Hal paling baru dari pidato SBY semalam adalah keinginannya untuk memperhatikan Si Peniup Peluit (
whistleblower) dalam upaya pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, peran LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) akan diperkuat sebagai salah satu cara untuk melindungi Si Peniup Peluit. Majalah Time (edisi 22 Desember 2002) menganugerahkan penghargaan
Persons of The Year kepada Cynthia Cooper, Coleen Rowley, dan Sherron Watkins atas keberanian ketiga perempuan itu membongkar skandal keuangan dan politik di tiga lembaga keuangan berbeda. Cynthia Cooper mengambil risiko personal dan profesional yang amat besar untuk membongkar skandal keuangan di WorldCom. Coleen Rowley mengambil sikap sama, membongkar skandal politik di FBI. Dan Sherron Watkins membongkar skandal keuangan di Enron. Sedangkan di Indonesia dikenal ada 3 laki-laki peniup peluit yang patut dikenang. Mereka adalah Khairiansyah Salman, Probosutedjo, dan Vincentius Amin Sutanto. Ketiganya sama-sama menjadi peniup peluit yang mampu membongkar mega skandal korupsi di Indonesia. Sayang keberanian mereka bukan diberi penghargaan sebagaimana 3 Srikandi di atas, namun malah diganjar dengan status tersangka. Khairiansyah Salman merupakan auditor BPK yang sedang melakukan audit investigatif di KPU (Komisi Pemilihan Umum). Dalam perkembangannya, Mulyana W. Kusumah (anggota KPU) berusaha melakukan penyuapan agar temuan BPK tidak dimasukkan dalam laporan. Upaya penyuapan tersebut dilaporkan Khairiansyah kepada atasannya (Hasan Bisri) dan kepada KPK. Mendapat laporan tersebut, KPK bergerak cepat dengan menangkap Mulyana W Kusumah di hotel Ibis dan esoknya segera melakukan penggeledahan di kantor KPU. Sayang, sebagai peniup peluit Khairiansyah justru ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus lain. Probosutedjo dikenal sebagai pengusaha dan merupakan adik tiri mantan penguasan orde baru. Keresahannya dipermainkan oleh proses hukum di Indonesia membuatnya melapor kepada KPK. KPK juga bergerak dengan sangat cepat dan akhirnya berhasil menangkap broker-broker mafia peradilan yang merupakan pegawai Mahkamah Agung dan Advokat yang merupakan pensiunan hakim tinggi. Senasib dengan Khairiansyah, Probosutedjo segera digelandang ke balik jeruji dalam kasus yang sedang dihadapinya dan dirasakannya ada permainan mafia peradilan di situ. Vincentius Amin Sutanto merupakan mantan controller keuangan di Raja Garuda Mas milik mantan orang terkaya di Indonesia, Sukanto Tanoto. Tuduhan melakukan penggelapan, membuat Vincent melarikan diri dan melaporkan kondisi tersebut kepada KPK. Karena kasus tersebut terkait dengan tindak pidana perpajakan, KPK segera bekerjasama dengan Dirjen Pajak untuk membongkar akrobat pajak di perusahaan milik Sukanto Tanoto tersebut. Keberaniannya membongkar penggelapan pajak di perusahaannya yang bernilai trilyunan rupiah juga membuatnya harus mendekam di penjara dengan tuduhan melakukan
money laundering dan penggelapan. Saat ini publik menunggu siapa Sang Peniup Peluit dalam kasus Century. Dengan track record nasib peniup peluit di Indonesia sebagaimana digambarkan di atas, apakah pihak-pihak yang mengetahui secara dalam tentang
Centurygate ada yang berani menjadi peniup peluit (
whistleblower)?. Belum lagi kinerja LPSK yang sempat tercoreng akibat ulah wakil ketuanya sebagaimana tergambar dalam rekaman pembicaraan telpon yang diputar di MK. Apakah pernyataan SBY untuk “melindungi” sang peniup peluit semalam cukup membuat peniup peluit Century berani tampil? Semoga di hari Antikorupsi Sedunia tanggal 9 Desember ini ada hadiah besar berupa munculnya sang Peniup Peluit Century. Amin
KEMBALI KE ARTIKEL