ketika berkunjung ke rumah, mereka bertanya kepada saya, setelah lulus mau kerja dimana? ke Jakarta ya. di Jakatra lapangan kerja tersedia, gaji tinggi. tapi, kalo mau kerja di Jakarta harus kuat, tangguh. sering banjir, macet, harga kebutuhan mahal, dan kriminalitas juga tinggi.
begitulah yang dikatakan oleh kerabat saya yang tinggal di Jakarta. sayang, saya hanya diberi kesepatan sejenak menikmati kepenatan Jakarta.
beberapa minggu lalu, media massa mengulas menganai kedatangan penduduk daerah ke Jakarta. usai Lebaran, banyak penduduk daerah yang datang ke Jakarta sekedar ingin tahu kondisi ibu kota atau berniat mencari rejeki di ibukota. dalam wawancara di TV One, seorang wanita asal Solo mengatakan dia sudah memiliki pekerjaan di daerahnya, tetapi dia hijrah ke Jakarta karena ingin tahu kondisi Jakarta. sementara seorang pria mengaku datang ke Jakarta supaya tidak menganggur di kampung. dia sendiri tidak tahu apa yang akan dilakukan di Jakarta.
bukan hanya arus urbanisasi. media juga ramai mengulas mengenai ledakan penduduk, kemacetan, hingga wacana pemindahan ibukota.
bukan tidak mungkin ketika ibukota dipindah, masayarakat daerah beramai-ramai datang ke ibukota yang baru untuk melihat suasana ibukota. ibukota rupanya menarik bagi masyarakat daerah. bukan hanya iming-iming kerhidupan yang lebih baik, tapi juga mudahnya menacari hiburan. mal dan pusat perbelanjaan tersebar hampir di seluruh wilayah ibukota dan sekitarnya. ikon ibukota seperti Monas, Istana Presiden, dan Gedung-gedung pencakar langit juga menarik untuk dikunjungi dan dilihat dari dekat.
sepertinya, bukan hanya kesuksesan yang dicari masayarakat daerah. tetapi juga eksistensi hidup di ibukota. ketika pulang, perantau bukan hanya membawa materi, tetapi juga budaya ibukota.