Jalanan macet beratus-ratus meter. Angkutan umum sumpek, rawan, dan ugal-ugalan. Pemandangan ini sudah jamak dijumpai di ibu kota negeri tercinta ini. “Kabar baiknya” (?), Jakarta punya “teman”, tidak sendiri. Menurut situs www.dw.de, fenomena serupa juga terjadi di negara-negara Asia Tenggara. Alasannya pun seragam: lajunya pembangunan kota, jumlah dan mutu infrastruktur angkutan umum yang menyedihkan, dan jumlah kendaraan pribadi yang tak terhentikan. Di sisi lain, pertambahan panjang ruas jalan merayap layaknya kura-kura. Akibat macet, biaya ekonomi dan sosial meroket. Pengguna kendaraan harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli bensin. Waktu para pekerja untuk bercengkerama dengan keluarganya makin pendek. Polusi udara semakin menyesakkan.
KEMBALI KE ARTIKEL