Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Review Buku Arah Pertumbuhan dalam Pembangunan Bab 3 & 4

29 Februari 2012   16:01 Diperbarui: 12 Januari 2017   00:35 244 0

Birokrasi Indonesia

Birokrasi merupakan salah satu pilar utama kesejahteraan masyarakat. Birokrasi bertanggung jawab terhadap segala kebutuhan publik yang bisa diberikan oleh negara. Kualitas birokrasi yang baik bisa menjadi cermin terhadap negara yang baik pula. Kembali kepada realitas yang ada, mari kita melihat kembali birokrasi yang ada di negeri tercinta ini, Indonesia.

Birokrasi sangat erat kaitannya dengan pelayanan publik. Di Indonesia kita sebagai masyarakat tentu merasakan akan kualitas birokrasi di negeri ini. Misalnya saja dalam proses pembuatan SIM. Beberapa pengalaman orang mengatakan kesulitan dalam memperoleh SIM jika prosedur yang dilakukan benar. Mereka terpaksa melakukan prosedur ilegal untuk mendapatkan SIM, karena itu hanya satu – satunya cara bagi mereka untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari aparat birokrasi. Akibatnya, ada harga lebih yang harus mereka bayar. Jika ini yang terjadi maka tentu hal ini merusak sistem yang ada. Bukan sekedar mengabaikan moral, beberapa aparat melakukan hal ini karena terpaksa.

PNS merupakan salah satu aparatur birokrasi yang memiliki fungsi vital terhadap kebutuhan publik. Tetapi, jika dilihat dari segi gaji yang diterima oleh PNS, mereka tidak memiliki gaji yang cukup besar, oleh sebab itu, praktek korupsi bagibeberapa diantara mereka merupakan hal yang perlu di lakukan agar dapat menutup kebutuhan finansial mereka dan tentu berdampak pada pengeluaran masyarakat. Artinya, dalam upaya masyarakat dalam mendapatkan pelayanan publik, mereka tidak hanya harus membayar biaya pelayanan tetapi juga harus membayar biaya tambahan yang dikenakan oleh aparat birokrasi, istilah ini lebih sering kita dengar sebagai pungutan liar. Akibatnya, karena banyaknya jumlah pejabat publik yang beripikir demikian, hal ini dilakukan secara semakin terbuka dan menjadi semacam sistem yang menuntut pejabat publik yang lain untuk melakukan korupsi. Sampai saat ini, hal tersebut masih dilakukan dan sudah menjadi budaya di lingkungan aparatur negara. Sangat menyakitkan karena dengan adanya sistem ini, pelayanan publik hanya bisa diberikan kepada mereka yang kaya, bagi mereka yang tidak, mereka harus melaksanakan teknis pelayanan secara legal yang berbelit – belit. Adapun tujuan dari layanan yang berbelit – belit adalah agar kepercayaan masyarakat berpindah kepada penerima pungutan liar.

Sistem lainnya yang perlu ditinjau kembali adalah teknis rekruitmen yang buruk. Sistem rekruitmen PNS saat ini merupakan sistem buruk dan dampaknya menimbulkan masalah yang serius. Penjelasannya, karena sistem rekruitmen yang buruk ini berdampak pada beberapa aparatur birokrasi tidak memiliki kapasitas dan kompetensi untuk menjalankan tugasnya. Selanjutnya, jumlah aparatur yang ada terlalu banyak bahkan menurut saya pribadi lebih banyak daripada batas maksimal yang seharusnya dan mengakibatkan borosnya pengeluaran APBN hanya untuk belanja pegawai yang sia – sia. Lalu, hal tersebut berdampak pula dari segi kinerja aparat yang menyebabkan in-efektifitas yang memaksa aparatur mendapatkan apa yang sering disebut “gaji buta”. Rantai masalah tidak berhenti sampai disitu, karena yang terbebani dari sistem tersebut adalah seluruh masyarakat Indonesia.

Mari kita kembali melihat kepada zaman dimana kita berjuang melawan pemerintahan kolonial Belanda demi mendapatkan kemerdekaan, di zaman ketika Indonesia merupakan negara yang dijajah. Dalam perspektif menjajah, sebagai pihak yang kuat barangkali kegiatan pemerintah Belanda untuk memaksa bangsa Indonesia agar memberikan pelayanan yang terbaik bagi bangsa Belanda yang hidup di tanah Indonesia merupakan hal yang wajar walaupun sangat tidak manusiawi. Namun, orientasi seperti itu seharusnya tidak terjadi sampai saat ini untuk para pejabat publik. Yang terjadi adalah ketika pejabat publik memanfaatkan jabatannya hanya untuk kepentingan pribadi, dan hal itu menjadi harga yang harus di tanggung oleh masyarakat, tanggungan dimana masyarakat harus menjalani kewajiban berwarga-negara namun menjadi kesulitan mendapatkan haknya sebagai warga-negara Indonesia.

Saat ini, Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang tegas kaitannya dengan reformasi birokrasi, agar sistem yang ada bisa dilumpuhkan oleh ketegasan dari seorang pemimpin. Seperti yang dilakukan oleh Deng Xiaoping ketika ia memensiunkan 30.000 kadernya dari jabatan birokrasi dan mensterilkan BUMN China dari intervensi partai komunis. Hal seperti ini yang perlu dilakukan, suatu langkah berani menuju perubahan, menjadi seorang pemimpin bukanlah menjadi seseorang yang berharap disenangi oleh kader dan partainya. Tetapi menjadi seseorang yang berani melangkah ke arah yang lebih baik sekalipun kritikan dan citra dari kadernya yang menjadi taruhannya.

Kebutuhan pemimpin yang baik di Indonesia saat ini sangatlah mendesak. Inilah yang terjadi di Indonesia, jika diibaratkan seperti musik orkestra, dimana pemain musik adalah para pejabat publik dan dirigen merupakan pemimpin adalah; Pertama, pemain musiknya tidak memiliki kompetensi dalam memainkan alat musiknya. Kedua, dirigen tidak mampu melakukan harmonisasi dari para pemain musiknya. Ketiga, kualitas alat musiknya buruk sehingga menghasilkan suara yang buruk juga.

Reformasi Birokrasi

Perubahan adalah sebuah impian dari masyarakat yang telah jenuh akan banalitas pemerintahan Indonesia, tidak terkecuali birokrasi. Reformasi bukanlah sekedar utopia tetapi ini juga bukanlah langkah yang mudah karena membutuhkan komitmen dari para aparatur negara, kepala negara, dan tentu saja masyarakat. Ide dan langkah strategis pemimpin dalam menuju perubahan harus diikuti oleh profesionalisme, komitmen dan disiplin para pejabat yang menduduki setiap jabatannya yang nantinya berujung pada kebijakan beserta aturan – aturannya. Lalu masyarakat juga membantu dalam menyuarakan harapan – harapannya agar nantinya dianalisis dan dieksekusi oleh pemerintah dalam bentuk kebijakan sebagai bentuk komitmen pemerintah terhadap layanan masyarakat. Setidaknya ada dua hal utama yang perlu dilakukan dalam melakukan reformasi birokrasi. Pertama, adalah modernisasi birokrasi. Kedua, adalah penegakan hukum yang tegas bagi setiap pelanggaran yang terkait dengan birokrasi. Selain itu biaya yang dibutuhkan dalam melakukan perombakan juga tidak sedikit sehingga perlu adanya kesadaran dari DPR untuk menyuarakan kegiatan ini.

Realitas yang ada mengungkapkan bahwa sampai saat ini birokrasi diintervensi oleh partai politik sebagai salah satu cara untuk mendapatkan dukungan. Birokrasi menjadi sebuah roda di dalam tubuh partai. Tentu hal ini berkaitan dengan kepentingan partai tersebut dalam menguasai negara dan tentu saja berakibat pada menurunnya kinerja birokrasi dari yang diharapkan. Karena hal ini menyebabkan orientasi para birokrat hanya didasarkan oleh kekuasaan dan mengesampingkan pelayanan seperti tujuan partai itu sendiri, yaitu untuk mendapatkan kekuasaan.

Lembaga – lembaga yang terkait dengan birokrasi seperti Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) perlu melakukan reformasi terlebih dahulu agar dapat membentuk birokrasi yang profesional dan didasarkan oleh kepentingan publik. Sampai saat ini Kementerian PAN dianggap masih belum optimal karena keterbatasaan wewenang dan visi sehingga mengakibatkan tumpulnya wewenang eksekutorial dalam menangani PNS. Sistem rekruitmen pegawai yang berbasis profesionalisme masih terlihat kurang, bahkan jumlah PNS terlalu banyak sehingga pengawasan terhadap PNS semakin sulit. Maka dari itu perlu ada perubahan paradigma agar jumlah PNS menjadi tidak terlalu banyak tetapi di dasarkan oleh kompetensi dan pengalaman pada saat rekruitmen, sehingga pekerjaan mereka semakin efektif seiring dengan ditingkatkannya kode etik, disiplin, kinerja, mental, dan moral di dalam lingkungan PNS. Selain itu, sistem penggajian yang ada juga harus mendukung kinerja PNS sebagai bentuk motivasi PNS mendapatkan kebutuhan finansialnya.

Satu hal yang perlu diperhatikan, sistem militer di dalam pendidikan aparatur pelayanan publik seperti IPDN. Sungguh mengerikan jika melihat bagaimana mereka memperoleh pendidikan dengan cara kekerasan. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran akan dampak negatif seandainya para lulusan dari sekolah tersebut mengambil posisi sebagai aparatur. Bagaimana tidak mengkhawatirkan jika karakter yang ada dilingkungan lembaga pendidikan tersebut melekat pada lulusan – lulusan sekolah tersebut yang akan menjadi salah satu aparatur negara ?. Karakter untuk menguasai diadaptasi pada lembaga pelayanan publik akhirnya menjadi orientasi untuk menguasai publik agar dapat memenuhi kebutuhannya, hal ini sangat bertentangan pada prinsip pelayanan publik yang dimana seharusnya aparat publik menjadi pelayan publik, bukan dilayani publik.

Sampai saat ini Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) telah memulai langkah reformasi birokrasi dengan membentuk Rancangan Undang – Undang Administrasi Pemerintahan yang didasarkan oleh prinsip – prinsip good governance .Dalam RUU-AP ini didalamnya mengatur hubungan antara birokrasi dengan masyarakat, sekaligus memayungi semua sektor dalam mewujudkan efektivitas dan efisiensi. Selain itu RUU-AP ini merupakan sebuah landasan hukum yang mengikat kepada seluruh rakyat, pejabat dan PNS yang akuntabel, partisipatif, dan transparan. Paradigma didalan RUU-AP menempatkan masyarakat sebagai subjek dalam berbagai proses pembuatan keputusan administrasi pemerintahan yang merupakan suatu bentuk perlindungan hukum atas pejabat yang melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang. Adanya RUU-AP diharapkan, masyarakat dapat berpartisipasi dalam upaya reformasi birokrasi.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun