Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Secupli Cerita tentang Jogja di Hari Valentine

16 Februari 2014   08:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:47 49 0
Daerah istimewa Yogyakarta ini mulai terpapar abu sejak pukul 02.00 pagi tanggal 14 Februari 2014, yang diawali dengan erupsi gunung Kelud pada pukul 22.49 hari sebelumnya.
Jumat, 14 September 2014,
Jogja masih sangat gelap, pukul 7 pagi tampak seperti pukul 04.00. Tampak abu menutupi atap rumah, dedaunan, jalan dan seluruh pelosok Jogjakarta, membuat hari yang seharusnya merah muda ini menjadi abu-abu. Semua aktivitas masyarakat lumpuh, utamanya kegiatan sekolah dan perkuliahan. Melihat keadaan ini, Rektor UGM merespon cepat dengan mengedarkan pengumuman bahwa semua kegiatan perkuliahan diliburkan. Meskipun libur secara “gratis”, namun Jogja yang notabene diramaikan oleh mahasiswa sontak menjadi sangat sepi.

Kelumpuhan tidak hanya pada bidang pendidikan, tetapi juga perdagangan. Hampir semua rumah makan dan pedagang kaki lima tutup. Ini merupakan bencana kedua bagi mahasiswa perantauan yang tidak memiliki stok makanan. Sistem delivery service tidak berjalan, dan bahkan beberapa di antaranya menolak. Memang tidak dapat disalahkan, sebab abu vulkanik sangat berbahaya bagi kesehatan.

Lupakan soal makanan, alihkan perhatian dari kelaparan dan media social menjadi satu-satunya penyelamat di tengah kungkungan yang diciptakan oleh alam. Hampir seluruh mahasiswa Jogja kompak memotret lingkungan kos mereka. Sebagian excited sebab ini merupakan pengalaman pertama merasakan hujan abu, sebagian lagi mempublish doa-doa yang dapat dibaca pada kondisi bencana.

Jogjakarta memang sangat tidak siap dengan kondisi ini, meski Gunung Kelud telah siaga sejak awal Februari lalu, namun siapa sangka Jogja yang berjarak 250 km juga terkena dampaknya. Stok masker di beberapa apotek habis, masalah besar di saat hujan abu seperti ini.

Rumah makan yang buka hanya rumah makan Padang, dan antriannya seperti antrian bagi sembako. Beberapa minimarket juga tetap beroperasi, namun suasana Jogja tetap seperti kota mati.

Sekitar pukul 14.00 beberapa daerah di Jogja (Bantul dan sekitarnya) sudah mulai diberikan rahmat berupa hujan air, meski abu berubah menjadi lumpur namun ini memberikan kesegaran yang luar biasa di tengah pengapnya abu vulkanik. Ini adalah pelajaran yang sangat berharga. Yaitu syukur. Bagaimana kita selalu bersyukur atas apapun berkah dari Tuhan. Baik musim panas maupun musim hujan.
Ya, hingga malam hari, Kota Jogja masih menunggu hujan air.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun