Saya pernah merasakan sahur dan beribadah dibulan Ramadhan ketika mati lampu, dan itu sangat mengganggu keyamanan saya.
Setelah saya telusuri kondisi PLN saat ini, PLN sedang dilanda isu kasus korupsi (LTE PLTGU Belawan). Namun sedikit mengherankan juga apabila PLN terjangkit kasus korupsi. Seperti yang sama kita ketahui Nur Pamudji sebagai dirut PT PLN pernah mendapatkan Bung Hatta Anti-Corruption Award 2013 atas upayanya dalam memberantas dan mencegah korupsi diperusahaan yang dipimpinnya. Nur Pamudji sendiri bahkan berani mempertaruhkan jabatannya apabila ada pihak didalam perusahaannya melakukan tindakan korupsi.
Lalu bagaimana dengan kasus korupsi tersebut?. Apakah benar kasus LTE PLTGU Belawan merupakan sebuah kasus korupsi?.
Berikut saya himpun tanggapan para pengamat terhadap kasus LTE PLTGU Belawan.
1. Todung Mulya Lubis
Beliau adalah kuasa hukum PLN. Menurutnya kasus yang terjadi di LTE PLTGU Belawan tersebut sangat mengherankan. Ia berpendapat bahwa tuduhan dari kejaksaan tidak benar dikarenakan beban 123 MW yang diperoleh penyidik Kejagung bukan berasal dari hasil pengujian tetapi kejaksaan hanya menyaksikan mesin yang pada saat itu hanya memikul beban 123 MW di siang hari. Padahal berdasarkan pengujian yang sebenarnya oleh lembaga sertifikasi, daya mampu GT 2.1 mampu mencapai 140,7 MW sehingga melebihi daya mampu minimal kontrak.
Tidak hanya itu, kejaksaan yang menilai PLN merugikan keuangan negara juga tidak berdasar. Alasannya, realisasi nilai kontrak justru jauh lebih kecil dari HPS kontrak awal. Pada HPS kontrak awal dengan pemenang tender Mapn CO, tertulis sebesar Rp 645 miliar, sementara harga yang tertuang dalam kontrak hanya 431 miliar.
2. Pakar Hukum Universitas Indonesia, Dr Dian Simatupang
Menurut Dian, dalam kasus PLN tidak ada unsur kerugian negara. Dalam hal proyek peremajaan PLTGU Belawan ini tidak ada uang negara dalam APBN yang digunakan. Namun dana yang dipakai dalam proyek tersebut murni menggunakan anggaran dari PLN.
Menurut ia lagi, yang dialami PLN ini merupakan kelanjutan bentuk pendzoliman yang dilakukan oknum Kejaksaan. Akibat ulah oknum-oknum kejaksaan, turut menyebabkan sistem hukum yang ada saat ini sudah melenceng, sehingga diperlukan reformasi hukum yang menyeluruh.
3. Menteri BUMN, Dahlan Iskan
Ia menyayangkan sejumlah tenaga ahli PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dijadikan terdakwa dengan tuduhan merugikan keuangan negara dalam kasus tersebut. Kasus itu baru dugaan dan sebaiknya dibuktikan dulu saja kebenarannya.
4. Pengamat ekonomi Toni Prasetyantono
Toni berpendapat kasus-kasus kriminalisasi korporasi oleh oknum penegak hukum yang belakangan marak, seperti kasus LTE PLTGU Belawan, bisa menimbulkan kerugian ekonomi yang besar.
Upaya kriminalisasi akan berakibat adanya ketidakpastian hukum, sehingga menimbulkan pula ketidakpastian investasi. Walhasil, ekonomi makro pun bisa terganggu.
Dalam perkara LTE PLTGU Medan, Mantan Komisaris Independen Bank Permata itu melihat PLN justru berupaya transparan dan mendapatkan harga termurah dan dengan cara menyelenggarakan pemilihan langsung. Ia menyampaikan agar masyarakat dan pemerintahan mendukung upaya transparansi dan akuntabilitas yang tengah digalakkan oleh PLN. Jangan sampai upaya kriminalisasi justru akan berdampak kurang bagus bagi PLN.
5. Imam Haryanto
Beliau merupakan penasihat hukum terdakwa. Ia sangat menyayangkan kenapa kasus ini bisa berujung penahanan. Bahkan ia memohon penangguhan penahanan para tersangka dikarenakan disamping kasus ini belum ada bukti yang kuat, tenaga ahli yang ditahan juga sangat dibutuhkan PLN untuk mengatasi krisis listrik di Sumut, setidaknya saat Ramadhan nanti.
Mungkin masih banyak beberapa pandangan miring atas kejaksaan dalam kasus ini yang belum terungkap di media.
Saya mengutip dari tanggapan Imam Haryanto bahwa tenaga ahli para terdakwa masih sangat dibutuhkan untuk mengatasi krisis listrik di Sumut. Lantas kalau kasus ini belum jelas dan kejaksaan terlalu dini untuk melakukan penahanan, bagaimana nasib masyarakat terutama yang berada di Sumatera utara bisa merasakan kenyamanan dalam beridabah di bulan Ramadhan?. Seperti yang kita ketahui apabila tenaga ahli masih ditahan dapat dipastikan pengerjaan optimalisasi litrik di Sumatera akan terbengkalai.
Beberapa hal yang menjadi pertanyaan besar saya, apakah kejaksaan masih bersifat netral dalam sebuah kasus?. Apakah kejaksaan tidak terkesan memaksakan kasus ini menjadi kasus pidana hingga menahan tengah ahli PLN?. Apakah kejaksaan mau bertanggungjawab apabila masyarakat di Sumatera Utara tetap akan merasakan ketidaknyamanan atas seringnya mati lampu?.
Kasus ini membuat saya berpikir bahwa ada indikasi oknum "nakal" di kejaksaan. Seperti yang saya baca di tv one news, Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI) Halius Hosen mengatakan bahwa memang jaksa itu utamanya mengejar jabatan. Utamanya isi otaknya itu jabatan, bukan profesionalisme sebagai jaksa jempolan.
Dikaitkan dengan kasus yang terkesan dipaksakan ini saya menjadi curiga bahwa kasus ini hanya sebagai batu loncatan para jaksa agar lebih cepat naik pangkat.
Saya mengharapkan kejaksaan lebih profesional, karena tugas kejaksaan adalah menciptakan keadilan serta rasa aman dan nyaman buat masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi.