Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Air Kemasan Haram, Bagaimana dengan AFTA 2015?

3 Maret 2014   12:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:17 2434 23
Pernyataan tokoh Muhammadiyah, Din Syamsuddin (DS), soal air kemasan bergulir menjadi viral kontroversial. Din tidak sedang bergosip, mungkin beretorika di tahun politik, tapi yang jelas dia serius. Serius menantang pimpinan tarjih Muhammadiyah untuk memfatwakan haram air kemasan dan juga sedang berjuang menggugat Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (sumber).

Presuposisi (latar belakang pernyataan/pemikiran, red) DS yang diperkuat oleh kompasianer Erwin Alwazir adalah Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 intinya mengatakan air kemasan yang dikuasai asing adalah haram (sumber).  Jadi bukan air kemasannya yang (akan) di haramkan, tapi asingnya yang (akan) diharamkan.

Soal haram atau tidak secara agama, saya tidak berkapasitas menilai.  Tapi, saya berhak menilai pernyataan DS dalam konteks nasional dan kebangsaan.  Baik secara tersurat maupun yang tersirat pernyataan DS adalah pernyataan yang kontra produktif untuk menghadapi AFTA 2015.

Globalisasi sudah hadir dan perdagangan besar sudah di ambang pintu, tapi bangsa ini masih diajak untuk mengharamkan asing dengan dalih UUD 1945.  PR besar bagi DPR RI untuk mengkaji semua undang-undang untuk menterjemahkan Pasal 33 ayat 3 lebih relevan lagi.  Tapi mengharamkan investor asing di masa ini? Apakah nantinya kita akan memilih juga investor asing, ada yang halal dan haram? Ini semakin rumit dan kacau bagi pelaku-pelaku bisnis di Indonesia.

Apakah Republik ini begitu angkuhnya untuk mengelola bumi, air, dan semua kekayaan alam TANPA BANTUAN investasi asing?  Apakah pemikiran saya menjadi neo-liberal dan anti Indonesia kalau saya minta bantuan asing? Atau lebih semakin bias lagi, ternyata semua PMA yang berkaitan dengan bumi, air, dan kekayaan alam adalah HARAM. Pertanyaan-pertanyaan yang harus di jawab DS untuk mengkaji usulan mengharamkan air kemasan.

Studi kasus: Sampai hari ini PLN tidak mampu memenuhi pasokan listrik di Indonesia karena untuk membuat PLTU yang kecil, sebagai contoh 2X7 MW bisa sekitar 200-300 Milyar dengan margin yang sangat kecil.  Butuh puluhan sampai mungkin ratusan triliunan rupiah untuk memenuhi pasokan listrik di Indonesia.  Uang dari mana? Dari Ormas? Dari Parpol? atau dari APBN? Tidak sesederhana itu.  Tapi kalau bisnis PLTU mampu menguntungkan maka swasta gampang digandeng  masuk, dan akhirnya rakyat ga usah teriak-teriak akan adanya pemadaman lagi.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun