Ramainya isu terkait bisnis tes PCR di Indonesia yang dilakukan oleh sejumlah pejabat negara semakin memanas. Menko Luhut Binsar Pandjaitan yang dicurigai meraup keuntungan dari bisnis PCR dipastikan tak bisa lagi menyangkal tudingan tersebut meskipun sempat dibantah pada sebelumnya.
Menanggapi isu tersebut, Ketua Jokowi Mania, Immanuel Ebenezer menyatakan bahwa data pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam bisnis tes PCR itu ia ketahui dan miliki. Ia juga tak mau memakai kata-kata menduga karena menurutnya itu memang benar dan bisa ia pertanggungjawabkan. Bahkan Immanuel bersedia dilaporkan jika memang pernyataannya tidak benar.
Menyoroti persoalan PT GSI yang terafiliasi dengan Luhut dan mengklaim bahwa perusahaannya tidak mencari untung dan membisniskan tes PCR, Immanuel mengungkapkan bahwa sejak tahun 2000-2021 perubahan akta perusahaan sudah dilakukan sebanyak 7 kali. Dengan perubahan akta tersebut mengartikan bahwa bisnis itu disamarkan.
Pada sisi lain, menanggapi terkait klaim PT GSI, dikatakan oleh Ketua YLBHI Asfinawati bahwa di dalam bisnis PCR memang ada peran Luhut yang terlihat. Sehingga Luhut terindikasi tidak jujur sekali pun persentase saham yang dimilikinya kecil hanya 10 persen saja.
Menurut Asfin, meskipun persentase saham yang dimiliki oleh pejabat itu kecil, tak menutup kemungkinan dapat berpengaruh pada bisnis PCR yang telah berjalan selama ini.
Asfinawati juga mengutarakan bahwa bukti keterlibatan Luhut ada pada kepemilikan saham sebesar 10 persen tersebut. Dengan adanya bukti itu, para pejabat yang membisniskan tes PCR dapat dikenakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Lanjutnya, nepotisme tidak harus dibuktikan dengan adanya korupsi, tapi dengan Perpres beneficial ownership dan UU tentang pemerintahan yang bersih dari KKN.
Tak hanya itu, sejumlah menteri pemerintahan Presiden RI Jokowi, selain Menko Luhut yang juga diduga ikut terlibat dalam bisnis PCR turut dikritik oleh Asfinawati. Di antaranya seperti Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Dijelaskan oleh Asfinawati, adanya larangan berbisnis bagi pegawai negeri atau ASN karena dikhawatirkan akan menimbulkan konflik kepentingan dalam bisnis tersebut. Sehingga pemerintah dirasa harus turun tangan dan menyelesaikan masalah tersebut sesuai hukum.
Tak ketinggalan, Komunikolog Politik Nasional Tamil Selvan juga memberikan kritik menohok pada kasus ini. Tamil berpendapat bahwa ternyata ketumpang tindihan kebijakan Menteri di Kabinet Jokowi sejak awal adanya pandemi Covid-19 yang  terjadi terungkap sudah.
Pandemi Covid-19 terlihat malah lebih dominan ditangani oleh menteri-menteri yang tidak berkaitan dengan tupoksi.karena di dalamnya terselubung bisnis.
Menurut Tamil, rakyat pun jadi paham bahwa itu adalah bentuk dari nepotisme terbuka dari adanya menteri yang bersikeras menangani Covid-19 padahal tidak berwenang.
Tak berhenti di situ, Tamil mengutarakan bila memang pejabat masih punya rasa malu, lebih baik mundur saja daripada membodohi rakyat berkedok entitas terpisah.