Karena ini adalah liburan dengan biaya murah, kami menyewa sebuah kendaraan roda dua yang tersedia di hotel tempat kami menginap dengan tarif 50.000/24 jam. Dengan berbekal peta dan rasa percaya diri yang besar, saya melajukan kendaraan mengikuti petunjuk yang ada di setiap persimpangan jalan. Salah satu ketertarikan saya berkendara di Bali. Karena semua orang merasa tahu jalan jika berada di sini, hehehe..
Ayu yang berada di belakang saya harus rajjin melihat peta, untuk memastikan bahwa jalan yg kami ambil benar. Tujuan pertama kami pagi ini adalah ke Kintamani. Sepanjang jalan adalah pemandangan yang menarik bagi kami, sesekali kami berhenti untuk melihat Ogoh-Ogoh yang dipajang di balai adat. Kadang-kadang hingga membuat macet jalanan saja, tapi itu adalah satu kesempatan kami untuk menikmati budaya Bali.
Ujian pertama yang kami temui adalah persimpangan jalan, dengan satu bundaran di tengah-tengahnya dan tanpa petunjuk. Baiklah, ini hanya persoalan persimpangan jalan, kami bertanya dengan seorang bapak yang kebetulan ada di dekat kami berhenti saat itu. Sayangnya, si bapak memberi arahan yang terlalu membingungkan. Terlalu banyak belok kanan dan belok kiri. Beruntung ada sebuah bus antar kota dalam propinsi yang melewati kami. Tanpa pikir panjang, kami ikuti saja bus tersebut. Tetapi kami kehilangan jejak karena kami terhenti oleh kemacetan arakan Ogoh-Ogoh di desa setempat. saya melajukan lagi kendaraan mengikuti kata hati saja hahaha...
Setelah berjalan lumayan jauh, kami memutuskan untuk bertanya saja kepada seorang bapak tua yang sedang mengumpulkan rumput di tepi jalan. Beliau menyarankan kami untuk melewati jalan alternatif menuju Kintamani. Kami menurut saja, karena sejauh pandangan mata kami, jalan ini lumayan ramai. Jalannya bagus, jadi saya masih sempat mengambil gambar melalui ponsel dengan tangan kiri saya. Kanan kiri sawah hijau yang menghampar luas. Sesekali kami temui kebun kelapa, semakin tinggi jalanan, semakin sering kami menemui perkebunan jeruk di sisi kanan dan kiri. beberapa kilometer sejak kami berjalan dari tempat bapak tadi, kami mulai bertemu dengan rombongan-rombongan wisatawan mancanegara yang mengendarai sepeda-sepeda downhill. Dengan diikuti sebuah mobil bak terbuka di belakang mereka. kami menerka, mereka mengikuti tour pedesaan dengan sepeda. Benar saja, semakin ke atas, kami sering melihat basecamp tempat wisman-wisman tersebut beristirahat. Kebetulan sekali waktu liburan kami di Bali bertepatan dengan masa kampanye Pilkada Bali dan mendekati Hari Raya Nyepi. Setidaknya, ada bonus pemandangan yang tidak biasa bagi kami, yang tinggal di Jawa, yaitu, persiapan upacara adat yang akan dimulai pukul 14.30 Wita. Sejak pagi, sudah banyak terlihat warga memakai baju adat untuk persiapan upacara pada siang harinya. Pemandangan lainnya adalah banyaknya baliho bergambar calon Gubernur yang diletakkan di sepanjang jalan, sedangkan yang ukuran terbesar berada di dekat pura desa, tempat berkumpulnya warga. Tim suksesnya cerdas sekali bukan, gumam kami.
Tak terasa, sudah hampir 2 jam kami berkendara, sampai akhirnya bertemu dengan pertigaan lagi. logika harus selalu jalan, jika tidak, maka kita akan rugi waktu dan tenaga yang terbuang untuk kembali lagi ke jalan yang benar hahahaha.... Tidak lupa juga, bertanya kepada siapaun yang kami temui pertama di sekitar pertigaan, untuk memastikan jalan kami benar. 15 menit setelah mmencapai jalan utama yang besar, kami sampai di obyek wisata Kintamani.
Setelah puas menikmati keindahan danau Batur dan berfoto-foto, kami melanjutkan perjalanan berikutnya. Bedugul. Sebelumnya kami sudah melihat dan memperkirakan jarak dari Kintamani menuju Bedugul. kami harus kembali ke Gianyar, karena itulah jalan trayek umumnya. Sepertinya musthail untuk dapat menikmati matahari terbenam di Pantai Kuta sore harinya. Bagaimana kalau kita cari tahu saja jalan alternatif lagi? hehehe...
Bapak tukang parkir tempat kami bertanya apakah jalan ke utara ini bisa sampai ke Bedugul pun ragu akan jawabannya sendiri. Dia bilang bisa saja, tapi mesti lewat pedesaan, bukan jalan umum.. huft...
Nekat sajalah, yang penting masih ada orang yang bisa ditanya dan tentunya sinyal ponsel tersedia, untuk berjaga-jaga dalam keadaan darurat. Yang selalu kami ingat adalah pesan Bli pemilik kendaraan yang kami sewa "jika ada apa-apa, hubungi saya. Selama masih ada di Pulau Bali, jangan khawatir!"
Jalan yang kami lalui begitu menakjubkan. Kami ada di atas dataran tinggi, diantara 2 jurang dan lembah. Banyak-banyak istighfar yaa.. hehehe..
Sesekali kami temui kendaraan dari arah yang berlawanan, tapi tidak banyak. Paling-paling Bli yang mengangkut hasil bumi, mungkin untuk dibawa pulang. jalanannya semakin ekstrim saja, turunan yang curam yang dipadu dengan tikungan tajam membuat kami agak deg-degan juga. Kami ini perempuan, berdua, tidak tahu jalan, di pelosok Bali, di jalanan yang bukan trayek umum. Banyak sekali ketakutan dan pikiran jelek yang melintas di kepala. Sampai akhirnya kami tiba di perkampungan. Sedikit lega ketika melihat orang-orang berjalan kaki membawa sesaji di kepala. Ternyata sudah hampir pukul 14.30, persiapan upacara adat menjelang Nyepi. Daaan... Jalan utama ditutup dan dialihkan! Perasaan lega lenyap seketika. Kami terpaksa masuk ke kampung-kampung, dan kebun yang jalanannya rusak. Tidak ada pecalang yang berjaga atau petunjuk jalan yang disediakan. Lagi-lagi kami mengikuti kata hati, setiap persimpangan jalan kami bimbang antara ambil kanan, kiri atau lurus?? Sampai ketemu jalan utama lagi, senangnyaa... Dari kejauhan kami melihat hamparan kuning. Semakin dekat, kami lihat ternyata kebun Bunga Gumitir, bunga berwarna kuning biasa dipakai masyarakat Hindu Bali untuk persembahan atau sembahyang. luas sekali.. Kami pikir mungkin daerah ini pemasok utama bunga Gumitir ke seluruh Bali. Hanya bunga Gumitir yang kami liat sepanjang jalan. Indahnyaaa....
Ayo lanjut perjalanan lagi... Bedugul masih jauh rasanya.. Tidak jauh dari kebun Gumitir terakhir yang kami lewati, jalanan semakin ramai saja. Kami ikuti petunjuk jalan yang menyebutkan nama desa yang ada di peta kami, yang terdekat dengan arah ke Bedugul. Singkat cerita, sampailah kami di Bedugul, danau Brantan yang tertutup kabut tipis, namun dinginnya sudah terasa menusuk tulang, padahal waktu masih menunjukkan pukul 3 sore. Kami sempatkan menikamti jagung bakar di tepi danau. setelah itu kami sholat di masjid pertama yang kami temui selama kami seharian keliling Bali. Masjid megah yang masih dalam renovasi itu letaknya ada di atas, di seberang jalan Danau Brantan. Jika tidak mengejar matahari terbenamnya Pantai Kuta yang termasyur itu, kami ingin berlama-lama disini. Mengingat betapa menakjubkannya perjuangan kami menuju ke tempat ini. Aaah, mudah-mudahan ada kesempatan mengunjungi tempat ini lain waktu, InshaAllah.. (tanpa tersesat tentunya)
Perjalanan menuju Denpasar amat menyenangkan, banyak petunjuk jalan dan pengalaman melihat euforia masyarakat mengikuti upacara adat di semua desa adat yang kami lalui, di desa, bahkan di tengah kota sekalipun, tidak terkecuali.
Satu hari yang mengesankan, jalan alternatif, Kintamani, pegunungan, pelosok, bunga gumitir, upacara adat, danau Brantan, sunset Pantai Kuta.. Malam hari kami hanya berkeliling Jalan Raya Kuta untuk berburu oleh-oleh. Esok pagi adalah hari terakhir kami, kami ke pasar Seni Sukawati untuk memuaskan diri berbelanja dengan harga miring. Sayangnya, kami hanya dapat menikmati hari kedua kami sampai dengan pukul 15.00 Wita saja, karena semua jalan utama akan ditutup, listrik dipadamkan secara bertahap, termasuk mesin ATM (MashaAllah, ke Surabaya hanya mengantongi uang 8000 saja hahahaha seruuu!!!). Kami, juga ratusan calon penumpang pesawat lainnya sudah memenuhi Bandara Internasional Ngurah Rai. Padahal penerbangan kami pukul 21-40 Wita. Sedapnya duduk lesehan bersama banyak orang di selasar ruang tunggu bandara hahaha.. Benar-benar liburan singkat yang penuh cerita..
Selamat Berlibur...