Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Ilusi Kasus Century

1 Desember 2009   01:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:07 1153 0
Akrobatik politik yang dilakukan Tim 9 (inisiator Hak Angket Kasus Bank Century) membuat suhu politik kembali memanas setelah kasus Bibit-Chandra mendekati babak akhir. Roadshow Tim 9 kepada tokoh-tokoh nasional seperti Amin Rais, Gus Dur, JK, dst menunjukkan bahwa mereka tidak main-main dengan hak angket Century, sebagaimana nasib hak-hak angket sebelumnya tidak jelas endingnya (kecuali Bulog Gate). Pada rapat paripurna hari ini, kemungkinan besar aksi Tim 9 akan mendapat legitimasi. Sebelumnya Duo Tantular (Robert dan Dewi Tantular) juga melakukan akrobatik perbankan sehingga mampu merampok banknya sendiri. Kecepatan JK membuat Robert Tantular tidak bisa berkutik. Gerakan-gerakan akrobatik yang memukau masyarakat di atas ternyata mengilhami publik, pengamat, wartawan untuk melakukan hal yang sama. Banyak dari mereka yang mampu membedah kasus Century dengan analisa yang tajam, namun banyak juga yang hanya berilusi. Ilusi pertama adalah soal keterlibatan Pak Boed dan Jeng Sri. Dengan menggunakan pisau berupa hasil audit investigatif BPK, Pak Boed dan Jeng Sri diduga merupakan aktor intelektual kasus Century. Benarkah demikian? Jika kita perhatikan baik-baik hasil audit investigatif BPK, yang paling banyak disorot adalah kinerja pengawasan BI (Bank Indonesia). Belum terlihat fakta perbuatan dari Pak Boed dan Jeng Sri yang mengarah pada perbuatan pidana. Oleh karena itu, memvonis Jeng Sri plus Pak Boed sama artinya mengkriminalisasi kebijakan KSSK (Komite Stabilitas Sektor Keuangan) / KK (Komite Koordinasi). Sebagaimana diketahui mereka memutuskan mem-bailout Bank Century berdasarkan input dari BI. Tindak Pidana (Korupsi atau Perbankan) baru bisa dibuktikan ketika ada mens rea (Guilty mind) atau opzet (kesengajaan) atas keputusan bailout tersebut untuk menguntungkan diri sendiri (Jeng Sri dan Pak Boed) atau orang lain. Konteks menguntungkan diri sendiri atau orang lain biasanya ditandai dengan adanya kickback (menerima suap) kepada mereka. Debat tentang resiko sistemik yang mendasari bailout Bank Century tidak akan pernah selesai didiskusikan karena pihak-pihak yang pro dan kontra mempunyai argumentasi yang sama-sama kuat. Dalam konteks penegakan hukum, kebijakan bailout Century tidak akan bisa dibawa ke ranah pidana kecuali ada niat jahat dari pengambil kebijakan tersebut (tidak hanya fakta adanya unsur melawan hukum yang sebenarnya juga masih debatable). Sejauh ini, Audit Investigatif BPK tidak sampai mengungkap keterlibatan kepada Pak Boed dan Jeng Sri yang mengarah kepada tindak pidana (korupsi atau perbankan). Ilusi kedua adalah kasus Century terkait dengan polemik kasus Bibit-Chandra. Kisruh Bibit-Chandra yang menguras energi pemerintah pada bulan-bulan kemarin dianggap merupakan upaya aktor Century untuk mengalihkan perhatian publik pada kasus Century. Ilusi publik adalah Bibit-Chandra memegang banyak bukti keterlibatan banyak big fishes dalam kasus Century, sehingga Bibit-Chandra dikriminalisasi dan pada akhirnya terjadi bargain agar mereka tidak membuka kasus Century. Benarkah demikian? Sampai saat ini belum ada data/informasi yang bisa menghubungkan kasus Century dengan kasus Bibit-Chandra, kecuali kegusaran Susno Duadji yang diisukan mendapat uang Rp 10 miliar dari Budi Sampoerna (deposan Bank Century) sehingga mencuatkan istilah "cicak vs buaya". Ilusi tentang Bibit-Chandra yang memegang data Century sehingga akhirnya dikriminalisasi, dapat dinetralisir dengan argumentasi sbb: 1. Jika asumsi tersebut benar, ending kasus Bibit-Chandra tidak akan seperti ini (hari ini akan Kepala Kejaksaan negeri Jakarta Selatan akan menerbitkan SKP2); 2. KPK tidak akan meminta bantuan BPK utk melakukan audit investigatif. Jika KPK sudah mendapatkan informasi atau alat bukti yang mencukupi, maka mereka akan melakukan penyidikan kasus Century. Meminta audit investigatif kepada BPK di saat KPK sudah mempunyai alat bukti yang mencukupi merupakan langkah pemborosan (kecuali KPK meminta audit perhitungan kerugian keuangan negara sebagai syarat untuk melengkapi penyidikan kasus yang merugikan keuangan negara/ daerah). Sepanjang pengetahuan saya, investigator di KPK lebih mumpuni. Banyak penyidik/penyelidik KPK mempunyai sertifikasi CFE (Certified Fraud Examiner) dan master di bidang Forensic Accounting dari Wollongong University. Jam terbang mereka pun lebih lama dibandingkan auditor BPK yang baru belajar audit investigatif pada tahun 2005. KPK juga mempunyai ahli computer forensic yang tidak dipunyai BPK. Belum lagi kemampuan melakukan intercept, surveillance, dan undercover. Publik juga mengetahui bahwa kewenangan KPK jauh lebih besar dibandingkan BPK. Jadi upaya KPK meminta audit investigatif kepada BPK jelas menunjukkan bahwa KPK belum mempunyai alat bukti yang cukup. Biasanya KPK tidak akan masuk secara terang-terangan jika belum mempunyai alat bukti yang mencukupi. Di sinilah peran BPK atau auditor lainnya diperlukan untuk memperoleh informasi awal untuk melakukan penyelidikan. Ilusi ketiga adalah adanya aliran dana kepada Tim Sukses SBY atau ke partai politik. Sala satu ilusi tersebut ditulis Bang Ichwan di sini (http://politik.kompasiana.com/2009/11/30/data-aliran-dana-century/). Kutipan dari tulisan tentang aliran dana century sbb: "Sementara itu, Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) memaparkan data aliran dana Bank Century ke Partai Demokrat dan Tim Sukses SBY-Boediono dalam Pilpres 2009 : “Ada sekitar 1,8 triliun yang mengalir. Ke KPU Rp 200 miliar, LSI Rp 50 miliar, Partai Demokrat 700 miliar, Edi Baskoro Yudhoyono 500 miliar, Hatta Radjasa 10 miliar, Djoko Suyanto 10 miliar, Andi Mallarangeng, Rizal Mallarangeng, Choel Mallarangeng, masing-masing Rp 10 miliar, Fox Indonesia 200 miliar, dan Hartati Murdaya Rp 100 miliar. Pemerintah yang berkuasa saat ini, mendapatkan kekuasaan dengan cara yang tidak benar dan dibiayai oleh hasil penjarahan uang rakyat di Bank Century, Sehingga kehilangan legitimasinya dan layak untuk dicabut mandatnya sebagai presiden,” kata Koordinator Bendera, Mustar Bona Fentura, kepada wartawan dalam jumpa pers di Jalan Diponegoro 58, Jakarta (Senin, 30/11). Selengkapnya baca di SINI” Sayang Bendera tidak menyebutkan sumber informasi tersebut, apakah merupaka fakta yuridis, opini, atau malah hanya ilusi. Ketua PPATK, Yunus Husein, menyatakan bahwa: "Dari penelusuran itu diketahui ada 50 transaksi dan mengalir ke 17 penerima, baik perusahaan dan individu. Namun, dari hasil pemeriksaan itu tidak terbukti adanya aliran dana ke politik." Kalaupun toh ada aliran dana ke pihak-pihak yang selama ini dicurigai, permainannya tidak akan sekasar itu. Akuntan atau fund manager tidak akan sebodoh itu mengelola dana-dana milik bos-bosnya. Mekanisme money laundering secara canggih dan upaya penyamaran pemilik dana merupakan cara yang biasa dilakukan akuntan atau fund manager profesional. Menelusuri aliran dana kasus Century memang cari paling tepat utk melihat siapa saja yang terlibat dalam kasus ini. Namun hal itu perlu usaha-usaha yang luar biasa. Sebagai contoh, pemerintah Filipina selama 12 tahun mengejar harta Marcos dengan Operasi Big Bird-nya (plus bantuan investigator Kroll yang terkenal itu). Hasilnya sangat mengecewakan bahkan diduga biaya untuk mengejar harta Marcos lebih besar dari dana yang bisa ditarik kembali oleh pemerintah Filipina (kurang lebih US$ 1 juta). Upaya pemerintah Indonesia untuk mengejar harta Soeharto, Edy Tansil, Hendra Rahardja juga mengalami kebuntuan. Namun demikian kasus ini memang menarik utk diikuti. Aliran Dana ke pihak-pihak yang diduga mendapatkan keuntungan dari Century Gate perlu diikuti dengan sabar, ulet, pantang menyerah, dan perlu back-up politis dari DPR dan Presiden. Mengandalkan PPATK yang hanya sebatas mempunyai data STR (Suspicious Transaction Report) dan CTR (Cash Transaction Report) untuk mengungkap aliran dana Century, ibarat menantikan durian runtuh adanya STR dalam kasus ini. PPATK tidak mempunyai database yang cukup untuk bisa mengungkap aliran dana ini secara cepat. Oleh karena itu, kita berharap Bankir-Bankir senior yang sebenarnya mempunyai informasi kemana saja aliran dana ini, bisa terbuka hatinya untuk membantu mengungkap ‘udang di balik batu’ kasus Century. Namun saya sendiri pesimis mereka dengan sukarela memberikan informasi tersebut (krn secara bisnis tidak akan menguntungkan mereka plus upaya berlindung di balik Rahasia Perbankan). Oleh karena itu, saya berdoa, semoga saja ada orang semacam Elliot Ness (akuntan sekaligus fund manager dari Al-Capone) yang mau membantu mempercepat pengungkapan kasus ini. Elliot Ness-lah yang menjadi whistleblower sehingga kejahatan Al Capone bisa terungkap. Siapakah Elliot Ness atau whistleblower dalam kasus Century ini?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun