Dukun Bertindak!
POLTAK menyambut datangnya hari libur perdana semester itu dengan dingin-dingin saja. Sikap ini sangat kontras dengan tekadnya yang membara di masa-masa awal perkuliahan yang ingin pulang kampung begitu ujian semester ganjil sudah selesai. Maka SMS dan telepon dari ibunya yang datang bertubi-tubi meminta Poltak menghabiskan masa-masa liburan di kampung saja, belum dia jawab dengan tegas.
“Lihat sikon, situasi dan kondisi, Ma. Lihat perkembangan di lapangan dulu,” jawab Poltak selalu.
“Kok melihat perkembangan di lapangan? Memangnya kamu nyambi jadi pemain sepakbola sekarang?” balas ibunya dongkol. “Adik-adikmu sudah rindu mendengar lawakan kamu,” kata Mamanya di telepon.
“Loh... kan di televisi ada si Tukul, Sule, Ruhut Sitompul, Soetan Batoegana, Fahri Hamzah, dll,” jawab Poltak.
“Adik-adikmu ingin pertunjukan humor live, bukan nonton dari siaran televisi!” jawab ibunya mulai emosi.
“Baiklah. Aku akan usahakan untuk bisa tampil di rumah dalam minggu-minggu ini!” jawab Poltak memberi alasan.
Padahal sejatinya dia merasa ogah-ogahan untuk pulang kampung saat ini. Berangkat dari kampung dengan status jomblo. Masak pulang kampung masih menyandang status jomblo? Apa pula cerita yang akan kubawakan di hadapan rekan-rekan akrab nanti di kampung? Demikian isi hati Poltak.
Dalam hati, Poltak ingin menemui Horas, Edy, dkk dan menceritakan tentang pacarnya di Jakarta. Dia ingin membuktikan kepada teman-teman yang dulu mengolok-olok status kejombloannya, bahwa dirinya mampu menggaet cewek cantik di Kota Metropolitan. Namun semua rencana itu kandas. Serly Yudhoyono yang menjadi harapannya telah disikat oleh seniornya.
Kegagalannya memiliki pacar itulah yang membuat Poltak patah semangat beberapa hari ini. Hasrat pulang kampung dan pamer kartu mahasiswa di depan Rosita Naulibasa dan kawan-kawan, jadi meredup. Kegagalan merengkuh cinta asmara itu pulalah yang membuat dirinya dengan terpaksa “merevisi” sejumlah acara yang sudah dia susun dengan matang. Bahkan niat untuk mencari tempat kos baru pun jadi terlupa.
Rencana-rencana yang dia tuliskan di buku agendanya banyak yang dia coret. Sekarang dia malah bikin agenda baru, yang selama ini tidak pernah terpikirkan olehnya: konsultasi ke paranormal. Betul. Poltak serius untuk minta nasihat dari paranormal mengapa dia selalu gagal mengakhiri kejombloannya.
Cara ini dia tempuh berdasarkan nasihat dari seorang teman kuliah yang mengaku percaya akan kekuatan-kekuatan yang tidak kasat mata, yang tidak kelihatan oleh indra penglihatan kita. Dan hanya orang-orang tertentu yang punya kemampuan mendeteksinya.
“Ada kalanya kita tidak percaya diri untuk melakukan sesuatu yang padahal bisa kita lakukan,” kata Edy Parwoto, teman kuliah yang berasal dari Jawa Timur. “Mungkin ada sesuatu penghalang yang tidak kita bisa lihat. Nah, untuk itulah kita memerlukan orang yang memiliki kelebihan supranatural untuk membantu menyingkirkan penghalang itu,” jelas Edy Parwoto.
“Tetapi, apakah cara seperti itu bukan dosa?” kata Poltak.
“Dosa? Hahahahahahhha. Hari gini kau masih bicara dosa? Menurut kau siapa sih orang yang tidak melakukan dosa? Apa kau pikir semua pejabat tinggi di pusat dan daerah, aparat hukum, wakil rakyat, rohaniwan, pengusaha, orang-orang kaya-raya itu malaikat berwujud manusia?” kata Edy Parwoto. “Kau kan cuma minta pendampingan dari orang pinter supaya cewek yang kau suka itu terpikat sama kau. Tetapi setelah dapat cewek, jangan kau permainkan dia. Kau harus bertanggung jawab. Ingat hukum karma,” lanjut Edy Parwoto menasihati. "Kalau kau mempermainkan cewek, nanti adik gadismu pun akan diperlakukan sama oleh laki-laki lain!"
Berbekal petunjuk dari Edy Parwoto itulah, Poltak mendatangi tempat praktek seorang paranormal yang iklannya dia baca di majalah. Yang membuat Poltak tertarik adalah biaya konsultasi yang tidak terlalu mahal. “Berikan serelanya saja sesuai kemampuan”. Demikian bunyi promosi dari paranormal yang katanya ahli untuk melancarkan segala bentuk usaha, termasuk usaha dalam membina hubungan asmara.
***
Suatu sore yang cerah, secerah hati Poltak, dia meluncur ke suatu daerah di wilayah Jakarta Timur. Sesuai alamat yang tertulis di iklan, dia pun sampai di tempat praktek paranormal tersebut. Ternyata ada banyak calon pasien yang mengantri. Ini membuat Poltak semakin yakin bahwa dirinya tidak salah alamat. Dia telah datang ke tempat yang tepat. Banyaknya orang yang ingin berkonsultasi menjadi bukti betapa klinik ini memang jempolan dan manjur.
Orang-orang yang antri itu terlihat datang dari berbagai kalangan. Ada yang pakai mobil mewah, ada yang jalan kaki, naik motor, bajaj, taksi, dsb. Status sosial orang-orang yang datang itu juga beragam. Hal ini bisa terlihat dari sosok dan penampilan mereka. Ada orang kaya, juragan besar, tukang sayur, mahasiswa, pengangguran. Bisa jadi sana pun ada pencopet, garong, bahkan bajak laut yang turut antri. Tapi di sana mereka bukan untuk beraksi, tetapi untuk konsultasi bagaimana supaya sukses menjalankan usaha jahatnya.
Semua orang yang terdiri dari beraneka ragam latar belakang dan status sosial itu dengan tertib menunggu giliran dipanggil. Sebelumnya mereka mendaftar ke asisten dan menjelaskan apa tujuannya, apa keluhannya, apa keinginannya, dll. Semua dicatat oleh bagian administrasi dengan cermat.
Tibalah giliran Poltak. Dia disuruh masuk ke ruangan nomor 5. Di sana sudah menunggu seorang laki-laki yang masih muda. Mukanya berkeringat dan tampak betul dia sangat kelelahan. Dari tadi dia sudah menangani belasan pasien. Dia mengaku salah satu murid senior suhu yang menjadi pimpinan tertinggi di klinik spiritual tersebut. Dan kini dia diberi kepercayaan menangani beberapa pasien. Suhu sendiri khusus menangani orang-orang gede dan terhormat.
“Duduk di depan saya. Pejamkan mata. Tenangkan hati, konsentrasikan pikiran,” katanya dengan nada berwibawa.
Setelah melakukan sesuai perintah anak muda itu, Poltak merasakan angin halus menerpa di depan wajahnya. Sementara mulut anak muda itu terdengar seperti ngos-ngosan. Karena penasaran apa yang terjadi, Poltak membuka mata sekedip. Si anak muda itu seperti sedang bekelahi dengan serunya.
Kedua tinjunya secara silih berganti diayun-ayunkan ke bagian depan wajah Poltak. Berbagai gaya pukulan tinju dia peragakan dengan profesional: jab, straight, upper cut.... Tapi tanpa ada adegan rangkul, apalagi gigit kuping seperti dilakukan Mike Tyson ke Evander Holyfield dalam pertarungan memperebutkan gelar juara dunia kelas berat beberapa tahun silam.
Ada sekitar lima menit adegan main tinju dengan udara hampa itu berlangsung. Setelah menghentikan pertarungan, anak muda tersebut menarik nafas dan memejamkan mata. Lalu membuka mata dan menghardik-hardik ke segala penjuru. “Pergi, dan jangan kembali lagi!”
Hening.
Setelah itu tangan anak muda itu menyentuh kepala Poltak: “Sekarang saya nyataken, usaha lancar. Segala penghalang bubar. Segala perijinan cepat selesai. Segala pasokan barang juga lancar. Dagangan laku, tidak pernah merugi. Bla...bla...bla....” Suara anak muda itu terdengar fasih dan lancar mengucapkan kata-kata keramat atau jampi-jampi.
Poltak yang merasa kehadiran dirinya di tempat tidak ada kaitan sama sekali dengan urusan perdagangan, tiba-tiba membuka mata dan melayangkan protes:
“Lho, saya kan tidak mau jadi pedagang Mas! Saya ingin gampang mendapat cewek,” kata Poltak.
Tapi si anak muda seperti tidak mendengar protes Poltak. Dia masih terus membaca jampi-jampi dan diakhiri lagi dengan adegan perkelahian melawan angin.
“Sudah selesai. Sekarang kau boleh membuka mata,” katanya. “Saya sudah berhasil mengusir segala unsur sial dan penghalang dari dalam tubuh kamu. Mulai saat ini kamu akan suskes melakukan apa pun yang kamu mau,” katanya. Wajahnya keringatan, nafasnya ngos-ngosan, dan sangat kelelahan. Dia bagaikan baru selesai menghadapi Mike Tyson dalam sebuah pertarungan tinju 12 ronde memperebutkan gelar juara dunia versi WBA.
Tanpa mengucapkan kata-kata, apalagi terimakasih, Poltak bangkit dari kursi dan keluar ruangan. Amplop berisi uang ucapan terimakasih tetap dia masukkan ke dalam kotak yang tersedia di dekat pintu masuk. Dia meninggalkan klinik itu dengan wajah mutung. Dalam hati ngedumel. Dia kecewa dan ragu, sebab jampi-jampi yang dia dengar tidak sesuai dengan maksud dan tujuannya.
Poltak bukan mau berjualan, apalagi menjadi pedagang kaki lima (PKL), tetapi kok paranormalnya berkelahi dengan oknum-oknum yang katanya menghambat kelancaran usaha dagangnya? Poltak ingin agar unsur penghalang semacam bayangan Fauzi, Bonar, dll diusir, sebab oknum-oknum itulah yang menghalangi dia mendapatkan cinta Serly. Tetapi si paranormal muda tadi mungkin malah berkelahi dengan bayangan satpol PP, preman tukang jual-beli lapak, tukang palak, dll. Dan mereka semua tiada kaitannya dengan Serly.
Duh! Poltak mengeluh kecewa sepanjang sore hingga malam.{} BERSAMBUNG...