Suara raungannya khas membelah jalan raya. Memekikkan kode ingin diprioritaskan. Pengguna jalan raya pun mengerti: ada bencana yang harus segera ditangani. Maka biarkanlah pemilik suara raungan itu melaju, jangan dihalangi! Pengguna jalan pun menepi. Lalu blangwir tergesa berlari dengan bunyi sirine yang nyaring menuju tempat nyala api ganas yang memporak-porandakan sebuah bangunan di sudut kota Jakarta.
Entah kapan pemandangan itu tak kan lagi terlihat di Jakarta. Pergantian gubernur sudah dilakukan, tapi angka kebakaran yang melanda DKI Jakarta tak kunjung menurun. Padahal anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Dewi Aryani, pada masa kampanye Pemilihan Gubernur (Pilgub) lalu pernah menjamin bahwa teror kebakaran akan berakhir saat Jokowi jadi gubernur.
"Mohon rakyat bersabar, teror berupa bencana kebakaran akan segera berakhir dengan terpilihnya pemimpin Jakarta yang benar-benar dicintai rakyat dan secara nyata akan membawa perubahan Jakarta menjadi lebih baik, lebih manusiawi, lebih bermartabat dan pro kepada rakyat segala lapisan," janji Dewi, medio Agustus 2012 lalu.
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2012/08/22/teror-kebakaran-berakhir-saat-jokowi-jadi-gubernur
Masih ingatkah kita pada musim kampanye putaran ke-dua lalu, Rieke Dyah Pitaloka sampai diusir oleh warga karena dinilai mempolitisasi kebakaran? Saat itu terjadi kebakaran di Jl Gotong Royong Pondok Bambu, Jakarta. Tempat itu menurut Rieke merupakan kantong suara Jokowi. Rieke hadir di sana dan kemudian dilakukan wawancara dengan Tv One. Saat sedang wawancara itu sekelompok masyarakat mengusirnya.
http://kabarpolitik.com/2012/08/23/rieke-diusir-dari-sisa-kebakaran-sebagai-jubir-jokowi/
Terobosan yang dilakukan Jokowi hanyalah menghadirkan sebuah alat yang ia beri nama "Pawang Geni" (Geni dalam bahasa Jawa artinya Api. Jokowi memberi nama jawa padahal ia memimpin di daerah suku betawi). Sebuah alat pemadam kebakaran. Padahal yang diperlukan Jakarta adalah pencegahan sistematis.
Apa yang diiming-imingi oleh kubu Jokowi sebelum menjabat menjadi Gubernur rupanya malah bertolak belakang dengan kenyataan.
Medio Januari hingga September 2013 telah terjadi 712 kebakaran. Kerugian mencapai 124 miliar. Apa yang dilakukan pemerintahan Jokowi dalam rentang waktu itu?
"Upaya yang dilakukan sama saja. Disiapkan orang kami, mengadakan latihan dan sosialisasi kepada masyarakat. Jadi sama saja," begitu pengakuan Subejo, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Damkar dan PB) DKI Jakarta. Tidak ada terobosan yang spesial.
Bulan September Pak Subejo mengungkapkan data itu, lalu pada bulan berikutnya, Oktober 2013, terjadi kebakaran yang melibatkan 1000 unit rumah di Kelapa Gading.
http://jakarta.okezone.com/read/2013/10/01/500/874474/1-000-rumah-terbakar-di-kelapa-gading
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR, Nurhayati Ali Assegaf mengungkapkan bahwa kebakaran seperti ini tidak pernah terjadi pada kepemimpinan sebelum Jokowi.
"Tidak pernah dalam sejarah. Fauzi Bowo, semua, tidak pernah ada 1000 rumah terbakar. Di mana pemerintah daerah? Semua tidurkah sampai rumah terbakar," kata Nurhayati.
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2013/10/19/nurhayati-setahun-jokowi-ahok-1000-rumah-terbakar
Kebakaran demi kebakaran masih terjadi di Jakarta. Rentang waktu Januari hingga April 2014 saja telah terjadi 280 kasus kebakaran dan menyebar di seluruh wilayah Jakarta dengan menimbulkan kerugian 51,66 Milyar. Berdasarkan data milik Dinas Damkar dan PB DKI, pada Januari terjadi 55 kasus kebakaran, Februari 80 kasus, Maret 71 kasus dan April 74 kasus. Kasus kebakaran paling banyak melanda wilayah Jakarta Barat, yaitu sebanyak 86 kasus. Kemudian, Jakarta Timur 66 kasus, Jakarta Selatan 51 kasus, Jakarta Utara 42 kasus dan Jakarta Pusat 35 kasus.
Yang paling fenomenal adalah kasus kebakaran dua pasar rakyat, Pasar Senen dan Pasar Rumput. Asap kebakaran di Pasar Senen mungkin masih mengepul sejak jumat, 25 April 2014, namun tiga hari berselang, pada tanggal 28 April 2014 terjadi lagi kebakaran di Pasar Rumput.
http://www.aktual.co/sosial/125025kebakaran-di-pasar-senen-hanguskan-ribuan-kios
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/14/04/28/n4pqo9-pasar-rumput-kebakaran
Siapa Yang Perlu Disalahkan?
Menurut Jokowi, yang perlu disalahkan adalah peninggalan gubernur Jakarta sebelum ini, warga Jakarta, PLN, dan instalasi listrik.
Pada masa kampanye lalu, sah saja bila tim Jokowi mengkritik kepemimpinan Gubernur DKI incumbent, Fauzi Bowo karena kurang sigap mencegah kebakaran di wilayah tanggungannya. Tetapi setelah memerintah, tentu harus ada pembuktian bahwa yang mengkritik lebih baik dari yang dikritik.
Tapi kenyataannya Gubernur-Gubernur DKI yang lalu masih saja disalahkan meski Jokowi sudah menggantikan mereka.
"Kita jujur, situasi di Jakarta peninggalan sebelumnya sangat padat, tidak terkondisikan dengan baik, saluran listrik tidak baik,” begitu pembelaan Eriko Sotarduga pada medio Oktober 2013.
http://news.detik.com/read/2013/10/22/114704/2392064/10/pdip-kebakaran-di-era-jokowi-peninggalan-gubernur-sebelumnya
Menarik juga disimak pembelaan diri Jokowi atas keluhan banyaknya kebakaran di wilayah tanggungannya. "Terus, yang bakar siapa? Yang bakar saya?" begitu pembelaan yang pernah ia ucapkan.
http://www.tempo.co/read/news/2013/10/20/231523168/Banyak-Kebakaran-Jokowi-Memang-yang-Bakar-Saya
Jokowi juga pernah menyalahkan warganya. "Kalau kebakaran itu bukan karena PLN. Tapi karena masyarakatnya saja. Tidak hati-hati," ujarnya di Balai Kota, 1 Oktober 2013.
http://metro.news.viva.co.id/news/read/448275-sering-kebakaran-di-jakarta--jokowi-salahkan-warga
Meski sudah bilang bukan salah PLN, tetapi Jokowi juga pernah menyalahkan PLN. "Mustinya kalau ingin memasang listrik, tanya sertifikatnya dulu ada atau tidak," katanyam 24 September 2013 lalu.
http://www.tribunnews.com/metropolitan/2013/09/24/jokowi-salahkan-pln-soal-kebakaran-di-pemukiman-padat-penduduk
Saat kebakaran di Pasar Rumput lalu pun Jokowi menyalahkan instalasi listrik. "Lihat di Pasar Senen, bangunannya sudah tua, kabelnya berseliweran di mana-mana. Standarnya sudah tidak benar," ujarnya 28 April 2014. "(Pengawasan kabel) tanya ke PLN (Perusahaan Listrik Negara). Masak gubernur suruh ngurusin listrik?" Sambungnya.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/14/04/29/n4sk66-pasar-rumput-terbakar-jokowi-salahkan-instalasi-listrik
Kritik Membangun Untuk Kepemimpinan Jokowi
Nada kecewa diungkapkan oleh Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI). Menurut mereka, Jokowi kurang cekatan mengantisipasi kebakaran pasar. Harusnya belajar dari kasus Pasar Senen, Jokowi segera ngecek pasar yang lainnya. Lah ini Pasar Rumput sudah keburu terbakar," Kata sekjen APPSI, Ngadiran, 28 April 2014 lalu di Jakarta.
Menurutnya, Jokowi harus menunjukkan komitmen yang sungguh-sungguh untuk memberdayakan pasar tradisional agar bisa menggerakkan roda perekonomian rakyat. "Kalau terbakar terus seperti ini berbahaya. Bisa-bisa sebentar lagi menjadi mall dan pasar modern," pungkasnya.
Musibah kebakaran bukanlah bencana alam seperti gempa bumi dan gunung meletus yang tidak bisa dicegah. Bencana ini adalah human error yang perlu penanganan serius dari berbagai pihak, dan di bawah komando seorang Gubernur Jakarta tentunya.
Kalau permasalahan klasiknya adalah instalasi listrik, tentu Gubernur bisa menggerakkan instrumentnya hingga tingkat RT untuk melakukan pengecekan ke tiap-tiap rumah, bekerja sama dengan PLN. Gubernur bisa 'blusukan' ke pasar-pasar untuk memeriksa instalasi listrik dibantu oleh staffnya.
Bukan pencegahan namanya bila sekedar menempatkan pawang geni di daerah-daerah padat. Memindahkan pemukiman padat ke rumah susun pun bukan berarti mencegah instalasi listrik ilegal dan berbahaya, karena di mana pun instalasi itu bisa diakali
Bencana ini adalah PR yang sangat mendesak namun sudah telat. Sementara gubernurnya sedang cuti/nonaktif dan sibuk dengan tantangan barunya.
*sumber foto: Social Media