Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Kami Mencoba Mendunia, Indonesia

8 Mei 2011   09:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:57 649 0

Sore-sore padang bulan ayo konco podo dolanan rene-rene bebarengan rame-rame e..do gegojegan. Kae-kae rembulane yen disawang kok ngawe-awe koyo-koyo ngelingake konco kabeh ojo turu sore-sore………”[Manthous, Getuk]

Mendendangkan lagu Getuk yang sempat popular dinyanyikan oleh Manthous di atas, membawa ingatan saya ke masa kecil. Saya masih ingat setiap malam minggu, saya bersama teman-teman sepermainan waktu kecil sering berkumpul di depan rumah salah satu teman lalu bermain perang-perangan atau jek-jek-kan. Kami senangnya bukan main waktu itu. Apalagi jika suasananya padang bulan (bulan purnama). Kami akan pulang ke rumah masing-masing, jika orang tua kami sudah mencari atau karena kami sudah cukup lelah. Siang harinya, biasanya kami bermain boi-boinan atau permainan-permainan tradisional lainnya.

Saya memang asli dari Yogyakarta. Permainan-permainan yang saya sebutkan di atas hanya segelintir dari banyaknya permainan daerah yang mungkin saat ini sudah tidak terkenal lagi. Atau bahkan, sudah tidak ada. Ironis memang, permainan asli Indonesia tersebut kini mulai tergeser perlahan-lahan (ah, saya rasa bukan perlahan lagi, tapi sangat cepat) oleh permainan modern seperti PS dan kawan-kawannya.

Setiap daerah di Indonesia pastinya memiliki permainan asli. Di Yogyakarta sendiri, permainan seperti dam-daman, lurah-lurahan, gobak sodor, boi-boinan, jek-jekan, dan sederet permainan lain dulunya sempat populer dan menjadi permainan wajib anak-anak. Tapi anak-anak masa kini, jangankan memainkannya, mereka pasti tidak tahu ada permainan seperti itu. Salah siapa? Salah mereka? Hem, tentunya kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Toh, sepertinya memang sudah kodratnya bahwa permainan-permainan itu ditinggalkan. Sudah ketinggalakan jaman, begitu kata sebagian besar dari mereka.

Ah, apa mungkin mereka sudah ketinggalan jaman? Kok rasa-rasanya sadis sekali jika harus berkata seperti itu. Sebenarnya apa to yang membuat anak-anak jaman sekarang enggan untuk memainkan permainan-permainan asli Indonesia itu. Apakah mereka, permainan itu, sudah kalah pamor dengan permainan modern layaknya PS dan sebagainya. Padahal menurut saya, permainan itu tak kalah menarik dan seru dengan PS dan sebangsanya.

Tapi ya sudahlah, buat apa mencari-cari kesalahan. Toh, sudah terjadi. Mau apalagi.

Saya jadi ingat beberapa bulan lalu, tepatnya bulan Desember 2010, saya bersama teman-teman saya dari Teknik Industri UGM angkatan 2007 mengadakan acara bertajuk TOYBIZ 2010. Hem, apa hubungannya dengan kisah permainan di atas? Acara ini merupakan puncak dari salah satu mata kuliah kami, yaitu expo tentang permainan asli Indonesia yang sudah dimodifikasi. WOW, kok bisa??

Begini ceritanya.

Salah satu mata kuliah kami, yaitu proyek terpadu, mewajibkan kami untuk mengeksplore kreatifitas kami di bidang desain produk. Tema untuk tahun ini adalah PERMAINAN ASLI INDONESIA. Kami bebas untuk memodifikasi permainan asli Indonesia menjadi sesuatu yang ‘new’ dan memiliki nilai jual.

Dosen pembimbing kami mencontohkannya seperti ini: kalian tentu masih ingat dong dengan booming permainan beyblade. Permainan itu sebenarnya mirip kayak permainan gasing, right? Tapi mengapa bisa booming, bahkan dijadikan kartun segala. Hem, tentunya karena si gasing itu menjadi sesuatu yang ‘new’ dan memiliki nilai jual. Nah, berangkat dari sinilah kemudian muncul pertanyaan: lah beyblade aja bisa, kenapa permainan asli Indonesia yang unik-unik tidak bisa? Asal dikemas secara ciamik dan dibumbui nilai kreatifitas, tentunya permainan-permainan Indonesia akan kembali mendunia. Harapanya apa? Harapannya adalah untuk mengenalkan kembali, untuk MEMBUMIKAN kembali permainan-permainan asli Indonesia tersebut, untuk memboomingkan kembali, agar MENDUNIA kembali.

Kami para mahasiswa, yang berasal dari kumpulan daerah-daerah di Indonesia, mulai mencari-cari ide. Browsing di internet untuk mencari konsep permainan asli Indonesia. Ada pula yang bertanya dengan penduduk asli di Yogyakarta. Ada pula yang mengingat-ingat masa kecil mereka, seperti saya. Dan WOW, sangat fantastis. Permainan-permainan yang tidak kami kenal, atau SEDIKIT TERLUPAKAN (sedikiittt????), mulai bermunculan. Jumlahnya ternyata lumayan banyak.

Selama kurang lebih tiga bulan, kami mencari ide, mencari kombinasi permainan yang cocok, mulai menambahkan kreatifitas kami. Kami berharap dapat menciptakan permainan Indonesia dalam versi ‘new’, mengikuti perubahan jaman yang tidak bisa kami elakkan lagi. Dasar dari modifikasi ini adalah: kami memberi sentuhan MODERNISASI namun tetap mempertahankan NILAI-NILAI KEASLIAN dari permainan tersebut.

Dari hasil proyek ini, muncullah sekitar 15 kreasi permainan asli Indonesia dengan sentuhan ‘new’. Baiklah, sebagai bocorannya saya akan mengulas beberapa permainan itu dan sekaligus untuk me-refresh ingatan pembaca sekalian. Siapa tahu ada yang tahu, siapa tahu ada yang pernah memainkannya, siapa tahu ada yang ingat.

Ada yang tau bermainan conklak? Ah, kebangetan kalo enggak tau. Hahaha. Orang Jogja biasanya menyebutnya dakon. Inget? Permainan ini biasanya dimainkan oleh dua orang. Biasanya menggunakan biji sawo, kerikil kecil, atau yang lebih ‘modern’ menggunakan bola-bola kecil dari plastik. Trus bagaimana modifikasi dari permainan ini. Ada 2 tim yang mengembangkan permainan ini. Tim pertama mengembangkan permainan ini yang diberinama Congkling. Apa modifikasinya? Biasanya tempat untuk bermain congklak/dakon terbuat dari tanah liat/plastik. Nah, tim ini membuatnya dari bahan yang bisa menyala dalam gelap. Tempat ini portable dan dapat dilipat. Selain itu Congkling bisa juga dijadikan hiasan karena ada jam digitalnya. WOW.

Tim pengembang kedua membuat congklak menjadi bisa dimainkan oleh 2-6 orang. Biasanya kan cuma bisa 2 orang. Nah, tim ini membuat congklak/dakon bisa dimainkan lebih dari 2 orang. Siapa marketnya? Tentunya adek-adek kita di TK atau play group yang biasanya rebutan maenan. Lebih jauh tentang permainan ini, lihat gambarnya saja biar gag bingung.

Baiklah, sekarang tinggalkan congklak dan beralih ke kelereng. Pasti sudah kenal dong dengan kelereng. Modifikasinya, kelereng menjadi permainan seperti yang ada di Iphone. Jadi, si kelereng itu harus melewati labirin-labirin agar sampai ke suatu lubang. Permainan akan selesai jika kelerang itu sudah masuk ke lubang tersebut.

Ada pula yang mengembangkan dam-daman. Mungkin ada yang belum tahu apa itu dam-daman. Baiklah akan saya ceritakan sedikit tentang permainan ini. Dam-daman adalah permainan asli Yogyakarta. Permainan ini mirip dengan Halma. Dua hal utama yang harus dipahami dalam permainan dam-daman adalah bidak dan papan main. Bidak biasa dibuat dari batu maupun biji buah asem. Sedangkan papan main, bisa kertas atau tanah sekalipun yang digambar dengan motif tertentu. Tujuan utama dari dam-daman adalah menghabiskan bidak lawan. Bidak lawan dapat dimakan dengan cara melompatinya. Tahap melompati ini juga dapat diartikan sebagai salah satu cara untuk melangkah atau berjalan. Namun, bidak juga bisa berjalan dengan cara melangkahi satu per satu titik lewat garis yang tersedia.

Lalu apa modifikasinya?

Produk yang dibuat menggabungkan konsep permainan dam-daman, yoyo, dan mobil-mobilan. Inovasi yang dilakukan adalah konsep Puzzle 3 in 1, yaitu mobil yang bisa digunakan untuk bermain dam-daman serta rodanya bisa digunakan untuk bermain yoyo. Roda ini bisa menyala di kegelapan (glow in the dark). Selain itu, mobil-mobilan ini bisa digunakan sebagai hiasan ruangan. Menarik??

Ada pula yang mengembangkan permainan benthik. Apa itu benthik? Benthik menggunakan dua buah kayu. Kayu yang satu lebih panjang dari kayu yang lain. Benthik dimainkan di tanah lapang. Ada dua tim yang saling bertanding. Tim pertama jaga ketika tim lawan menjadi pemukul. Mula-mula tanah dibuat berlubang memanjang (kira-kira 20 cm). Kayu yang lebih pendek di letakkan di atas lubang itu, kemudian kayu yang lain digunakan untuk mencungkil. Inovasi dari permainan ini adalah permainan dibuat menjadi permainan dua dimensi yang dapat dimainkan di komputer.

Ada juga yang mengembangkan permainan gobak sodor. Gobak sodor dimainkan beregu. Inti permainannya adalah bagaimana caranya agar tim yang jaga menghalangi tim lawannya agar tidak masuk ke pintu-pintu (door). Inovasinya adalah permainan ini bisa dimainkan tanpa harus ke tanah lapang. Permainan dibuat menjadi miniatur. Pemainnya terbuat dari boneka-boneka yang bisa digerakkan oleh sensor. Jadi kita sebagai pemain cukup duduk dan menggerakkannya pake tangan.

Masih banyak lagi inovasi-inovasi lain. Namun, tak mungkin saya tulis di sini semuanya. Bisa-bisa jadi 1 novel nanti.

Intinya, kami mencoba membumikan permainan-permainan asli Indonesia. Tujuannya, agar orang-orang mengenal kembali permainan yang hampir terlupakan itu. Agar permainan itu tidak hanya dimainkan ketika acara 17-an saja.

Puncak dari acara adalah expo bertajuk TOYBIZ. Di expo ini, setiap kelompok berkewajiban untuk mengkomunikasikan produk modifikasi permainan asli Indonesia yang telah mereka ciptakan kepada pengunjung. Tujuan dari expo ini tidak lain tidak  bukan adalah MENDUNIAKAN KEMBALI PERMAINAN INDONESIA, versi ‘new’. Yap, versi ‘new’ karena sudah dimodifikasi lebih ciamik.

Sebenarnya usaha untuk melestarikan permainan ini sudah banyak dilakukan. Seperti diadakannya festival-festival permainan tradisional di beberapa daerah. Namun, sepertinya festival-festival itu belum cukup untuk MENDUNIAKAN permainan asli Indonesia. Mereka masih kalah dengan permainan modern yang lebih ciamik. Di sinilah tugas kita sebagai generasi muda untuk melestarikannya, entah bagaimanapun caranya. Tentunya, hal ini perlu didukung oleh berbagai pihak.

MARI KITA MENDUNIAKAN PERMAINAN ASLI INDONESIA.

KAMI SUDAH MENCOBA.

BAGAIMANA DENGAN ANDA.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun