Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Daknang, Nyanyian Rumput

19 Maret 2020   10:49 Diperbarui: 19 Maret 2020   11:19 98 2
Tanah bengkok desa itu lumayan jauh dari kampung. Terletak di tengah-tengah lahan persawahan yang luas, tanah bengkok itu dipenuhi aneka tanaman keras. Dari kejauhan tampak seperti payung saat matahari bersinar dengan teriknya. Adem dan meneduhkan.

Warga kampung menyebut kawasan tanah bengkok itu dengan nama Hutan Secepit. Mungkin karena posisinya yang terjepit di antara lahan persawahan milik warga. Selain pohon sengon, jati, nangka, mangga dan durian, pohon duwet alias jamblang paling merajai kawasan Secepit. Pohon dari suku jambu-jambuan ini tumbuh liar dengan lebatnya.

Saat musim buah tiba ia menjadi sasaran utama anak-anak kampung setempat. Rasa buahnya memang sepat masam, tapi anak-anak menyukainya. Sebabnya tak lain karena sehabis makan buah ini lidah mereka berubah warna kebiru-biruan. Mereka lalu bercanda dengan saling menjulurkan lidah birunya.

Hutan secepit memiliki cadangan rerumputan yang berlimpah. Siapa saja warga kampung boleh menanam dan mengambil rerumputan di sana, termasuk buah dari beragam pohon yang ada. Hanya perusakan kawasan hutan yang dilarang oleh otoritas desa, seperti menebang pohon. Pemerintah desa ingin menjaga agar Secepit tetap bertahan sebagai hutan yang dimanfaatkan bersama oleh warga desa.

Anak-anak, tentu saja, yang paling mendapat kemerdekaan dengan kawasan semacam itu, termasuk Marno dan Gito. Mereka sering pergi ke Secepit, baik untuk sekedar bermain atau mencari rumput bagi hewan ternak piaraan keluarga mereka. Rata-rata anak kampung di situ bekerja membantu orang tua dengan mencari rumput untuk ternak keluarga dalam skala yang sangat amat kecil. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun