Pilihan keliru dimaksud ialah sangat ingin dan bersemangat meraih kesuksesan serba instan serta melakukan segala cara supaya bisa menikmati kemewahan. Alhasil disadari atau tidak, kita telah memilih tertawa atau larut dalam gembira-ria terlebih dahulu, baru menangis kemudian.
Seseorang yang sedari awal menyadari, dirinya tidak punya basis massa yang signifikan, tetapi tetap ngotot dan semangat '45 mencalonkan diri menjadi kandidat kepala daerah. Ujungnya seperti sudah ditebak, dia menuai kekalahan telak, tabungan ludes, utang di sana-sini, keharmonisan rumahtangga pun terganggu. Orang seperti ini juga lebih memilih tertawa dulu, menangis kemudian.
Para caleg yang saat ini diliputi kegembiraan dan optimisme berlebihan karena memperoleh nomor urut 1, pada April 2014 mendatang, kita akan sama-sama menyaksikan akan sangat banyak para caleg itu ‘menangis berjemaah’.
Mereka menangisi dan meratapi nasib sialnya, karena telah rela menjual mobil, sepeda motor, dan mengutang sana sini, demi membiayai keperluannya sebagai calon legislatif.
Tapi kursi yang diimpikan tak berhasil didapat. Para caleg yang gagal total itu, ujungnya tak cuma sekadar menangis, bisa jadi akan ikut tertawa juga, mereka tertawa-tawa, tertawa terus :Â seorang diri !
Orang yang sudah berumahtangga, tiba-tiba terlibat dalam perselingkuhan, termasuk dalam kategori tertawa dulu, nangis kemudian. Sebab perselingkuhan lazimnya bisa menimbulkan perceraian bahkan pembunuhan.
Ketika palu perceraian diketok, barulah air mata mengalir bercucuran. Tak kuasa membayangkan derita akan segera berpisah dengan anak-istri, yang sebetulnya teramat sangat disayanginya.
Dalam hal ini King of Dangdut, Rhoma Irama, benar sekali saat bersenandung dalam bait lagunya, "Kalau sudah tiada baru terasa, bahwa kehadirannya sungguh berharga, sungguh berat hati ini, kehilangan dia".
Begitulah manusia, setelah kehilangan seseorang, barulah muncul penyesalan sangat mendalam. Setelah dirinya tiada, kita senantiasa teringat semua kebaikan serta sejuta kenangan indah kala bersamanya.
Kalau tak ingin tertawa dulu, nangis kemudian, seperti dialami Bupati Madina, Luthfi Hasan Ishaq, Ahmad Fathanah, Angelina Sondakh, Nazaruddin, Andi Mallarangeng dan lainnya.
Hal yang perlu dilakukan, tiada lain senantiasa mensyukuri nikmat yang diberikanNya serta tak terlalu ngoyo dan ambisius menjalani kehidupan. Dan satu hal yang lebih penting lagi, rajin-rajinlah bercermin. Dengan sering memandang dan menelanjangi diri sendiri di depan cermin, lambat laun akan muncul kesadaran tentang kelemahan dan kelebihan diri kita sendiri.
Kesadaran tentang jatidiri niscaya akan membuat kita selalu mawas diri dan selalu tahu persis kapan saatnya untuk tertawa serta tak pernah terkejut, bila tiba saatnya menangis.