Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Be Wise, Live A Good Life Back

21 Desember 2013   16:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:40 17 0


Aroma keringat segar berjumpa dengan otot yang stretched. Dibalut baju kotor, beralaskan matras yoga yang tak lepas dari tas peralatan, beberapa jiwa muda sibuk work-out. Fisik luar habis-habisan diperindah. Apakah dengan begitu kebahagiaan terasa dekat? Alam mengajari bahwa bahagia dan damai itu ada di dalam batin, bukan di sisi luar, bukan?Sudah berapa lama jiwa-jiwa mencari-cari sesuatu ? Sebagus apa jiwa telah menemukan sesuatu itu ?  Self-talk ini datang begitu saja, ketika mata mengamati gemuruhnya “Namaste Festival,” pada minggu 1 Desember 2013, di Sultan Hotel, Jakarta yang bertema healing, yoga dan well-being.

Whithered plants
Sembari menjalani perayaan dan selebrasi fisik setiap hari, apakah jiwa mudah mencapai oneness  dengan Tuhan? Mengapa tanaman jiwa nampak semakin suram ?  Bagaimana jiwa-jiwametropolis harus menyirami banyak kehidupan yang layu dari dalam, menyegarkan wajah yang keriput sambil menidurkan punggung yang kaku ?Belum lagi, jiwa-jiwa yang menangis mesti dibalut, cinta yang terluka mesti disembuhkan dan  dendam pahit mesti disuruh pergi jauh.  Dan itu bukan lewat terapi fisik atau via nasehatguru spiritual, tetapi jenis petualangan diri yang nekat untuk "goes deep inside" sendiri.Spirit di dalamyang mesti ditembus agar mau bicara. Kabar baiknya,  diri sendiri telah menyediakan resep, terapi dan mantra yang siap pakai, siap menyembuhkan, jika ia diajak bekerjasama [wisdom collaboration].  Bahwa jiwa perlu dibebaskan untuk mengatakan hal-hal yang jujur tentang dirinya, sudah difahami oleh para guru spiritual dan orang bijak sejak lama. Diri kitalah yang perlu mendengarkan suara jiwa masing-masing.Indahnya, suara itu seolah menjadi Tuhan kecil yang menuntun.


Top 3 Life Obstacles



Pertama,



God speaks only one and then listen [God’s scripture, our prophet, our meditation]. Tuhan cukup sekali memberitahukan jalan-jalanNya yang benar, agar manusia hidup benar. Setelah itu Ia hanya duduk diam seolah bermeditasi.  Doa terjadi ketika manusia berbicara kepada Tuhan dan meditasi terjadi sebaliknya. Meditasi kita yang rutin jelas membangun jembatan komunikasi jarak dekat antara Tuhan dengan jiwa kita. Hanya seringnya, meditasi kita belum cukup. Nafas in & out tanpa bumbu kesadaran tinggi tentang hadirnya Tuhan di kehidupan. Meski kita telah duduk bersila dan hening, tetap saja kehidupan di sekeliling terasa nan gaduh dan Tuhan menjauh.



Kedua,



Human listens one and then speaks more. Mulut manusia terlalu banyak bicara [melalui doa permohonan], jarang mendengarkan suara Tuhan. Our knowledge tends to speak a lot. Semakin banyak bicara, semakin banyak salah. Semakin banyak pula membawa stress yang tak peerlumasuk.  Yogi, yogini dan meditaser, secara rutin mesti refleksi, mengapa asana yoga dan meditasi yang dilakukan terasa ritual tak cukup membawa rasa yang menyegarkan.  May be that is why most life are messy, untidy, disorganized and imbalanced.


Ketiga,


Wisdom yang seharusnya memberi rasa damai, terpinggirkan oleh gerakan materialisme. Itulah mengapa prinsip indah “peace in every step” Thich Nhat Hanh terasa retorika, tak menggigit kalbu. Mengapa jugabacaan the power of love, serasa hanya sensasi sesaat ? Kehidupan tetap dipenuhi rasa lain yang mudah khawatir, mudah takut dan kurang percaya diri ?

Berikut ini 3 praktek harian, yang semoga dapat membawa pulang keseimbangan alami dan ketenangan batin yang memudar. Semoga ini bukan jadi last bit of hope.


1.Daily Gratitude
Kesadaran bahwa setiap hari adalah hadiah dan keindahan, tetap wisdom terindah.  Wisdom tends to listen, not to talk.  Berdiam dan melambatlah ketika menghampiri Tuhan.  "I am so thankful for absolutely everything. I’m really grateful for everything. I really do not complain for everything."  Saya sungguh bersyukur untuk segalanya. Saya sungguh tidak mengeluh untuk segalanya. Daily gratitude menghindarkan diri tak terlalu banyak bicara, malahan melegakan jiwa yang hampa danmelepaskan beban yang menghimpit. Rasa syukur dimana-mana memang melegakan.  S ukses gagal, jika disyukuri,menjadi sama saja. Tak terasa, jiwakita tenang kembali, bahkan tanpa terapi fisik yang sulit. Ia mengalir seperti air.



2.Total surrender
Rasa khawatir adalah pembunuh efektif bagi ketenangan & kenyamanan. Sebaliknya, rasa  syukur yang meluap membuka jalan bagi datangnya “kepasrahan” secara alami, bahkan melimpah. "I really surrender toeverything. I really do not worry for everything."  Saya sungguh berserah untuk segalanya. Saya sungguhtidak khawatir dalam segala hal.Saya sungguhtakmemiliki hak atas apapun.Jalani saja apa adanya. Total surrender “menghalau” kekhawatiran. Ia malahmenggantikannya denganketenangan dan keteduhan. When bad things happen to good people, it is finally still good, but when goodthings happen to bad people, it remains bad.  Being Good or being bad bergantung kepada kualitas rasa syukurdan penyerahan diri. Yogi, yogini dan meditaser yang mampu membungkam rasa takutnya sendiri, akan menuai ketenangan dan kenyamanannya yang lebih tinggi. Ia seperti langit biru yang datang ketika malam di atas rumah.



3.Total Acceptance
Kepasrahan yang sepenuh-penuhnya membuka jalan bagi datangnya “penerimaan” akan segala sesuatu, baik maupun buruk. Semua adalah kadonya hidup. "I‘m really sincere for everything. I am really notselfish for everything." Saya sungguh ikhlas untuk menerima segala hal. Saya sungguh tidak egois untuk  segalanya.Acceptance adalah tahapan tertinggi  yang menghidupi jiwa dengan kedamaian yang kokoh dan permanen.  Dengan acceptance, musibah, beban hidup dan masalah seberat apapun, akan dirasakan ringan dan biasa. Bukan hanya tanaman jiwa segar kembali, tetapi kekuatan untuk menang bangkit kembali. Ia seperti cahaya.


“Rasa syukur yang meluap membuka jalan bagi datangnya kepasrahan.  Kepasrahan yang penuhmemberikelapangan bagi datangnya penerimaan akan segala sesuatu. Penerimaan menghadiahi hidup dengan kebahagiaan alami.”Semogajiwa-jiwa yang mencari menemukan, cinta yang hambar indah kembali, dendam yang pahit, pergi menjauh. Lalu hidup yang baik datangkembali. Ia jelas tak harus menjadi kebaikan bagi sufi, ulama, pendeta atau biksu saja.


“God grant me the serenity to accept the things I cannot change, the courage to change the things I can, and the wisdom to know the difference.” Reinhold Niebuhr [1892-1971]. Tuhanberilah aku ketenangan untuk menerima hal-hal yang aku tak bisa ubah, keberanian untuk mengubah hal-halyang aku bisa, dan kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaannya.
Selamat Natal 2013 dan Tahun Baru 2014


Harry purnama @ Mature Leadership Center [MLC],harry.uncommon@yahoo.co.id

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun