Pak SBY dan para Anggota DPR, kalau pengelola bangsa ini kurang percaya lagi atau kurang kepekaan spritual (agama) atau moral untuk atau sebagai penepis tindakan korupsi. Atau mestinya kalau mau “Anti Korupsi” pilihan terbaik untuk study banding adalah negeri China. Diingatkan supaya untuk ke depan jangan salah pilih Daerah Tujuan Belajar/Study Banding (DTB), seperti kekeliruan yang terjadi sekarang yaitu study banding Pramuka di Afsel, Indonesia sangat memalukan di dunia.
Sebaiknya kalau Pak SBY dan DPR ke China, harap bawa juga para Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota. Biar belajar disana, cara buat “peti mayat” dan study banding agama yang mengharamkan korupsi,karena di RRC tidak ada grasi/remisi bagi koruptor, tapi yang ada adalah peti mati.
Waktu terus berjalan, korupsi semakin mendarah daging. Bahkan era reformasi yang ditegakkan diatas tuntutan pemberantasan korupsi sampai saat ini hanyalah masih harapan saja. Hukum jadi Panglima, itu masih sebatas wacana saja. Kita beragama, namun nampak agama diparkir dulu demi memberi jalan mulus tanpa macet kendaraan yang bernama korupsi. Naudzubillah. Begitu bobroknya bangsa ini, demi napsu setan, napsu kekuasaan, napsu harta, napsu kekayaan, napsu jabatan…..dst.
Dari rezim ke rezim; Habibie, Gus Dur, Megawati, dan Presiden SBY, pemberantasan korupsi hanya retorika belaka. Hanya di era Gus Dur, sewaktu Jaksa Agung dipegang Baharuddin Lopa, geliat pemberantasan korupsi sangat terasa. Pada masa itu, Bob Hasan, si Raja Hutan, berhasil dimasukkan ke hutan “bui” LP. Nusakambangan.
Hal yang menarik, yang perlu dicermati di era otonomi daerah (otoda) adalah korupsi bukannya menciut, tapi malah menyebar. Kalau dimasa Soeharto terjadi sentralisasi korupsi, di masa otoda terjadi desentralisasi korupsi. Artinya korupsi tidak hanya dilakukan oleh orang-orang pusat, tapi sekarang telah dilakukan secara berjamaah oleh pejabat daerah.
Pemberabtasan korupsi ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini bisa dimaklumi karena kompleksitas masalahnya.
Gembira Tapi Tidak Bahagia
Dalam Al-Quran disebutkan bahwa mengambil harta yang bukan haknya, yakni korupsi sebagai perbuatan ifsad (merusak), perbuatan bathil, dan perbuatan itsmun (dosa) yang sangat dimurkai oleh Allah Swt. Allah berfirman,”Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil, dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta orang lain dengan cara berbuat dosa, padahal kamu mengetahuinya,” (QS.Al Baqarah[2]:188)
Perbuatan korupsi (termasuk menyelewengkan keputusan/kebijakan) bukan hanya dimurkai Allah Swt, tapi dampaknya di dunia sangat besar sekali terlebih di akhirat. Jika makanan dari hasil korupsi dimakan oleh keluarga, anak, isteri, suami, akan mengakibatkan (pasti) perilaku menyimpang, perilaku jahat, dan perilaku yang merusak. Banyaknya kasus pelecehan seksual, perzinahan, minuman keras, narkoba, pembunuhan, dan kebrutalan yang sangat dahsyat, besar kemungkinannya diakibatkan oleh konsumsi terhadap makanan yang dihasilkan oleh korupsi tersebut.
Dan orang “koruptor” seperti itu tidak akan masuk surga (mereka di dunia betul gembira tapi tidak bahagia), meskipun ia beribadah jungkir-balik, Haji dan Umrah beberapa kali, termasuk melakukan ibadah social yang luar biasa, sebagaimana fenomena ini yang banyak terjadi di hampir di pemerintahan kab/kota (bupati/walikota); pamer bagi sedekah dan open house, dst…dst….
Sabda Nabi Saw,”Sesungguhnya tidak akan pernah masuk ke dalam surga, daging yang tumbuh dari makanan yang haram, ia lebih utama masuk ke dalam api neraka”. Hadist ini memberikan peringatan yang sangat keras kepada orang-orang yang beriman (khusus orang yang beriman), agar memperhatikan dengan sungguh-sungguh makanan yang dimakannya, maupun yang dimakan oleh keluarganya. Makanan yang dihasilkan melalui cara-cara yang dilarang dan diharamkan agama, seperti korupsi, ternyata akan menghancurkan kehidupan di dunia, apalagi di akhirat kelak.
Korupsi di negeri ini akan berhasil diberantas jika saja kita mempunyai pemimpin yang tegas dan bernyali tinggi seperti Presiden RRC, Zhu Rong Jie. Ia menyatakan, “Siapkan 100 peti mati, yang 99 untuk koruptor dan yang 1 untuk saya” Pernyataan Zhu Rong Jie ini menggetarkan seluruh daratan negeri tirai bamboo.
Diharapkan Pak SBY mengikuti pola kerja pemberantasan korupsi versi Zhu Rong Jie yang sangat tegas itu, yang tidak memberi ruang para koruptor. Ini salah satu keberhasilan RRC yang kita liat akibatnya sekarang ini. Banjir produk RRC dimana-mana, bukti kesejahteraan mereka.
Presiden Yudhoyono sepantasnya mengundang Presiden RRC untuk “presidential lecture” memberi kuliah di Istana, agar Indonesia bisa belajar korupsi dari RRC, atau mestinya Anggota DPR study banding ke RRC untuk belajar menanggulangi korupsi. Bukan belajar “study banding” kepanduan di Afsel.
Semestinya Indonesia negara yang mayoritas Islam, sebuah negara yang sekarang di pimpin oleh seorang anak bangsa yang bernama Susilo Bambang Yudhoyono, tentu beragama Islam yang taat pula. Harusnya kita semua introspeksi diritermasuk tentunya Pak SBY dan seluluh jajaran pemerintah di daerah yang punya kesempatan besar untuk korupsi, tolong luruskan niatnya, jangan pertemukan atau ciptakan perselingkuhan antara Niat dan Kesempatan (NK). Walau peluang NK itu ada, tapi itu lebih merupakan cobaan atau ujian saja dari Allau Swt. Pastinya tidak ada Korupsi bila tidak ada perselingkuhan antara niat dan kesempatan yang di dorong oleh keserakahan materi.
Mestinya kita semua malu dengan sikap Bangsa RCC melalui Presiden RRC, Zhu Rong Jie, yang tidak beragama Islam dan bukan Nabi Muhammad Saw nabinya, namun pola tindaknya menghadapi korupsi, sangat jelas Islami.