Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga Artikel Utama

Sepakbola, Pemilukada dan Judi

29 Juni 2010   08:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:12 143 0
[caption id="attachment_180510" align="alignleft" width="182" caption="Zakumi Maskot Piala Dunia 2010"][/caption]

Setelah opening ceremony World Cup Afsel 2010 (11 Juni 2010) di Stadion SoccerCity, Johannesburg, Afrika Selatan, sejak itu pula, ataudua pekan terakhir ini adalah demam bola, Piala Dunia “Afsel 2010” sepakbola yang merebak hampir seantero dunia (s/d 11 Juli 2010).Negara yang tidak mempunyai kontestan/peserta piala dunia pun ikut larut dalam suasana World Cup 2010. Indonesia misalnya, hampir di semua tempat menyajikan nuansa bola dengan beraneka atribut, mulai dari pusat perbelanjaan (mall, super market, pemukiman, toko-toko, restorant, cafe bahkan tak urung sampai warung pojok atau warung kopi serta produk pakaian, makanan dan minuman, assesoris atau handycraf hampir semua nuansa bola, sungguh gempitanya turnamen/ajang olahraga yang sangat bergengsi di dunia ini.

Gempita Afsel 2010, dibuktikan dengan banyaknya reflika trofi Piala Dunia 2010, hampir semua hotel berbintang di seantero nusantara memasang pernak-pernik sepakbola, ada reflika trofi world cup, reflika Jabulani (bola resmi piala dunia 2010), termasuk pula ada reflika lapangan sepakbola, bermacam reflika, semua bernuansa bola dan Afrika Selatan,minimal bendera jagoan ada terpasang,sebut misalnya di Hotel Clarion Makassar, memasang reflika “jabulani” bola (Jabulani raksasa, beratnya 7 kg, diameternya 2,5 meter) dan juga di Hotel Singgasana, Makassar, memasang reflika trofi piala dunia bentuk dan warnanya sama dengan aslinya yang sekarang diperebutkan di Afrika Selatan. Tapi soal ukuran reflika yang di hotel atau mall rata-rata lebih besar dari trofi asli Piala Dunia. Sekedar info reflika ini cukup besar dan berukuran, tinggi 2,4 meter, diameter 1 meter, menurut pembuatnya butuh waktu dua minggu. Bahannya dari Gabus atau Styrofoam, benar-benar mirip aslinya kecuali ukuran.

Sementara di sudut-sudut jalan, komplek perumahan, dllnya layar lebar terpasang, ada pula layarnya pakai tembok warga sendiri. Tempat-tempat ini menjadi alternative warga yang tidak doyan nongkrong atau nonton bareng di warung kopi, café, hotel, dan lain sebagainya. Bahkan ramainya penonton hingga menutup badan jalan. Penonton didominasi warga yang berprofesi sebagai Tukang Ojek, Motor Becak dan masyarakat. Wah magnet piala dunia seakan telah membius mereka.

Prediksi pertandingan menjadi topic paling menarik di semua tempat nonton bareng (nobar) khususnya. Celaan terhadap tim-tim unggulan yang gagal memenangkan pertandingan pun terlontar, serta pujian terhadap tim unggulan yang berhasil lolos dari hadangan sang lawan pun mengalir.

Dalam ajang piala dunia Afsel 2010 ini, banyak kalangan menjagokan Brasil dan Argentina sebagai kampiun jawara. Menurut saya, sejauh ini baru tim Argentina dan Brasil yang membuat penonton terhibur. Sejarah juga membuktikan jika turnamen bergensi empat tahunan itu di gelar di luar Erofa, maka wakil Amerika Latin yang keluar sebagai jawaranya. Bagaimana di Afsel ini, akan terulangkah sejarah itu…? Kita tunggu bersama.

Sepakbola dan Pemilukada

Demam Piala Dunia menggema seantero dunia seiring pula demam pemilukada baik pemilihan gubernur maupun pemilihan bupati/walikota yang sementara berlangsung di Indonesia (hampir setiap hari), hal itu tampak sekali pada saat nonton bareng debat kandidat yang sama serunya pada saat nonton bareng sepakbola, dimana ruang debat juga bergemuruh ketika para kandidat tampil berorasi politik dalam pemaparan visi-misinya.

Dalam pentas debat pemilukada, attack campaign tidak bisa dihindari. Begitu pula dengan kontestasi di lapangan hijau selama Piala Dunia. Dalam konteks perhelatan akbar sepak bola yang menampilkan tim-tim terbaik dunia, kita masih disuguhkan aksi perseorangan yang cukup memukau dalam memainkan kulit bundar, sebut saja Messi, Drogba, Park Ji Shung, Samuel Eto’o, Ronaldo, Tevez, Sneijider, dan Gerrad berupaya bermain sportif pada setiap pertandingan. Namun, pertandingan lain selama Piala Dunia, penonton juga disuguhi kartu merah karena ada pemain yang melakukan pelanggaran atau bermain kasar, diantaranya Miroslav Klose (Jerman), Sani Kaita (Nigeria), Itumeleng Khune (Afsel), Abdelkader Ghezzal (Aljazair) dan Harry Kewell (Australia).

Kontestasi di lapangan hijau dengan kontestasi debat politik tidaklah sama aturan mainnya. Di lapangan hijau, wasit mempunyai kewenangan otonom dan dapat memberikan sanksi terberat (kartu merah) jika ada pemain melakukan pelanggaran. Namun, dalam lapangan (panggung) debat pemilukada, moderator (panelis atau host) hanya mempunyai aturan dalam bentuk imbauan agar kandidat tidak melakukan penyerangan dengan masalah personal. Namun, hal itu sulit dihindari karena ketika perdebatan sudah memasuki wilayah tabiat politik kekuasaan, maka tentu percakapan negative campaign sulit dihindari, sama seperti di lapangan hijau, kalau ambisi kemenangan yang sangat berlebihan tanpa menjunjung tinggi sportivitas.

Sebenarnya, jika para kandidat debat pemilukada mau belajar dari sportivitas pemain di lapangan hijau, peserta debat pemilukada mengandalkan kemampuan berorasi secara cerdas dengan mengedepankan objektivitas, integritas, dan talenta berwacana sehingga isu-isu strategis yang dilemparkan dalam debat menunjukkan seorang pemimpin atau calon pemimpin yang mempunyai watak, talenta, dan daya kritis konstruktif sehingga public (penonton) menilai, inilah kandidat (pemain) yang pantas disebut sebagai pemimpin (pemain terbaik) yang dapat diberi amanah (sepatu emas). Nilai sportivitas yang merupakan ciri seorang petarung lapangan hijau yang dapat dicopy paste oleh para peserta debat pemilukada (debat politik) serta mau mengakui kehebatan dan kualitas gagasan (permainan) lawan politiknya (lawan main).

Sepakbola dan Judi

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun