Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature

Sampah Jakarta, Kado Untuk Jokowi-Ahok (2)

24 September 2012   14:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:47 1191 1
[caption id="attachment_200754" align="aligncenter" width="300" caption="Jakarta Harus Bebas Sampah?!_dok.Asrul.2012"][/caption]

Mengelola sampah sebenarnya bukan hanya tugas dari pemerintah c/q Dinas Kebersihan saja. Tapi juga kewajiban warga Jakarta sebagai produsen sampah terbesar. Sampah selalu saja jadi persoalan pelik yang dihadapi kota besar dengan penduduk yang banyak, layaknya Jakarta. Pengelolaan yang buruk menyebabkan sampah menjadi pemicu masalah baru seperti banjir akibat saluran air atau sungai dan kali yang mampet. Munculnya berbagai penyakit, hingga masalah yang menyangkut estetika, pemandangan dan bau yang tak sedap.

Pertanyaannya, Kenapa bisa ya Jakarta sebagai kota metropolitan dalam mengurus soal sampah saja susah??? Faktanya memang demikian, Dinas Kebersihan DKI Jakarta “mungkin” kerepotan untuk mengelola sampah yang dihasilkan oleh warga Jakarta. Namun sejatinya persoalan pengelolaan sampah ini tidak bisa diserahkan begitu saja kepada Dinas Kebersihan. Rendahnya kesadaran dan displin warga Jakarta dalam membuang sampah juga menjadi faktor mengapa sampah jadi sumber masalah di Jakarta. Pemerintah pula semestinya membuka ruang (regulasi) dalam melibatkan masyarakat dan sektor swasta.

Pemerintah sebenarnya sudah berusaha semaksimalnya (versi pemerintah), namun tetap berfokus dan mengandalkan pada TPA, maka kembali akan stagnan lagi. Paradigma dan strategi ini yang harus dirubah, karena pasti pengelolaannya tidak akan berkelanjutan bila fokus pada TPA, akan stagnan (ini merupakan fakta dilapangan oleh hampir seluruh kab/kota di Indonesia dalam mengantisipasi sampah). Perubahan paradigma ini harus segera dilakukan baik oleh masyarakat juga terhadap pemerintah sendiri, agar terjadi sinergitas oleh semua stackeholder persampahan. Kelihatan sampah mudah dikelola tapi sesungguhnya sangat sulit bila tidak sinergi antar pemerintah/swasta dan masyarakat sekitar timbulan sampah.

Optimalisasi Fungsi TPS Sebagai Solusi Pengelolaan Sampah.

Seiring dengan terbitnya berbagai peraturan terbaru mengenai persampahan antara lain UU.18-2008 Tentang Pengelolaan Sampah juga Permendagri No.33-2010 Tentang Pedoman Tentang Pengelolaan Sampah serta Permen PU No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah. Dengan regulasi yang ada tersebut semestinya pemprov. DKI Jakarta (juga kab/kota lainnya di Indonesia) persegera merevisi perda persampahannya dengan tidak hanya bertumpu pada pemberian sanksi, tapi lebih memberi solusi bijaksana dengan berbasis masyarakat dan berorientasi ekonomi.

Pola tersebut diharapkan dan pasti akan merubah paradigma “buang sampah” menjadi “kelola sampah”, tentu dengan mengoptimalisasi fungsi Tempat Pembuangan sampah Sementara (TPS) akan memotong rantai distribusi sampah dari TPS ke TPA.Maka pada muaranya TPA tidak diperlukan lagi. Sebagaimana Jakarta tidak memiliki lahan yang cukup untuk penampungan sampah.

Penanganan sampah dengan partisipasi aktif masyarakat berbasis TPS, juga akan tercipta usaha baru di masyarakat (usaha berbasis sampah). Baik itu pengelolaan sampah organik (70-80%) menjadi pupuk (kompos padat dan cair) juga sampah an-organik (10-20%) menjadi handycraft, dll. Sisanya sampah B3 (5%) dimusnahkan melalui incenerator. Pengelolaan berbasis masyarakat ini melalui atau terlebih dahulu diberi pelatihan dan pembentukan kelompok usaha bersama (KUB) dengan mendirikan instalasi pengolahan sampah kota disetiap TPS kelurahan/desa di wilayah DKI Jakarta.

Model atau strategi optimalisasi TPS ini akan tercipta pengelolaan yang terintegrasi(pola sentralisasi desentralisasi). Selama ini pemerintah mamakai pola sentralisasi pengelolaan di TPA (open dumping). Pola ini harus segera ditinggalkan sesuai UU.18/2008 tsb. (akan berlaku efektif tahun 2013). Cukup lama waktunya (12 tahun) pemerintah pusat sosialisasi UU tsb. Tiba waktunya pemerintah kab/kota berbenah, khususnya DKI.Jakarta sebagai etalase Indonesia.

Saat ini Pemprov. DKI. Jakarta saat ini membangun pengolahan sampah dalam kota melalui tiga unit ITF di dalam kota, yakni ITF Cakung Cilincing, ITF Marunda, dan ITF Sunter, katanya. ITF Cakung Cilincing diperluas dari awalnya hanya 4,5 hektar menjadi seluas 7,5 hektar. Diharapkan, ketika beroperasi penuh–direncanakan pada tahun ini–mampu mengolah sampah sebanyak 1.300 ton per hari.

Solusi Pengelolaan Sampah dengan Kerjasama Antardaerah.

Sangat diperlukan untuk mengatasi sampah dengan peningkatan kerja sama dengan daerah penyangga Jabodetabekjur. Melalui regional management dalam pengolahan sampah secara terintegrasi dirasa dapat menyelesaikan masalah sampah mulai dari Jakarta hingga wilayah Cianjur, Jawa Barat dan juga termasuk sebagian wilayah Provinsi Banten. Khusus di Jakarta sistem pengolahan sampah akan menggunakan kerjasama pemanfaatan lahan TPA Bantar Gebang, Bekasi dan pemanfaatan lahan TPST Ciangir, Tangerang.

Pola penanganan kerjasama ini sangat efektif dan efisian dalam pembiayaan (investasi) yang berkelanjutan. Dimana setiap wilayah yang bekerjasama akan mempunyai hak dan kewajiban dalam pengelolaannya. Karena disatu sisi ada wilayah yang mempunyai lahan TPA dan sisi lain tidak memiliki lahan TPA yang memungkinkan/memadai, begitupun SDM yang dimiliki antardaerah bisa bersinergi termasuk dalam pembiayaannya, maka akan terjadi fokus .

Semoga saja apa yang diusulkan dan direncanakan ini benar-benar mampu membuat Jakarta bebas dari masalah sampah, Jakarta Zero Waste, juga dapat mendukung program pemerintah baru jakarta dibawah Jokowi-Ahok (2012-2017). Termasuk usulan ini akan mengawal program (visi misi Jokowi-Ahok) pada point 4 (empat) yaitu Normalisasi Total Kali di Jakarta, dimana sungai-sungai di Jakarta harus dinormalisasi kembali karena kondisi sangat parah akibat sampah dan limbah industri.

Jakarta, 24 September 2012

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun