Artikel ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pertumbuhan populasi, kemiskinan, dan konflik internasional dalam upaya memperluas pemahaman kita tentang dinamika kompleks dalam konteks global saat ini. Dalam analisis ini, faktor-faktor seperti karakter negara, disposisi psikologis, prioritas personal, dan aspek kognitif akan dieksplorasi untuk memahami pengaruh mereka terhadap hubungan ini. Diharapkan bahwa pemahaman yang lebih baik tentang hubungan ini akan memungkinkan pengembangan kebijakan dan strategi yang efektif dalam menangani isu-isu pertumbuhan populasi, kemiskinan, dan konflik internasional. Kesimpulannya, artikel ini diharapkan dapat memberikan wawasan berharga kepada pembaca dalam memahami kompleksitas hubungan antara ketiga faktor ini dan implikasinya dalam konteks global yang semakin kompleks dan dinamis.
Kemiskinan merupakan konsep yang rumit dan kontroversial. Secara dasarnya, kemiskinan merujuk pada kekurangan kebutuhan dasar dalam kehidupan, seperti makanan, bahan bakar, tempat tinggal, dan pakaian yang mencukupi untuk menjaga 'efisiensi fisik'. Pada awalnya, kemiskinan dianggap sebagai standar absolut di bawah mana kehidupan manusia sulit dipertahankan. Sebagai contoh, seorang pria dewasa perlu mengonsumsi sekitar 2.000-2.500 kalori per hari agar dapat mempertahankan berat badannya. Dalam pandangan ini, kemiskinan hampir tidak ada di negara-negara industri yang sedang berkembang seperti Amerika Serikat, Kanada, Inggris, dan Australia; bahkan orang miskin di negara-negara tersebut hidup lebih baik daripada sebagian besar penduduk dunia. Kemiskinan absolut didasarkan pada konsep 'kebutuhan dasar' yang sesuai dengan kebutuhan fisiologis dalam 'hierarki kebutuhan'.
Dalam sudut pandang Realisme, kemiskinan tidak hanya dipahami sebagai kekurangan kebutuhan dasar dalam kehidupan, tetapi juga dalam konteks hubungan internasional dan realitas politik. Menurut sudut pandang realisme, kemiskinan dianggap sebagai fenomena yang ada di semua negara, termasuk negara-negara industri yang sedang berkembang seperti Amerika Serikat, Kanada, Inggris, dan Australia.
Kemiskinan juga dipahami dalam konteks distribusi kekuatan di antara negara-negara. Dalam hal ini, sudut pandang realisme memberikan penekanan pada realitas politik dan persaingan kepentingan di antara negara-negara. Pendekatan realisme lebih cenderung melihat kemiskinan sebagai produk dari interaksi kompleks antara faktor internal dan eksternal negara-negara dalam sistem internasional.