Mohon tunggu...
KOMENTAR
Hukum Pilihan

Operasi Patuh Jaya dan Pungli di Jalanan

18 Juli 2024   10:02 Diperbarui: 18 Juli 2024   10:07 182 20

Operasi Patuh Jaya Dan Pungli Di Jalanan.

Oleh Handra Deddy Hasan

Disiplin berlalu lintas dan patuh kepada aturan lalu lintas sangat penting untuk menekan dan mengurangi angka kecelakaan lalu lintas.

Ketidakpatuhan terhadap aturan lalu lintas seperti melanggar batas kecepatan, tidak menggunakan helm, menggunakan ponsel saat mengemudi, melawan arus yang dilarang dan perilaku lainnya dapat meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan.

Dengan berdisiplin dan patuh kepada aturan lalu lintas, diharapkan dapat menciptakan lingkungan lalu lintas yang lebih aman bagi semua pengguna jalan, termasuk pejalan kaki, pengendara sepeda, dan pengendara kendaraan bermotor lainnya. Selain itu, kesadaran dan keselamatan dalam berlalu lintas juga merupakan tanggung jawab bersama untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain di jalan raya.

Nampaknya kesadaran akan pentingnya berdisiplin dan patuh terhadap aturan lalu lintas di masyarakat Indonesia umumnya dan pengguna lalu lintas di Jakarta sangat tipis dan sudah terabaikan.

Akibatnya angka-angka kecelakaan lalu lintas cenderung makin naik. Merujuk pada data angka kecelakaan di wilayah Polda Metro Jaya tahun 2023, kasus kecelakaan sebanyak 11.629 kasus, naik sekitar sekitar 11 % dibandingkan dengan tahun 2022 sejumlah 10.494 kasus.

Oleh karena itu pada tahun ini Polda Metro Jaya akan menggelar Operasi Patuh Jaya 2024 untuk selama 2 Pekan terhitung sejak Senin 19/7/2024 dengan tujuan menekan angka kecelakaan. Ada yang menarik digaris bawahi dari operasi kali ini karena adanya pernyataan jaminan dari Kepala Polisi Metro Jaya bahwa operasi Patuh Jaya dijamin bebas dari pungutan liar (pungli) dari petugas (Kompas, Selasa 16/7/2024).

Pola Masyarakat Berlalu Lintas Sehari-hari

Sangat gampang untuk menyaksikan bahwa masyarakat berlalu lintas sangat tidak disiplin dan cenderung mengabaikan aturan lalu lintas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

Ambil saja beberapa contoh ; tidak menggunakan helm, berboncengan lebih dari 2 orang (motor), tidak menggunakan sabuk keselamatan, melebihi kecepatan yang diperbolehkan, berkendara melawan arus, melanggar rambu-rambu lalu lintas, dan lain-lain.

Hampir di setiap ruas jalan satu arah (one way) di Jakarta dan sekitarnya setiap saat akan kita temukan pengguna jalan melawan arus, padahal aksi demikian melanggar aturan Pasal 106 ayat (4 huruf a) juncto Pasal 287 ayat (1) UU LLAJ dengan sanksi pidana kurungan maksimal 2 bulan atau denda maksimal Rp 500 ribu.

Hal yang tidak aneh sekarang dalam pemandangan sehari-hari bahwa banyak pengemudi baik motor maupun mobil, asyik menggunakan ponselnya ketika sedang berkendara. Pengendara seperti berakrobat menggunakan satu tangan dalam berkendara karena satu tangan lain memegang ponsel. Sementara mata pengemudi menatap ponsel dan kendaraan ditunggangi tidak menggunakan mata, tapi berdasarkan berdasarkan insting semata.
Perbuatan ini jelas telah melanggar ketentuan Pasal 106 ayat (1) juncto Pasal 283 UU LLAJ dengan sanksi pidana kurungan maksimal 3 bulan atau denda maksimal Rp 750ribu.

Kalau di jalan tol sudah sangat umum, pengendara memacu kendaraannya di atas batas kecepatan yang diperbolehkan. Apalagi di saat jalan tol lengang di pagi hari atau malam hari, jalan tol seperti arena balap, semua berusaha menginjak gas lebih dalam, tanpa memperdulikan batas kecepatan kendaraan yang diperbolehkan. Rambu-rambu batas kecepatan dianggap hanya sebagai pajangan saja.
Menggenjot kecepatan melebihi kecepatan yang diperbolehkan tidak sesuai dengan Pasal 106 ayat (4 huruf g), Pasal 115 huruf a juncto Pasal 297 ayat (5) UU LLAJ dengan ancaman hukuman maksimal pidana kurungan maksimal 2 bulan atau denda maksimal Rp 500ribu.

