Nek Selen. Jadi Jaan sedang berbicara dengan Nek Selen yang telah memperbaiki hidup adiknya. "Maksud nenek? Eh, benarkah? Apa aku boleh tau namanya, nek?" Tanya Jaan dengan sedikit gugup.
"Oh, namanya Jean. Dia sangat cantik dan baik. Dia dari Panti Asuhan Famfield. Kasihan dia. Dia tidak dibiayai oleh pantinya. Sebenarnya nenek tidak mau punya karyawan. Tapi karena kasihan padanya, nenek membantunya. Dia sudah 6 tahun bekerja disini. Dia sudah seperti cucu nenek sendiri. Dia pernah cerita, dia punya saudara laki-laki bernama Jaan yang terpaksa meninggalkannya agar dia tetap hidup sampai sekarang. Jean sangat merindukannya. Nenek ingin sekali membantunya agar bisa bertemu dengan saudaranya. Tapi nenek sudah tua. Nenek juga penasaran dengan Jaan itu. Apakah dia mirip seperti mu? Kalian berdua sangat mirip." Jelas Nek Selen. Jaan terdiam mendengarkan penjelasan Nek Selen. Berarti yang dia lihat semalam adalah Jean.
"Nek. Aku adalah Jaan. Saudara kandung Jean." Jaan memberi tau nenek itu yang membuat sang nenek terkejut sekaligus tersenyum bahagia. "Benarkah? Dia akan kemari sekitar jam 4 sore nanti. Nanti kau datang saja kemari untuk menemuinya. Akhirnya Jean bisa bertemu dengan mu." Mendengar itu Jaan sangat bahagia. Ia berterimakasih kepada Nek Selen, lalu membayar rotinya lalu pergi dari toko roti itu dengan bahagia.
"Nek! Jean datang. Nenek tampak bahagia sekali. Ada apa nek?" Jean yang baru tiba di toko roti dibuat heran dengan nenek kesayangannya yang tampak sangat bahagia. Dia tidak terlalu ambil pusing hal itu. Ia mengganti baju, memakai celemek, lalu membantu sang nenek meyani pelanggan yang tidak seberapa itu.
Tiba-tiba tampak diluar sebuah sepeda motor berhenti di depan toko itu. Jean pun segera menuju pintu untuk menyambut orang yang menurutnya seorang pelanggan baru. Laki-laki ber hodie hitam itu membuka helm. "Jean, lama tidak bertemu, ya?" sapa laki-laki itu padanya. Jean masih kebingungan. Dia berusaha mengingat siapa laki-laki didepannya. Dan bagaimana bisa orang itu mengenalnya. Ia mulai memperhatikan laki-laki didepannya dari atas kebawah.
"Kamu gak inget abang lagi?" Tanya Jaan dengan senyum lembut dan mata yang mulai berkaca-kaca. Jean langsung ingat siapa orang itu. Orang yang selalu ia tunggu selama ini. Jean tidak bisa menahan air matanya. Ia langsung memeluk Jaan dengan erat. Jaan terkekeh melihat adiknya yang masih sama seperti terakhir ia melihatnya. "Abang kemana aja? Jean kangen banget tau. Abang jangan pergi lagi." Ucap Jean dalam tangisnya.
"Kemana ya? Iya deh, kita gak akan pisah lagi. Soalnya abang udah minta ke orang tua angkat abang buat adopsi kamu juga. Jadi kamu bisa bebas dari panti itu." Jean sangat senang mendengarnya. "Makasih banyak ,bang." Jaan semakin gemas dengan tingkah Jean. "Iya." Jawabnya singkat.
Nek Selen yang berada disana ikut menangis bahagia melihat Jaan dan Jean kembali bersama. Disisi lain, ia juga sedih. Jika sudah tidak tinggal dipanti, Jean tidak akan bekerja di tokonya lagi. Ia akan kesepian seperti dulu lagi. Jean ternyata memperhatikan Nek Selen. Ia mendekati Nek Selen. "Nenek tenang aja, Jean akan tetap ngebantu nenek disini." Jean menghibur Nek Selen yang sudah seperti keluarga baginya.
"Jaan juga bakalan bantu-bantu deh. Kalau ada tugas kuliah bisa kerjain disini aja. Nanti Jaan bakal nambah fasilitas buat disini, biar makin rame." Tambah Jaan sambil melihat kedalam toko. Betapa bahagiannya Nek Selen. Ia benar-benar sudah tidak sendiri lagi. "Terimakasih banyak, nak." Mereka pun memilih makan malam bersama di toko roti Nek Selen.
Setelah 10 tahun lamanya, Jaan kini kembali ke Panti Asuhan Decelist. Dia menjemput Jean. Tampak Ny. Marge melihatnya dari jendela lantai 2 dengan tatapan datar. Tanpa berlama-lama, setelah Jean dan barang-barangnya siap, ia langsung melajukan mobilnya menjauh dari tempat yang sangat dibencinya tersebut.
Setelah beberapa hari kepergian Jean, Ny. Marge harus melakukan semua pekerjaan yang selama ini di tanggung Jean. Ia sebenarnya ingin menyuruh anak panti lain. Namun, tidak ada anak panti tersebut yang bisa bekerja sebaik Jaan atau Jean. Ia terpaksa melakukan semuanya. Ia juga tak tega anak kesayangan nya mengerjakan semua pekerjaan berat ini. Awalnya semua berjalan biasa saja. Namun nasib buruk menimpa Ny. Marge. Saat sedang mengangkat ember kain cucian yang akan dijemur dari kamar mandi, ia terpeleset dan terhempas ke lantai kamar mandi. Ia pun pingsan.
Saat dirumah sakit. Ia dinyatakan lumpuh total. Bak kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Pada saat bersamaan, ia diberi tahu bahwa panti asuhan itu akan ditutup dan anak-anak disana dipindahkan ke panti baru ditengah kota. Dan dia tidak bisa lagi bekerja di panti. Pihak pemerintah juga sudah mengetahui perlakuannya pada Jaan dan Jean selama ini. Sehingga dia harus dipenjara dengan keadaan lumpuh. Apakah ini karma yang dia dapatkan dari semua perbuatannya pada Jaan dan Jean selama ini?
Sekarang Jaan dan Jean sudah bersatu kembali. Mereka akhirnya mendapatkan hidup bahagia yang telah mereka dambakan selama ini.
Amanat: Jangan pernah berbuat jahat/semena-mena terhadap orang lain. Karena perbuatan kita pasti akan mendapatkan balasan dari Tuhan. Semua hal yang pahit akan menjadi akhir yang manis jika dihadapi dengan kesabaran dan keikhlasan.