Cukup lama saya tertegun, menyaksikan sebuah foto yang terpampang di sebuah artikeldi media online, detik.com beberapa waktu lalu, berjudul,“Jasad wanita paling buruk rupa di dunia dimakamkan setelah 150 tahun”.
Foto itu yang mengingatkan kitapada sebuah teori manusia kera yang sering dijadikan sebagai bukti evolusi oleh para evolusionis.
Saya tidak bermaksud untuk menghina si pemilik wajah unik itu. Tulisan ini hanya sekedar ingin mengingatkan sekaligus membuktikan bahwa teori evolusi, dalam hal ini teori evolusi manusia adalah sebuah kekeliruan. Manusia kera adalah julukan yang disematkan kepada jasad si wanita malang ini. Ejekan sebagai manusia kera dikarenakan memiliki pertumbuhan rambut yang berlebihan di seluruh tubuhnya dan pertumbuhan gusi yang juga berlebih. Ciri ini juga mengingatkan kita pada seorang gadis kecil di Gorontalo yang diberitakan beberapa tahun yang lalu.Manusia kera juga sering digunakan oleh para evolusionis untuk menyebut mahluk missing link yang menghubungkan antara kera dan manusia.Tetapisiapakah pemilik wajah yang dijuluki manusia kera yang baru dikuburkan setelah 150 tahun itu?
Jasad wanita yang sudah menjadi mumi itu bernama Julia Pastrana yang lahir pada tahun 1834 silam di Meksiko. Bentuk wajah yang mirip kera itu disebabkan oleh penyakit yang diidentifikasikan sebagai hypertrichosis dan hyperplasia. Wajah yang terlihat aneh inilah yang menyebabkan dia dijuluki sebagai wanita kera.
Kemiripan wajahnya dengan kera membuat seorang pimpinan sirkus, Theodore Lent, tertarik untuk memamerkannya ke seluruh penjuru dunia. Belakangan, pada tahun 1850, Lent malah menikahinya. Sayangnya sepuluh tahun kemudian Pastrana malang itu meninggal di Moskow, ketika hendakmelahirkan putranya. Nahas, putranya yang memiliki ciri-ciri fisik seperti ibunya ini pun meninggal juga beberapa hari kemudian. Entah karena saking cintanya ataukah untuk keperluan bisnisnya, sehingga Lent kemudian mengawetkan dan membalsem jasad istri dan anaknya untuk dibawa keliling dalam pertunjukan-pertunjukan melalui rombongan sirkusnya.
Keunikan wajah yang menyerupai kera itu (mungkin) dianggap punya nilai jual, yang mampu menarik minat banyak orang untuk menonton.
Seratus lima puluh tahun, jasad itu dipamerkan ke seluruh dunia, hinggak akhirnya tidak terurus lagi sebelum akhirnya jatuh ke tangan Universitas Oslo, Norwegia. Dan baru tanggal 12 Febuari 2013 yang lalu jasad itu dimakamkan secara layak.
Bentuk wajah seperti manusia kera itu sebetulnya tidak asing bagi kebanyakan mahasiswa Biologi karena banyak menghiasi buku-buku teks mata kuliah di jurusan tersebut, bahkan sekolah menengah atas. Ilustrasi gambar itu dianggap sebagai bukti yang mendukung kebenaran teori evolusi, khususnya evolusi dari kera ke manusia.
Kemunculan Julia Pastrana, tentu saja membukakan mata kita bahwa bentuk-bentuk wajah seperti itu, ternyata ada pada manusia modern, bahkan sangat banyak. Sehingga tentu saja ilustrasi yang ada pada buku-buku teks itu, tidak bisa dipertanggungjawabkan lagi secara ilmiah. Apalagi jika bentuk wajah seperti itu dianggap sebagai wajah “missing link”.
Dahi yang menonjol dan tebal, rahang yang besar dan kuat, dan kulit yang berbulu sangat banyak di temui pada suku-suku tertentu.Saya sudah melihat hal itu, ketika melakukan perjalanan ke pedalaman Australia. Sangat banyak ciri-ciri itu ditemui pada masyarakat asli penduduk di sana, Aborigin.
Dugaan saya, jika Julia Pastrana ini ditemukan oleh para evolusionis dalam bentuk fosil, bisa jadi akan disebutnya sebagai leluhur manusia modern, lengkap dengan nama latinnya, yang mungkin diberi nama "Julia pastranaensis".
Dari ketiga contoh “manusia kera” di atas, maka apa yang disebutnya sebagai manusia kera, dan apa yang disebutnya sebagai “missing link” sesungguhnya juga ada pada manusia “modern” saat ini. Sehingga teori evolusi yang mengatakan bahwa manusia kera sebagai “missing link” adalah sebuah kekeliruan.
***
“Juliana, dari kalung yang engkau kenakan, menandakan bahwa engkau mahluk yang mulia. Sudah seharusnya jika engkau dimakamkan secara terhormat”.