Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Konsep "Good Governance" Manusia Bugis (1)

31 Januari 2010   18:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:09 599 0
[caption id="attachment_65545" align="alignleft" width="500" caption="Orang atas berdiri diatas kemewahan dengan menelanjangi orang bawah sehingga tidak merasa telah putus urat malunya"][/caption] Seiring perkembangan dunia, istilah good governance hanya dijadikan konteks ritorika politikdan kemunafikan pradigma pembangunan.Good governance pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 1991 dalam sebuah resolusi The Council of the European Community yang membahas Hak Asasi Manusia, Demokrasi, dan Pembangunan.. Di dalam resolusi itu disebutkan, diperlukan empat prasyarat lain untuk dapat mewujudkan Pembangunan yang berkelanjutan, yaitu mendorong penghormatan atas hak asasi manusia, mempromosikan nilai demokrasi, mereduksi budget pengeluaran militer yang berlebihan dan mewujudkan good governance. Istilah good governance telah diterjemahkan dalam bentuk pemerintahan yang amanah ,  baik dan bertanggunjawab (LAN), dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (Effendi, 2005). Dalam kepustakaan Bugis, untuk terwujudnya permerintahan yang baik, seorang pemimpin dituntut memiliki 4 kualitas yang tak terpisahkan antara satu dengan lainnya. Sebelumnya,Pernah saya posting dalam http://umum.kompasiana.com/2009/07/12/siapapun-presidennya-dengan-ada-tongeng-bangsa-baik-sukses/(satu kata dengan perbuatan) . Keempat kualitas itu terungkap dalam ungkapan Bugis:

Maccai na Malempu; Waraniwi na Magetteng (Cendekia lagi Jujur, Berani lagi Teguh dalam Pendirian.)
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun