DUA pekan lalu saya mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Jogja. Saya datang ke kota bersejarah itu untuk menghadiri awarding night Lomba Karya Tulis Kebencanaan untuk Insan Pers 2011 yang diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam rangka bulan pencegahan risiko bencana (PRB).
Saya berkunjung ke Jogja sebenarnya full service. Sebab, BNPB menyediakan akomodasi lengkap untuk setiap pemenang lomba, mulai transpor pulang pergi (PP), hotel, transpor lokal, sampai uang saku.
Kunjungan saya ke Jogja kali ini merupakan yang pertama setelah sekitar hampir 15 tahun yang lalu. Tentu, wajah Jogja hari ini sudah jauh berubah dibandingkan 15 tahun lalu, meskipun kearifan lokal masyarakatnya tidak luntur.
Sebelum berangkat ke Jogja, saya sudah me-list destinasi yang mau saya kunjungi di sela-sela agenda yang telah disusun oleh panitia BNPB. Karena waktu dan fasilitas yang terbatas, saya hanya memaksimalkan mengunjungi beberapa lokasi di kawasan kota, khususnya di sekitar Malioboro.
Diantara sekian destinasi yang hendak saya kunjungi, salah satu target saya adalah warung angkringan. Ya, warung angkringan adalah warung khas Jogja. Warung angkringan sangat mudah ditemukan di kotanya Sri Sultan Hamengkubuwono X itu. Di setiap jengkal jalan, pasti ada warung angkringan, terutama di malam hari.
Hari itu saya sudah masuk tiba di Bandara Adisutjipto sekitar pukul 10.00. Naik Transjogja, saya langsung menuju kawasan Malioboro. Jalan-jalan sejenak menyusuri kawasan wisata belanja itu, saya lalu mampir di sebuah warung angkringan di dekat Malioboro Mall. Saya lupa siapa nama penjualnya.