Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature Pilihan

Saat MAPALA Kembali Pada Identitasnya...

13 Oktober 2014   01:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:18 97 0
Saat MAPALA kembali pada identitasnya...

Pecinta alam...

Sosok yang memang seharusnya lekat dengan kegiatan lingkungan yang tidak hanya sekedar menjadi penikmat alam. Secara artian harfiah, pecinta alam adalah sosok yang mencintai alam ini. Cinta pada arti yang sebenar-benarnya, sehingga semua yang dilakukan oleh pecinta alam akan membuat alam menjadi senang. Pada dasarnya penulis sendiri mengartikan cinta adalah sebuah energi. Energi tak terbatas yang akan tetap tersedia demi membahagiakan yang dicintainya. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah pecinta alam (orang yang mengaku sebagai pecinta alam) sudah memiliki cukup energi untuk membahagiakan alam ini?.

Saya pikir akan menjadi wajar ketika saya meragukan bahwa sosok pecinta alam memiliki energi yang cukup untuk mencintai alam. Hal tersebut saya asumsikan dari banyaknya kegiatan mapala yang kemudian hanya mencari (membuat) senang diri sendiri. Lantas dimana kontribusinya pada kegiatan lingkungan? Bahkan tak sedikit orang yang mengaku sebagai pecinta alam namun masih sering buang sampah seenaknya ketika berkegiatan dilapangan. Puntung rokok misalnya, hanya ada sedikit orang yang mengaku pecinta alam namun tetap membuang puntung rokok seenaknya setelah rokok habis dihisap. Ironis memang.

Hal tersebut tak lepas dari pola pikir mahasiswa pecinta alam yang menganggap bahwa kegiatan lingkungan akan membutuhkan banyak biaya, waktu dan persiapan yang merepotkan. Paradigma ini yang perlahan mulai diubah oleh Direktur Yayasan Kanopi Indonesia, mas Ma'ruf Erawan. Bermula dari kegiatan arisan konservasi yang diadakan oleh SekBer PPA DIY yang mengundang direktur Yayasan Kanopi Indonesia sebagai narasumber pada akhirnya kemudian berujung pada sebuah aksi nyata penanaman Mangrove di pasirmendit Kulonprogo. Mas Ma'rug Erawan mencoba mengembalikan identitas para pecinta alam agar tak sekedar menjadi tagline ataupun slogan tanpa arti dan tanpa aksi.

Jum'at 26 September 2014 menjadi tanggak sejarah baru setelah 7 tahun lamanya divisi konservasi teronggok berdebu tanpa aksi nyata. Sekitar 60 orang dari gabungan MAPALA se-Yogyakarta datang ke dusun Pasir mendit. Sebuah dusun kecil yang terletak dipinggir paling barat dari propinsi DIY yang masih memiliki sedikit ekosistem alami mangrove. Disanalah kemudian para personil MAPALA ditasbihkan untuk kembali pada fitrahnya sebagai seorang yang mencintai alam ini.

Ratusan bibit mangrove tertanam pada aksi kali ini dan sesuai yang disampaikan mas Ma'ruf Erawan bahwa keberhasilan sebuah penanaman bukan dilihat dari seberapa banyak yang bisa tertanam melainkan dari seberapa banyak yang mampu bertahan hidup. Pernyataan tersebut menekankan pentingnya perawatan bibit pasca penanaman. Aksi perawatan ini diharapkan menjadi aksi lanjutan dari rekan-rekan MAPALA yang sudah kembali kepada fitrahnya sebagai pecinta alam.

Semoga hal ini akan menjadi virus yang terus menular kepada Personil MAPALA lainnya yang jumlahnya sangat banyak di Yogyakarta ini.

Salam Lestari...
Salam Konservasi...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun