Jika anda menyaksikan tayangan berita di tv atau membuka situs berita online minggu ini, pasti berita terkait Sri Mulyani Indrawati yang memilih mundur dari jabatannya sebagai Mentri Keuangan Republik Indonesia dan memilih untuk mengisi jabatan Managing Director Bank Dunia menjadi salah satu topik terhangat. Kontrofersi-pun merebak, ada pihak yang mendukung ada pula pihak yang menyayangkan keputusan tersebut.
Saya memang bukan orang yang ahli dalam bidang ini, tapi saya akan mencoba membahas masalah ini dari perspektif pribadi saya. Di satu sisi saya sangat mendukung pilihan Sri Mulyani untuk menduduki kursi penting di bank dunia dan disisi lain saya pesimis, apakah orang yang nantinya akan menggantikan posisinya sebagai Mentri Keuangan Republik Indonesia mampu mengemban tugas sebaik yang Ia lakukan.
Sri Mulyani menjabat Mentri Keuangan Republik Indonesia terhitung sejak 7 desember 2005 sampai dengan 31 mei 2010. Dalam masa jabatannya itu, banyak prestasi yang ditorehkan wanita berdarah Lampung tersebut dalam pengabdiannya untuk bangsa ini, sampai-sampai ia mendapatkan penghargaan sebagai menteri keuangan terbaik se-Asia oleh Emerging Market tahun 2006 dan pada tahun 2008 sempat dinobatkan sebagai wanita no-23 berpengaruh dunia oleh majalah Forbes. Bukankah itu suatu prestasi membanggakan bagi Indonesia, khususnya bagi kaum wanita? Sadarkah kita bahwa sebenarnya dengan terpilihnya Sri Mulyani sebagai Mentri Keuangan terbaik se-Asia telah mematahkan asumsi bangsa-bangsa lain yang menganggap wanita-wanita Indonesia hanyalah pekerja kasar dengan otak bebal dan hanya bisa bekerja di dapur, kasur, dan sumur?
Prestasi-prestasi yang ditorehkan Sri Mulyani memang tak pernah mendapatkan apresiasi yang besar dari bangsa ini. Mau bukti? Terseretnya nama Sri Mulyani dalam skandal Bank Century langsung membakar emosi masyarakat, tanpa memahami apakah benar pihak yang bersalah dalam Skandal Bank Century tersebut adalah Sri Mulyani itu sendiri. Masyarakat seolah tak peduli lagi dengan jasa-jasa serta pengabdian yang telah Sri Mulyani berikan untuk bangsa ini, mereka hanya bisa melihat kejelekannya saja. Memang begitulah bangsa ini, dari dulu sampai sekarang sama saja. Prestasi tidak pernah dihargai sebagai sesuatu yang berarti, tapi sekali saja melakukan kesalahan, maka carut marut dan hujatan takkan pernah habis-habisnya.
Banyak pihak yang menyesalkan pilihan Sri Mulyani untuk mengundurkan diri dari jabatan Mentri Keuangan dan memilih ngungsi ke Amerika Serikat untuk menduduki salah satu jabatan penting di Bank Dunia. Ada yang bilang mbak Sri pengecut-lah, ada yang bilang mbak Sri lari dari persoalan-lah, mbak Sri isi otaknya cuma uang aja, bahkan ada pula yang menyatakan bahwa mbak Sri melupakan pengabdian untuk bangsa ini. Saya cuma bisa geleng-geleng kepala. Pengabdian seperti apa lagi yang dibutuhkan oleh bangsa Ini?
Sri Mulyani sudah menduduki kursi jabatan Menteri Keuangan hampir 5 tahun dan beberapa tahun sebelumnya menjabat pada beberapa Instansi Negara. Sri Mulyani berjuang keras untuk mengembalikan kondisi perekonomian Negara kita setelah inflasi keuangan berlipat ganda akibat krisis moneter tahun 1998. Bank dunia-pun mengakui bahwa Sri Mulyani adalah wanita luar biasa yang berhasil menjadi navigator yang menuntun Negara ‘sekarat’ ini dengan kebijakan-kebijakan ekonomi yang ia buat, suatu pengabdian yang sangat besar.Tapi Indonesia tetaplah Indonesia, tidak ada apresiasi untuk sebuah prestasi. Namun untuk suatu kesalahan, ‘kesalahan tetap adalah kesalahan’. Kesalahan berarti hujatan dan siap menjadi bulan-bulanan. (walaupun saya yakin pihak-pihak yang menghujat yang pastinya punya kepentingan politis masing-masing belum tentu bisa menyelesaikan masalah perekonomian seperti yang Sri Mulyani lakukan). Sama seperti kata pepatah: Pemain bola yang paling baik itu adalah penonton. Seorang penonton sepak bola dengan gampang bilang “Si pemain tolol! Padahal goalnya dikit lagi!“, padahal jika ia sendiri yang berada di posisi pemain bola tersebut belum tentu ia dapat ngegoalin dengan baik, bahkan mungkin jauh lebih buruk.
Coba lihat gambar diatas. Apa yang bisa anda tangkap? Disana dapat kita lihat bagaimana pihak-pihak menghujat Sri Mulyani dengan kata-kata “Agen Neolib Penjarah Uang Rakyat” atau kata-kata pedas senada lainnya. Apa perasaan anda jika anda berada di posisi Sri Mulyani dimana anda sudah mengupayakan segalanya demi pengabdian untuk bangsa namun yang anda dapat hanyalah cercaan, hujatan, cemoohan tanpa ada penghargaan terhadap usaha dan jasa-jasa anda selama ini? Apa yang anda lakukan jika ada tawaran yang jauh lebih baik, dimana anda akan mendapatkan gaji yang lebih besar berikut apresiasi besar dari orang-orang sekitar anda, daripada harus tetap tinggal dengan bedebah-bedebah yang tidak pernah menghargai usaha dan jasa-jasa anda? Kalau saya ada di posisi yang sama, saya tanpa pikir panjang lagi akan menerima tawaran tersebut. Buat apa tetap tinggal dan mengabdi buat suatu bangsa yang samasekali tidak pernah menghargai usaha anda, bahkan lebih buruk, mencaci maki anda tanpa melihat apa yang telah anda lakukan. Bodo amat mah sama pengabdian.
Saya mendukung keputusan Sri Mulyani menerima tawaran Bank Dunia, setidaknya untuk menyadarkan bangsa kita ini supaya menyadari betapa besar peran Sri Mulyani dalam perbaikan perekonomian Negara kita yang bobrok lebih dari satu dekade ini. Dengan mengundurkandirinya Sri Mulyani mari sama-sama kita lihat, apakah perekonomian kita akan semakin baik. Jika tidak, jangan menangisi tindakan bodoh kita yang tidak mempercayainya.
Indonesia, tempat dimana satu orang pintar bisa dijatuhkan oleh ratusan orang-orang tolol, orang-orang yang mengorbankan kepentingan bangsa dan negaranya hanya untuk kepentingan politis kelompoknya saja. Masih ingat dengan BJ Habibie? Ilmuwan besar Indonesia yang dulu kita hujat, kita paksa turun dari jabatannya, sehingga ia merasa terusir dari bangsanya sendiri dan memutuskan untuk mengabdi di Industri Jerman yang lebih apresiatif terhadap apa saja yang ia lakukan. Berkat BJ Habibie, industri pesawat terbang Jerman berkembang pesat saat ini. Tidakkah kita menyesal menyia-nyiakan putra terbaik bangsa seperti ia?
Kasihan ya bangsaku?
Apakah kisah Sri Mulyani juga akan berakhir seperti Habibie?
Tanyakan pada rumput yang bergoyang.
Byebye mbakSri!
Handry febrian z Dalimo.