Banyak negara mulai menyadari bahwa memerangi wabah COVID-19 bukan sekedar urusan "testing, testing, testing," atau "Lokdan lokdon". Pengaruhnya bukan sekedar ke imunitas masing-masing individu, tapi juga terkait urusan perut.
Singapura adalah salah satu contoh paling tepat untuk menjelaskan ini. Setelah berbulan-bulan dipuja-puji SJW dengan kasus yang sangat sedikit dan test rate yang luar biasa, ternyata terbukti menyimpan bom waktu dengan adanya diskriminasi terhadap pekerja migran. Para pekerja yang banyak berasal dari Asia Selatan dibuat tinggal bertumpuk-tumpuk di dormitories (alias bedeng) dan sempat luput dari perhatian kesehatan, akhirnya menjadi bumerang yang menjadikan Singapura saat ini memiliki kasus tertinggi di Asia Tenggara.
Wabah COVID-19 ternyata berhubungan dengan diskriminasi dalam pelayanan oleh negara.