Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Petani dan Paradigma Agribisnis

17 Mei 2010   17:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:09 792 0

Guna menyelesaikan masalah “kesejahteraan petani” ini, pemerintah sedapatnya menggunakan pendekatan (paradigma) agribisnis. Paradigma agribisnis digunakan sebagai konsep pembangunan pertanian bagi terwujudnya visi perekonomian nasional yang sehat melalui pembangunan system dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi. Agribisnis dianggap lebih moderndan lebih efisien serta berorientasi pasar. Perubahan dari agriculture menjadi agribisnis berarti segala usaha produksi pertanian ditujukan untuk mencari keuntungan, bukan sekadar memenuhi kebutuhan sendiri.

Diversifikasi Tanaman > Divesrsifikasi Usaha, Masalah ini merupakan salah satu asfek penting menjadi perhatian. Bahwa diversifikasi usaha terkait erat dengan usaha peningkatan pendapatan petani, baik diversifikasi horizontal (on farm), diversifikasi vertical yang terkait dengan pertanian (off farm) maupun diversifikasi usaha yang menggunakan bahan baku pertanian, seperti petani tebu disekitar lokasi pabrik gula (non farm). Diversifikasi horizontal dapat dilakukan petani dengan menanam komoditi bernilai tinggipada musim kemarau sehingga para petani bisa meraih pendapatan yang lebih baik. Sedangkan diversifikasi vertical diharapkan bahwa para petani tidak lagi menjual hasilnya segera setelah panen, dan secara individu maupun kelompok dapat melakukan pengolahan hasil, menyimpan, dan memasarkannya untuk mendapatkan nilai tambah . Sementara itu , dengan usaha non farm diharapkan bahwa petani dapat memanfaatkan permodalan dan tenaga kerja untuk memperoleh penghasilan dalam diversifikasi (industri) berbahan baku tanaman yang mereka tanam.

Secara teoritis masukan buat pemerintah soal diversifikasi itu boleh jadi ideal buat peningkatan pendapatan dan kesejahteraan serta mengangkat derajat kaum petani. Bila hal ini dengan serius dilakukan bersama dan memang perlu mendapat penanganan serius dan harus dilakukan, karena dampaknya bisa jadi tidak banyak lagi petani gurem (dan buruh tani) yang menyerbu kota-kota besar untuk menjadi kuli bangunan, tukang becak, pedagang kecil/asongan, atau memasuki sektorinformal lainnya.

Karena itu, disamping pentingnya mengatasi problematika internal petani, ketersediaan factor pendukung (seperti infrastruktur, lembaga ekonomi pedesaan, intensitas penyuluhan, dan kebijakan pemerintah) juga sangat diperlukan guna mendorong usaha tani dan meningkatkan akses petani terhadap pasar. Meskipun tidak bisa berbasis teknologi tinggi, cukup dengan teknologi tepat guna (TTG), tapi landasan sector pertanian yang kokoh diperlukan dalam memacu pertumbuhan perekonomian pedesaan.Hal ini lambat laun bisa menyelesaikan persoalan di desa. Artinya, agar dapat keluar dari belenggu kemiskinan, makatanah, modal, pengetahuan, teknologi, dan akses pasar harus menjadi kebutuhan primer petani, tidak cukup semata-mata dengan redistribusi tanah. Sejarah telah mengajarkan, karena tidak didukung infrastruktur penunjang, redistribusi tanah ternyata menyebabkan produksi menurun beberapa tahun terakhir. Memang klasik ragam persoalan yang membelit petani. Tapi, bagaimanapun, petani kita sangat membutuhkan akses pasar, modal, penyuluhan, pendidikan, latihan keterampilan, teknologi, pemasaran, manajemen, dan infrastruktur.

Revitalisasi Pertanian

Memahami keutamaan petani dan pertanian bagi negara, pada tanggl 11 Juni 2005, pemerintahan SBY-JK (Jilid pertama) menggulirkan program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Kebijakan itu memuat program pembangunan pertanian dan ketahanan pangan. Namun semua itu belum membuahkan hasil yang optimal karenakebijakan pertanian di Indonesia sifatnya masih parsial (pupuk, benih, peningkatan SDM petani, modal) tidak satu paket, akhirnya apa yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota juga semrawut. Untuk itu dibutuhkan kerjasama, sinergitas antar instansi atau lembaga (hilangkan ego sektoral) ermasuk sinergi dengan lembaga non pemerintah serta unsure swasta.

Revitalisasi pertanian pada dasarnya adalahusaha menghidupkan kembali pertanian kita yang sudah “menjelang kematian”Konsep revitalisasi berbeda dengan konsep reformasi, transformasi, dan restrukturisasi, yaitu dalam konsep revitalisasiterkandung makna adaya ruh baru. Ruh baru ini adalah kehidupan baru yang akan membalik arus dan gelombang sejarah pertanian kita pada masa mendatang. Jadi, tepatlah kita menggunakan soal hidup atau mati, apabila pembangunan pertanian dan ketahanan pangan yang kita maksud itu adalah revitalisasi pertanian. Inti dari pada ini adalah masyarakat petani itu sendiri. Itulah intinya kehidupan pertanian.

Mengingat kondisi pertanian kita sudah menjelang ajal, atau bahkan sudah banyak yang mati, maka sekarang pemerintah melalui BUMN/Perusdaatau pihak swasta, perlu menjadi lembaga pendiri atau penghidup pembangunan pertanian kita. Instrumen yang paling strategis adalah badan usaha yang dimiliki oleh petani sebagaimana para usahawan swasta memiliki badan usaha sebagai kendaraan untuk mencapai kemajuan dan kemakmurannya. Hal yang sama berlaku juga untuk petani. Hal inilah yang harus segera kita kerjakan. Sebenarnya gagasan itu sudah ada, matang dan mantap, tinggal apakah kita mau, bisa, dan kuat untuk mewujudkannya. Dengan ini ketahanan pangan kita akan meningkat dan pertanian kita akan hidup subur kembali. Otonomi daerah (otda) memang dibutuhkan pemimpin yang pro-pertanian (Indonesia Negara Agraris), serta adanya lembaga (NGO/LSM) yang mampu memberdayakan dan mensejahterahkan kehidupan para petani Indonesia, Mari Bangun Pertanian dari Desa. Selamat dan Sukses.Amin.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun