Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Mengurai Gunung Es Konflik Papua

1 November 2012   07:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:07 381 0
Baru sebulan lebih Irjen Pol Tito Karnavian menjadi Kapolda Papua. 21 September 2012 ia dilantik menggantikan pejabat lama Irjen Pol Bigman Lumban Tobing,empat hari kemudian (25/9/2012) ia sudah berada di Jayapura, menjalankan tugasnya yang baru. Mabes Polri membebankan tugas berat di bahunya, yakni mengungkap semua kasus kekerasan yang terjadi di Papua, khususnya kasus-kasus penembakan sejak tahun 2009 yang hampir semuanya belum terungkap. Setelah mempelajari secara cepat tentang situasi keamanan di tempat tugasnya yang baru, mantan Kepala Densus 88 ini telah menyimpulkan bahwa ada tiga motif pendorong persoalan di Papua, yaitu motif idiologi, motif materi atau kesejahteraan dan motif emosional atau oportunis. “Motif ideologi menyangkut sejarah, etnis yang dianggap beda etnis dan lain-lain, sedangkan motif materi lebih menyangkut masalah kesejahteraan dan pembangunan yang dirasa tidak berpihak kepada masyarakat, sedangkan motif emosional atau oportunis, yang mencoba mencari kesempatan, atau kelompok kecil yang senang membawa senjata dan membuat kekacauan, dan ini sering terjadi,” jelasnya dalam suatu acara tatap muka dengan para wartawan di Sekertariat PWI Cabang Papua beberapa hari lalu. http://zonadamai.wordpress.com/2012/10/29/penegakan-hukum-atasi-permasalahan-papua/ Untuk itu, langkah pertama yang ia lakukan adalah mengevaluasi kemampuan penegakan hukum anggotanya agar mampu bekerja secara profesional. Hal-hal yang dievaluasi antara lain kemampuan deteksi, penyidikan ilmiah, upaya paksa dan lainnya. Semua itu akan dijalankan dengan prinsip : pendekatan personal dan lembaga serta penegakan hukum yang jujur dan adil. MotifIdiologo dan Oportunis Untuk jenis kekerasan bermotif Idiologi dan Oportunis, Kapolda Papua sudah bertekad untuk melakukan pendekatan secara personal maupun kelembagaan. Namun untuk penanganan darurat agar kamtibmas wilayah Papua dapat segera dikendalikan adalah langsung menerapkan upaya paksa. “Penegakan hukum harus tetap efekti dan siapapun yang melanggar hukum, harus ditindak tegas, tidak pandang bulu, entah dia siapa,” tekad Kapolda. Alhasil, dalam waktu tiga minggu, sudah banyak pelaku kekerasan yang selama ini meresahkan warga Papua telah ditangkap, khususnya anggota jaringan Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) dan aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB) yang sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Di antaranya adalah penangkapan tujuh aktivis KNPB di Wamena pada 29 September 2012. Mereka ditangkap di sekretariat KNPB setempat, yang juga adalah rumah milik salah seorang aktivis KNPB wilayah Baliem, Pilemon Elosak. Di dalam rumah tersebut juga ditemukan dua bom siap ledak serta serbuk bahan peledak dalam 3 kantong plastik hitam, satu buah detonator dari alumunium dan satu bom botol. Tiga hari kemudian, yaitu pada Selasa, 2 Oktober 2012 Polda Papua juga  menangkap lima aktivis KNPB di Pelabuhan Jayapura (Denny Hisage dkk.) di dalam kapal motor Labobar ketika mereka sedang dalam perjalanan menuju Nabire. Penangkapan terhadap faksi pendukung Papua merdeka yang terindikasi terlibat aksi kekerasan juga terjadi di Timika. Lima aktivis KNPB telah ditangkap pada 19 Oktober 2012. Sebelumnya (23/9/2012) juga terjadi penangkapan 6 (enam) aktivis KNPB di depan Gereja Ebenheser,  Timika. Di Manokwari, Polda Papua juga telah mengamankan 11 pelaku aksi anarkis yang terjadi tanggal 23 Oktober 2012. Mereka ditangkap ketika melakukan aksi unjuk rasa yang dikordinir pengurus KNPB wilayah Manokwari untuk mendukung sidang IPWP di London serta menuntut referendum ulang. Sedangkan terhadap jaringan sayap militer OPM (TPN-OPM), Polda Papua telah menangkap salah seorang petinggi TPN-OPM bernama Gideon Wenda di Sentani pada 14 Oktober 2012. Gideon adalah salah seorang Kepala Operasi Sektoryang beroperasi di wilayah Abepura di bawah pimpinanDany Kogoya. Dany Kogoya sudah lebih dahulu ditangkap pada 2 September 2012. Motif Materi Untuk motif jenis ini lebih dikenal dengan korupsi. Sebagaimana diketahui, kasus korupsi di wilayah Papua sudah masuk stadium tiga. Kapolda menyadari bahwa pelaku kekerasan bermotif idiologi bisa saja berkolaborasi dengan motif oportunis dan kesejahteraan. Untuk itu, Ia telah membentuk tim khusus anti  korupsi di Polda Papua.Kepada seluruh Polres yang ada di Papua dan Papua Barat diwajibkan menuntaskan satu kasus korupsi di wilayah hukum masing-masing. Targetnya hingga kahir tahun ini, 5 kasus harus bisa dituntaskan oleh tim khusus anti korupsi di Polda, sedangkan untuk setiap Polres masing-masing satu kasus. Agar target itu bisa terpenuhi, akhir Oktober lalu, Kapolda telah mengganti 25 Kapolres, satu diantaranya adalah seorang wanita Papua bernama Esterlina Sroyer yang menjabat sebagai Kapolres Biak. Dijelaskan tahun ini merupakan uji coba kemampuan dan kesungguh-sungguhan aparat Polda Papua dan Polres untuk menjawab apa yang menjadi tuntutan dan harapan juga keinginan masyarakat Papua terklait pemberantasan korupsi. Sebagai bangsa, langkah-langkah yang sudah dan sedang ditempuh oleh Kapolda Papua yang baru dalam rangka penegakan hukum secara professional di wilayah Papua, patut didukung. Karena penyebab permasalah Papua tidaklah tunggal tetapi sangat kompleks, maka kerja sama dari semua pihak termasuk masyarakat dan pemerintah sangat dibutuhkan. Karena bagaimanapun juga, Polisi tidak memiliki kemampuan sendiri untuk menyelesaikan akar permasalahan di Papua. Aksi-aksi kekerasan yang terjadi di Papua ibarat gunung es. Memotong puncak gunung es tidak akan menyelesaikan masalah, karena esnya akan terus akan berkembang dan memunculkan puncak yang baru. Karenanya, puncak gunung es memang harus terus dipotong, tetapi dibawahnya juga harus ikut dibenahi. Semoga!!!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun