Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Marah (2)

26 Mei 2010   14:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:57 1125 0

Setiap manusia mempunyai benih sifat pemarah. Namun ada “marah karena Allah” (ghodhobullah), dan “marah karena setan” (ghodhobus-syaitan). Apa batasan kriterianya? GADHAB (baca: ghodhob) secara harfiah memang berarti “marah” atau “pemarah”. Maka, marah dalam pengertian ghodhob bersifat negatif. Tentu saja, sifat pemarah seperti itu dapat membakar jiwa dan menghanguskan akal. Itulah sifat pemarah yang dilarang Allah dan Rasul-Nya. Tentang hal ini Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata: Si Fulan marah kepada si Fulanah berilah saya wasiat. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah, (kemudian) orang itu mengulangi perkataannya beberapa kali. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah”. (HR. Bukhari, dari Abu Hurairah).

Marah Negatif & Marah Positif

Dalam kaitan hadis di atas, berarti: “si Fulan tidak sayang kepada si Fulanah”? Tidak. Dalam konteks ini kita harus memahami motif di balik kemarahan itu. Dengan demikian kita akan tahu pasti sifat marah si Fulan kepada si Fulanah. Apakah kemarahannya masuk kategori positif atau negatif. Sejarah menunjukkan, para utusan Allah pun pernah marah. Mereka marah saat menyaksikan umatnya tidak mengikuti norma-norma hukum syari’at yang telah ditetapkan Allah. Begitu pun para guru; mereka akan marah kepada murid-muridnya yang tidak patuh. Juga para orang tua, mereka akan marah kepada anak-anaknya yang tidak berbakti dan tidak hormat kepadanya, dst. Itulah sifat marah positif yang diperbolehkan Allah dan RasulNya. Beda dengan amarah negatif yang bersumber dari nafsu lawwamah. Itu marah negatif. Sifat semacam itu dilarang oleh Allah dan RasulNya. Jadi, marah positif adalah marah karena Allah (ghodhobullah). Sedang marah negatif adalah marah karena syaitan (ghodhobus syaitan). Marah Karena Allah

Marah karena Allah (ghodhobullah) berarti bahwa “tidak seseorang marah kecuali bila ia melihat kekufuran, kemaksiatan dan berbagai kejahatan lahir dan bathin. Baik muncul dari diri sendiri maupun orang lain (masyarakat)”. Sebab, bila orang marah karena melihat perbuatan keji dan munkar, maka tidak lain yang marah ialah Allah. Contoh Marah Karena Allah: 1. Marahnya Nabi Hud kepada pembangkangan kaum ‘Aad. 2. Marahnya Nabi Sholeh kepada pembangkangan kaum Tsamud.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun