Bicara soal Perdamaian di Papua, seringkali ditanggapi sinis oleh sebagian kalangan. Mengapa? Karena ada kesan, semakin perdamaian diupayakan, semakin tinggi pula konflik terjadi. Salah satu faktor penyebabnya adalah kekayaan alam Papua menjadi daya tarik untuk masuknya berbagai kepentingan.
Sebagai volunteer NGO yang juga mengemban missi mengkampanyekan perdamaian di daerah konflik, saya coba mengulas prospek perdamaian di Bumi Cenderawasih ini di tahun 2013.
Faktor Pemicu Konflik
Sebelum mengulas prospek, saya utarakan terlebih dahulu beberapa faktor yang bisa saja menjadi pemicu konflik di wilayah ini.
Pertama, Pemilihan gubernur dan wakil gubernur Papua. Pesta demokrasi (Pilkada) ini sedianya akan digelar pada 29 Januari 2013. Seorang Dosen Hubungan Internasional FISIK Uncen Jayapura, Marinus Yaung, memprediksikan Pilgub kali ini akan berlangsung ‘panas’ mengingat pasangan calon Barnabas Seube dan Jhon Tabo yang menurutnya banyak dicintai warga Papua telah digugurkan oleh KPUD setempat lantaran kurangnya dukungan dari Parpol di wilayah itu.
Selain itu, juga ada kelompok aktivis Papua merdeka yang menyampaikan seruan secara terbuka agar Orang Asli Papua memboiket Pilgub Papua. Seruan itu disampaian oleh Selphius Bobii yang saat ini berstatus Tapol bersama rekan-rekannya sesama aktivis menggagas Kongres Raktya Papua III. Dalam Kongres yang digelar Agustus 2011 lalu, Selphius bersama Forkorus Yaboisembut, Edison Waromi, Dany Kogoya dan Agus Krar telah mendeklarasikan berdirinya ‘Negara Papua Barat’ dengan Forkorus sebagai Presidennya. http://www.malanesia.com/2012/12/seruan-boikot-pilgub-papua-minta.html
Faktor lainnya, adalah masih tingginya kejadian penembakan di wilayah itu yang dilakukan kelompok sipil bersenjata. ELSHAM Papua mencatat, sepanjang tahun 2012, telah terjadi setidaknya 45 aksi penyerangan oleh OTK yang menewaskan 34 orang, melukai 35 orang dan 2 orang mengalami trauma. Karenanya, pimpinan Polri di Jakarta sudah bertekad akan menerapkan pasal terorisme bagi para pelaku penembakan di Papua, karena mereka memiliki senjata api dan amunisi secara illegal, menembaki orang-orang yang tidak bersalah, dan efeknya telah menimbulkan rasa takut (terror).
Apakah ‘ancaman’ pemberlakukan pasal terorisme ini bisa membuat ‘semangat’ perlawanan kelompok sipil bersenjata kendor? Atau bahkan sebaliknya penembakan justru akan semakin gencar dilakukan? Wallahualam.
Satu lagi faktor pemicu yang tak kalah pentingnya adalah kesenjangan kaya-miskin di wilayah ini. Kondisi ini oleh para aktivis Papua kemudian dikembangkan dalam tema kampanye yang agak berbau rasist “anti-amber” (menolak pendatang). Karena orang kaya di Papua identik dengan warga amber, dan Orang Asli Papua tetap bertahan dalam kemiskinan.
Prospek Perdamaian
Dengan segala rasa hormat bagi mereka yang terus bekerja untuk perdamaian Papua, saya optimis Perdamaian di Tanah Papua akan membaik di Tahun 2013 ini. Sejumlah prasyarat dapat saya kemukakan, antara lain :
1.Jaringan Damai Papua (JDP) kembali akan menggelar dialog damai Jakarta-Papua tahun ini (2013). Kali ini JDP akan menggandeng Kaukus Parlemen Papua untuk mengulang forum yang pernah JDP gelarpada Juli 2011 lalu. Dialog kali ini akan lebih fokus menyoroti permasalahan pembangunan di Tanah Papua, dan bukan kepada tuntutan referendum atau merdeka.
Jika format dialognya benar-benar demikian (tetap dalam koridor Papua bagian NKRI) saya kira Pemerintah akan lebih respek untuk mendukung pelaksanaannya. Mungkin saja akan ada penolakan dari beberapa kelompok aktivis, tapi tidaklah signifikan mengingat JDP memiliki basis hingga ke akar rumput, secara intens melakukan sosialisasi hingga ke kampung-kampung dan dijalankan secara tulus oleh tokoh-tokoh netral.
2.Upaya penegakan hukum yang secara konsekuen dijalankan oleh Polda Papua di bawah pimpinan Kapolda Tito Karnavian. Sudah banyak pelaku pelanggaran yang terjaring, dan mereka kini sedang menjalani proses hukum. Kelompok pelaku pelanggaran/kejahatan ini mulai dari pelaku penembakan, pemiliki senjata dan bahan peledak illegal, pelaku demonstrasi anarkis, penjual miras illegal, pengedar narkoba, illegal loging dan illegal fishing.
Langkah Kapolda ini telah mendapatkan dukungan penuh dari tokoh-tokoh gereja di Tanah Papua, sebagaimana tampak pada pertemuan Kapolda denganUskup Jayapura Mgr. Leo Laba Ladjar, OFM, Ketua Umum Persekutuan Gereja Gereja di Papua (PGGP) Pdt.Herman Saud, Ketua Persekutuan Gereja-Gereja di Tanah Papua (PGGP) Pdt. Lipius Biniluk, S.Th, dan Ketua GKII Karel Maniani dan Wiem Maury pada Rabu (12/12/2012). http://zonadamai.wordpress.com/2012/12/13/gereja-gereja-dukung-kapolda-tegakkan-supremasi-hukum/
3.Dukungan dari sejumlah Negara asing bahwa Papua adalah bagian integral dari NKRI serta mendukung langkah Polda Papua menghentikan kekerasan di Papua. Hal itu antara lain disampaikan oleh Dubes Amerika Serikat untuk Indonesia H. E. Scot Merciel,Dubes Kerajaan Inggris untuk RI Mark Canning dan Staf Kedubes Australia Greg Ralph dan Emily Whela. Para Dubes itu bahkan secara bergantian turun langsung ke Papua untuk melihat dari dekat kondisi keamanan di wilayah Papua dan memberikan apresiasi positif bagi kinerja Polda Papua dan Pemerintah NKRI. Mudah-mudahan dukungan itu tidak hanya sekedar lips servis mengingat ada sejumlah korporasi mereka yang sedang bekerja untuk kepentingan ekonomi di negaranya.
4.Yang terakhir adalah tekad Pemerintah RI untuk terus membenahi pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua. Kendati tekad ini masih terus mendapatkan ‘perlawanan’ sengit dari para aktivis Papua dengan kampanye “otsus gagal”, namun tampaknya Pemerintah tidak surut dengan niatnya untuk terus membangun Papua dan Papua Barat agar tidak ketinggalan dari provinsi-provinsi lainnya di Indonesia. Dana Otsus terus ditingkatkan dari tahun ke tahun dengan sasaran khusus, yaitu pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat dan pembangunan infrastruktur. Sejalan dengan itu, Kemendagri selaku leading-sector di bidang Otsus, sudah memiliki program-program pembinaan yang terukur seperti pelatihan, asistensi dan supervisi kepada jajaran Pemda dan Pemprov Papua dan Papua Barat dalam pengelolaan keuangan daerah untuk meminimalisir terjadinyakasus penyelewengan seperti korupsi, salah urus, dan salah atur.
Dengan sejumlah prasyarat yang saya kemukakan di atas, sekali lagi saya optimis kedamaian Papua pada 2013 ini akan membaik. Jika kedamaian telah tercipta, maka roda pembangunan akan berjalan normal, yang pada ujungnya kesejahteraan warga Papua akan meningkat pula. Semoga.