Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Artikel Utama

Wajah Dewi Malam

13 Maret 2015   18:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:42 245 8


Bulan ini memasuki awal tahun, ketika tiba saat yang pernah di impikan, namun pengharapan itu seperti mengambang dalam bayangan kabut kabut, yang terapung dalam kelabu nya awan dini hari.

Menggantung kepada purnama yang bersari, membiaskan cahaya nya ke dalam telaga, pada saat kaki berayun menuruni anak tangga melangkah, menyusuri jalanan kecil, sembari menepis daun daun basah, yang menyentuhi tubuhku.

Salak anjing menggonggong terdengar sayup di kejauhan, dalam benak terbayang seorang perempuan yang memakai gaun putih panjang, berdiri pada satu sisi pohon yang rimbun dedaunan, seperti cerita mistis yang sering ku baca.

Langkah ku terhenti pada tepi sebuah telaga, terlihat bulan menggantung di langit malam, melengkung menghiasi keindahan dalam panorama alam yang senyap.

Angin mendesau berbisik pada telingaku, ketika kabut dingin menyeranta tubuhku, begitu dingin menusuki kulit.

Aku terdiam memandang panorama yang begitu indah di depan mataku, ada percik rindu yang meretas di dalam lubuk kalbuku, "ach, perasaan ini menggebu,"..,tak kuasa ku tepis walau sewindu telah berlalu.

*
Waktu tak lagi memberiku putaran yang sama, walau pun dia berotasi sepanjang hari, jam, menit, dan detik, tak bisa mengembalikan semua yang ku miliki, pada saat masa masa bahagiaku, kini hanya berakhir di ujung gelisah tak menentu, yang setiap waktu selalu membayangiku.

Resah menyambangi hatiku, tatkala kulihat sinar purnama menyelinap di balik mega, " oh.., seperti itulah rasaku, yang sekian tahun bersembunyi dalam kabut ketidakbahagiaan", perjalanan hidupbyang ku lalui.

Angin dingin menyeruak datang menyapu wajahku, dalam remang samar gaunku melambai, ada silet cekam yang menurih sebahagian perasaanku, kala telaga meriak aku terpukul, dalam hening malam yang seakan menyanding desahan kelam.

Bulan ini menggambarkan siluet kedinginan, dalam december berkabut, aku masih terpaku di ruang waktu, yang enggan beranjak dan melepaskanku.

Sinaran cahaya malamku, menjadikan ku mabuk kegelapan dalam remang, bias rembulan menjadikan ku, dewi malam yang terbingkai purnama dalam awan,.

Aku dewi dalam heningnya kelam, yang lengang mendamaikan angin pada hitam, jalanan pada sunyi, aku bersandar di pucuk embun, berginangan menyentuh sejuk dini hari.

Malam tak pernah mati bagiku, yang selalu menyalang menjaga pagi hariku, pada sinaran mentari yang terbit menyingsing fajar, barulah gelap hariku, sembunyikan siang dalam lelap mataku, betapa damainya hingga tak pernah ku buka sampai petang kembali menjamah.

*
Telaga itu membuang riak di tepian batu batu kecil, ku sentuh dinginnya uap dalam air, yang mengolam, " ach, basah jemariku", dan beku.

Langit terkanvas di mega abu, gerumbulan awan bak lukisan menyandu dalam remangnya hatiku, mega itu masih berwarna kelabu, menyunting alam di keheningan dini hari menyapu, "ach, resah hatiku", ketika secuil perasaan menggamit dinding palung jiwaku,

December kian berujung di akhir tahun, tetapi bulan ini seakan tak pernah beranjak dari hariku, kau masih terjaga di ujung tahun akhir sakitku.

Bunyi derak membuyarkan anganku, ku lirik sekitar rimbunan pohon gelap itu, ada desir menyentuh dalam darahku, serpihan kabut itu menggumpal menyerupai sesosok bayang, mengambang di antara pijakan tanah basah itu, "ach, ku tercekat memandangnya, tiupan angin itu seakan tak menguraikannya.

Jinjit ku seret langkah ku, perlahan menghampiri asap itu, yang memutih membentuk bayangan satu sosok, dengan lengan gemetaran ku sibak tirai putih itu, kosong.., disana tak ada apa pun, itu hanyalah segumpal asap yang berkumpul menyerupai sosok bayangan seseorang, " ach, mungkin angan ku terlalu membuai hingga menjadikan ku berhalusinasi", ku tepis semua khayalan aneh ku itu, tentang sosok sosok yang tak nyata, lalu segera ku beranjak meninggalkan telaga itu.
*
Waktu itu tak akan pernah kembali, walau pun tangisan ku melengking, melintasi langit ke tujuh, kau tak akan pernah kembali, yang tersisa hanyalah luka dalam hari hari, yang mengaburkan pandangan masa depan nanti, aku tau semua ini hanya sia sia, waktu tak akan pernah mengembalikanmu padaku, tetapi mengapa hasrat ini terlalu lekat dalam pekatnya getah.

Aku terpaku memandang langit langit kamarku, di sana terlihat bayangan wajahmu, yang mengambang lintasi imaji khayalanku, yang mengapung di antara pelafon pelafon bisu itu, aku sekarat menantikan mu, dalam bilik ruang sepiku, aku mati menunggu mu, dalam jeratan dinding pilar waktu.

Haruskah ku lalui ini semua di dalam kehidupan ku?, hingga berujung waktu akhir usiaku?, tidakkah ini semua hanyalah duri duri yang menusuki riang bahagianya harapku?" , aku tak tahu, masa itu telah merenggut semua kebahagiaanku, yang kau bawa pergi sendiri meninggalkan jasadku, yang hidup namun berjiwa mati.

Ku sentuh tirai kelambu pembaringanku, terasa tawar mengusap kulit jemariku, aku tertawa, aku menangis, dalam buncahan sepi malamku, dalam dekapan sunyi gelapku, aku merakit mimpi pada sehelai selimut yang dingin, berguling angin.

Ku pejam mata ini, ku rentang lengan memeluk, kabut bayangan dalam lamunan angan, kau datang menghampiri dalam samar kecupan kening, lelaplah wahai dewi, mimpilah bersama bunga malam, yang taman merekahkan mawar putih kebahagiaan, tidurlah dalam sejenak, mimpi itu akan nyata ada di benak.

HONY
Pelabuhan Ratu

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun