Bicara mengenai malam 27 Ramadhan, sepanjang pengetahuan yang saya dapatkan dari sejumlah literature buku Islam dan hasil mendengarkan tausiyah ustadz, cukup banyak ulama yang mengatakan, kalau malam 27 Ramadhan merupakan malam Lailatul Qadar. Sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Dimana Allah menurunkan semua malaikatnya ke bumi untuk mencatat semua amal ibadah yang dikerjakan umat Islam. Bahkan dalam sebuah hadist, Nabi Besar Muhammad S.A.W juga pernah mengatakan, kalau malam Lailatul Qadar, jatuh pada malam 27 Ramadhan.
Karenanya, jika kita melakukan ibadah pada malam tersebut, maka kita akan mendapatkan pahala yang nilainya setara dengan amal ibadah selama 83 tahun. Umat muslim mana yang tidak mau mendapatkan pahala sebesar itu. Maka tak heran, di 10 hari terakhir Ramadhan, banyak umat Islam yang melalukan I'tikaf atau berdiam diri di dalam masjid untuk mengerjakan segala bentuk ibadah. Tujuannya tentu saja berharap mendapatkan malam Laitlatul Qadar, yang menurut Nabi, jatuh pada malam-malam ganjil, 21, 23, 25, 27, dan 29.
Sebegitu istimewanya malam Lailatul Qadar, sampai-sampai sejumlah riwayat pun berusaha memberikan ciri malam seribu bulan tersebut. Diantaranya, Sabda Rasulullah saw,"Lailatul qodr adalah malam yang cerah, tidak panas dan tidak dingin, matahari pada hari itu bersinar kemerahan lemah." Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah yang dishahihkan oleh Al Bani.
Rasulullah saw berabda,"Tandanya adalah matahari terbit pada pagi harinya cerah tanpa sinar." (HR. Muslim)
Manusia boleh saja mengira-ngira dan memprediksi soal jatuhnya malam Lailatul Qadar. Namun yang pasti, Lailatul Qadar tetaplah hal yang ghaib dan menjadi salah satu rahasia dan ketentuan Allah SWT.
Terlepas dari apakah Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-27 Ramadhan atau tidak, yang jelas, sudah sepatutnya kita mengisi hari-hari dan malam-malam terakhir Ramadhan dengan memperbanyak ibadah kepada Allah. Karena belum tentu, tahun depan, bertemu dan menunaikan ibadah puasa Ramadhan.