Tenang aku mengalir di tengah kota yang brengsek.
Tempat orang-orang berak, orang-orang meludah.
Dan pabrik-pabrik limpahkan limbah.
Dan kalian asyik membuang sampah.
Aku adalah lokalisasi yang kumuh.
Renyah aku berdiri menyudut di tengah kota yang angkuh.
Tempat orang-orang mencibir, orang-orang selingkuh.
Lalu mimbar-mimbar agama limpahkan dosa dan serapah.
Sambil kalian asyik menfitnah aku, mata kalian mengintip janda sebelah.
Aku adalah bawah kolong jembatan.
Rapuh dengan karat tanpa polesan di tengah kota yang acuh.
Tempat orang-orang tergeletak, orang-orang tak berdaya meneduh.
Lalu dewan kota datang menggusur, pedagang kaki lima dan pemulung merenung.
Tapi uang preman kau kantongi dan kalian bilang ini uang kebersihan.
Aku adalah sungai kota yang keruh.
Aku pelacur yang tergusur.
Aku kolong jembatan yang kumuh.
Aku meminta waktumu untuk diam sebentar melihatku tersungkur.
Dan aku adalah gedung-gedung tinggi dan plaza yang menawan.
Tegar aku berdiri tanpa ada yang berani melawan.
Sebab kamu tahu artinya kan bila melawan.
Aku borgol kalian, aku culik dan aku buang.
Ya hidup di sini memang begitu kawan.
Aku memang di takdirkan untuk menang.
Sebab aku punya uang.