Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Lolos dari Maut, Dia Dipanggil Slamet

5 Oktober 2011   05:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:19 203 2
Yitno adalah nama belakang dan nama panggilan sehari-hari suamiku. Sejak kecil dia sudah ikut Simbah, sementara kedua orang tuanya tinggal di kota lain. Di rumah Simbah tinggal, terdapat 2 Bulik dan 2 Pak Lik. Yitno bersekolah di SD Petompon Semarang. Letaknya di pojok tenggara perempatan dari arah RS Kariadi ke Sampangan. Jalan itu memang ramai karena banyak pengguna jalan menuju ke arah kampus IKIP dan yang lurus dari timur ke arah Sam Po Kong atau ke jalur barat.

Setiap pagi Yitno kecil selalu berangkat sekolah di SD Petompon itu dengan berjalan kaki dan menyeberang jalan dari kampung Gisiksari yang berada di sebelah utara daerah Petompon. Sejak kelas 1 SD, Yitno seringkali terserempet kendaraan. Yang paling sering adalah dengan motor. Akibatnya sering tidak masuk sekolah karena musibah ini, Yitno harus mengulang di kelas satu selama setahun.

Hingga suatu kejadian di kelas 2 SD, saat sepulang sekolah sendirian terserempet sebuah mobil sedan. Akibat terserempet itu, salah satu Bu Lik Yitno yang lupa menjemput saat pulang dimarahin habis-habisan oleh Simbah. Alhamdulillah pengendara mobil sedan itu bertanggung jawab penuh terhadap Yitno. Seluruh biaya di rumah sakit ditanggung penuh. Luka yang paling parah ada di tengah-tengah dahi sedalam 2 mm dijahit. Bekas luka itu selebar 4 mm dengan panjang vertikal 20 mm.

Setelah Yitno sembuh, kemudian kembali ke sekolah diantar Bulik dan Simbah. Hari pertama masuk, Simbah membawa sego gudangan untuk selamatan Yitno yang dananya diberi oleh si pemilik sedan.Sebelum dibagikan kepada guru dan teman sekolah, sego gudangan dibacakan do’a terlebih dahulu. Sebagai ucapan rasa syukur atas diberi keselamatan selama ini dalam perjalanan ke sekolah dan semoga terhindar dari musibah yang sama. Dan Simbah meminta teman-teman sekolah dan guru untuk memanggil Yitno menjadi Slamet artinya selamat.

Sejak itu panggilan Yitno sudah jarang dipakai. Para tetangga pun memanggil Slamet. Hingga sekarang nama panggilan itu lebih melekat, karena Bu Lik, Pak Lik , Bapak dan Ibu serta kerabat-kerabat yang lain lebih mengenal Yitno sebagai Slamet. Di kampung tempat tinggal sekarang pun tetap mempunyai dua nama panggilan menurut KTP dan panggilan masa kecil yaitu Slamet, padahal kami tinggal jauh dari tempat tinggal masa kecilnya. Para kerabat lebih memperkenalkan nama Slamet daripada Yitno.

Pun sejak musibah terserempet dengan sedan itu tidak berakibat fatal terhadap daya tangkap pelajaran. Alhamdulillah semua berjalan dengan baik. Sempat mendapat julukan mletik (melesat) saat SMA, karena sedikit menonjol dalam ilmu eksakta.

Salah satu suami Bu Lik pernah jengkel dengan Slamet. Saat itu penerimaan rapor di SD nya. Sudah menunggu lama kok tidak dipanggil-panggil. Akhirnya Pak Lik bertanya kepada guru wali kelas.

"Kok nama keponakan saya belum dipanggil-panggil, padahal peserta pengambil rapor sudah mau habis."

"Nama keponakan Bapak siapa?"

"Slamet"

"Lho di sini tidak ada Slamet"

Akhirnya Pak Lik pulang bertanya sama Simbah, nama lengkap Slamet siapa? Kemudian kembali ke sekolah mengambil rapor.

"Nama keponakan saya Yitno, Bu."

"Oo itu Yitno." Kata Bu wali kelas jadi teringat nama Slamet alias Yitno.

He he he, ternyata nama Slamet cuma nama panggilan saja yang tidak mengubah namanya di buku rapor. Pak Lik pun jadi tahu ternyata nama sebenarnya Si Slamet ini.

Sejak dipanggil Slamet, Alhamdulillah Slamet selalu selamat dalam perjalanan. Mudah-mudahan nama menjadi berkah bagi penyandangnya. Dengan selalu berdo’a dalam setiap aktivitas semoga terhindar dari hal-hal yang buruk. Jangan lupa tengok kanan dan kiri sebelum menyebrang jalan atau pakailah tangga penyebrangan jika ada. Selamat beraktivitas.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun