Meski agak terlambat , tetapi karena syarat dengan idealisme maka perlu juga disosialisasikan upaya yang mulia ini. TNI-AD menggelar "Ekspedisi Kalimantan Khatulistiwa 2012 (EKK-2012) ", yang melintasi hutan di
"Tim ekspedisi ini didesain dan berkolaborasi dengan berbagai elemen masyarakat yang meliputi TNI, pemerintah, pemda, masyarakat madani, para pecinta alam dan para peneliti dari kalangan perguruan tinggi. Iwan menjelaskan, tim ekspedisi beranggotakan sebanyak 1.100 orang yang nantinya akan melaksanakan penelusuran dan jelajah medan di wilayah perbatasan, penelitian juga akan melihat tentang kerusakan hutan, apakah hal itu terjadi karena diakibatkan oleh alam atau diakibatkan oleh manusia. Juga aka nada kegiatan bakti sosial, kegiatan penghijauan termasuk untuk melihat potensi kemungkinan bencana di wilayah tersebut.
Peneliti juga akan melakukan kegiatan penyelamatan flora dan fauna yang diduga akan mengalami kepunahan di Kalimantan, mereka juga akan berupaya menemukan spesies baru, karena Tim ini juga disertai para personil peneliti dari LIPI, ITB, UNPAD serta para peniliti dari daerah itu sendiri. Terlihat Pemda juga memberikan apresiasinya, hal ini terlihat dari sambutan Sekretaris Daerah pemkab Barito Utara, Bambang Edhy Prayitno saat menerima tim peninjau dan juga sekaligus mengatakan mendukung kegiatan ini; pemerintah daerah siap membantu tim ekspedisi apalagi wilayah Kabupaten Barito Utara termasuk salah satu daerah lintasan ekspedisi. Dukungan ini akan kita teruskan kepada dinas terkait, LSM, generasi muda, masyarakat di daerahnya khususnya untuk memberikan dukungan, sharing pengalaman dll yang diperlukan.
Dalam pengarahannya saat pelepasan tim ekspedisi, Minggu (1/4), di Situ Lembang, Jabar, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo, didampingi Danjen Kopassus Mayjen Wisnu Bawatenaya, menegaskan, tujuan utama ekspedisi itu adalah kebersamaan. ”Tidak ada sipil, tidak ada militer. Kibarkan bendera Merah Putih di tengah Kalimantan,” tegasnya waktu itu. Ekspedisi Khatulistiwa 2012 akan berlangsung 3,5 bulan yang terbagi dalam tiga kegiatan. Pertama kegiatan pengenalan medan Kalimantan yang dilakukan dengan menelusuri perbatasan mulai dari Tanjung Datu di Kalimantan Barat sampai Pulau Sebatik di Kalimantan Timur ± 2004 km; jelajah rawa, sungai, atol dan pantai dari Pontianak sampai Nunukan sepanjang ± 4.000 km; serta kegiatan penelitian dan komunikasi sosial.
Kasad menekankan,selama ini ”Kita kenal cinta Tanah Air, tapi kita tidak kenal tanah dan air,” ujar Pramono. Ia mengatakan, jangan sampai orang asing lebih kenal Kalimantan daripada orang Indonesia. Jangan sampai potensi alam Indonesia lebih diketahui asing. ”Tunjukkan kau kenal karena kau yang punya Kalimantan,” kata Pramono di depan para prajurit dan peneliti muda.
Melihat Sendiri Isolasi di Perbatasan
Di hari hari pertama, bisa dipastikan pastilah semangat para ekspedisi masih menyala, tetapi nanti kalau sudah separuh jalan, barulah semuanya akan bisa lebih jelas. Bagaimana perpaduan wilayah perbatasan yang dibingkai dalam berbagai keterbatasan, baik karena minimnya sarana dan prasarana juga kurangnya perhatian untuk pembangunannya sendiri. Padahal semangatnya dari awal sudah jelas, yakni menjadikan wilayah perbatasan sebagai halaman depan bangsa.
Tim Peneliti Ekspedisi Khatulistiwa Sub Korwil-I Sambas diperkuat Tim Geologi dan Potensi Bencana (25/4/) menemukan batu raksasa berbentuk mangkok di Tanjung Datu, Desa Temajok, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas. Batu yang mirip dengan mangkok ini panjang lebih kurang 30 meter dan tinggi 15 meter. Batu ini terbentuk karena hasil pengendapan selama ribuan tahun. Tim juga mendatangi Batu Bejulang dan goa yang berada tepat di atas punggung Bukit Tanjung Datu. Di goa ini adalah ruangan-ruangan yang terbentuk oleh tumpukan batu pasir yang kemudian menjadi tempat habitat walet. Goa ini berada pada elevasi ± 420 m diatas permukaan laut.
Tim “kehutanan” Lettu Inf Cosmos dan Sertu Setya juga menemukan beberapa pohon yang hampir punah, diduga akibat penebangan liar sekitar akhir tahun 90-an, bekas potongan pohon masih tampak jelas berada di Bukit Tanjung Datu dengan diameter pohon rata-rata 75 cm.