Sewaktu kecil sering aku menganggap simakku semacam tokoh antagonis di sinetron. Tiap saat tiap waktu aku dihujani jutaan kicauan sampai telinga terasa ditusuk jutaan duri. Simakku sempat kujuluki manusia tercerewet sedunia wal akhirat.
Tapi, ketika ibuku pergi dari kehidupanku lantaran dipanggil Yang Kuasa aku menyesal. Aku sangat kehilangan, ya sangat. Ternyata aku membutuhkan kecerewetan seorang simak.
Gambaran seorang ibu sebagai seorang yang lemah lembut tidak selalu harus diikuti. Tiap ibu punya karakter berbeda tergantung latar belakang kultur masing - masing. Simakku yang seorang istri petani yang harus tiap hari bergelut dengan panas dan lumpur sawah tentu beda dengan istri seorang priyai.
Yang sama dari sosok ibu adalah kehangatan dan jutaan perhatian yang tulus. Ekspresi perhatian boleh jadi berbeda, tapi simak tetap simak ibu tetaplah seorang ibu. Hari ini dan hari - hari berikutnya..... simakku selalu istimewa, tempatmu di singgasana termulia, aku rela menjadi debu di telapak kaki simakku.
http://www.arsaboling.blogspot.com/