Ada lagi pelanggaran lalu lintas dimana pengemudinya sedang dipengaruhi oleh alkohol atau obat-obatan penenang lainnya (drugs) yang juga identik dengan mengemudi sembrono, tidak wajar dan tidak berkosentrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 106 ayat (1) UU LLAJ.

Contoh-contoh pelanggaran lalu lintas di atas jangan hanya dilihat sebagai suatu pelanggaran lalu lintas yang ancaman hukumannya ringan dengan denda tilang maksimal Rp 750ribu, padahal aksi ini berpotensi merenggut nyawa baik nyawa pengemudi dan atau pengguna jalan lainnya.

Pelanggaran lalu lintas seperti melawan arus, menggunakan ponsel saat mengemudi, melampaui batas kecepatan yang ditentukan, dan mengemudi dalam pengaruh alkohol atau obat-obatan dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang serius bahkan fatal.

Melawan arus dapat menyebabkan tabrakan frontal yang sangat berbahaya dan sering kali berakibat fatal. Menggunakan ponsel saat mengemudi bisa mengalihkan perhatian pengemudi yang dapat menyebabkan kecelakaan. Melebihi batas kecepatan dapat mengurangi waktu reaksi pengemudi dan meningkatkan keparahan kecelakaan. Pengaruh alkohol atau obat-obatan juga dapat mengurangi kemampuan mengemudi, seperti reaksi dan koordinasi, yang dapat meningkatkan risiko kecelakaan.

Kesadaran pengemudi atas bahaya ini sangat rendah. Hanya dengan alasan sepele karena takut telat ke tempat yang dituju dan karena kurangnya kesadaran management waktu mengakibatkan pengemudi terburu-buru berjibaku dengan memacu kendaraan melebihi batas kecepatan.

Semendesak apapun info yang ada di ponsel, nampaknya tetap saja akrobat menggunakan ponsel ketika berkendara merupakan aksi yang tidak setimpal dengan bahaya yang menghadang. Selain itu pengendara mempunyai alternatif untuk berhenti, menepi untuk meladeni info ponsel yang sangat mendesak. Tidak perlu tetap bertelpon ria ketika sedang berkendara, karena resikonya bisa kehilangan nyawa. Dalam kenyataan sehari-hari banyak kita saksikan penggunaan ponsel ketika berkendara bukan karena hal yang mendesak karena terdengar dari komunikasi mereka membicarakan hal-hal sepele sambil berbicara dan tertawa dengan tergelak-gelak.

Hanya dengan alasan untuk mendapatkan jalan pintas yang lebih singkat dan menghemat waktu, pengendara nekat berbondong-bondong melawan arus lalu lintas yang tidak dibenarkan. Bahaya melawan arus ini sangat nyata, apabila tiba-tiba ada kendaraan lain yang melaju dari arah yang sebenarnya dan tidak sadar adanya kendaraan melawan arus dari pengendara lain.


Sudah banyak korban nyawa yang terbuang sia-sia di jalanan disebabkanoleh pengemudi yang tidak bertanggung jawab karena mabuk alkohol atau drugs. Namun kejadian tersebut selalu terjadi berulang.

Keselamatan seharusnya selalu menjadi prioritas utama saat mengemudi, dan patuh kepada aturan lalu lintas adalah kunci untuk mencegah kecelakaan yang dapat mengakibatkan cedera serius bahkan kematian.

Oleh karena itu, penting bagi setiap pengemudi untuk mematuhi aturan lalu lintas, menjaga disiplin di jalan raya, dan menghindari perilaku berisiko yang dapat membahayakan diri sendiri dan pengguna jalan lainnya.

Kesadaran pengemudi sangat diharapkan dalam hal ini, razia atau tindakan operasi apapun dari pihak yang berwajib tidak akan berhasil untuk menghentikan pelanggaran lalu lintas. Hal tersebut terlihat dalam kenyataannya, setelah operasi berakhir di jalanan dan penegak hukum meninggalkan lapangan, pelanggaran hukum lalu lintas terjadi lagi. 

Pihak Kepolisian tentunya tidak bisa hadir mengawasi 24 jam  agar aturan lalu lintas ditegakkan. Pemasangan Closed-Circuit Television (CCTV) di jalanan untuk menerapkan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) juga tidak membuat masyarakat patuh. Sampai saat ini tidak ada yang peduli batas kecepatan di jalan tol, padahal katanya di jalan tol telah ada CCTV untuk menerapkan ETLE. Jangan-jangan berita adanya CCTV tersebut tidak benar dan hanya sekedar menggertak atau bluffing saja dari pihak Kepolisian.

Penegakan Hukum Di Jalanan

Selain dari masalah kesadaran pengguna jalan dalam sengkarut penegakan hukum lalu lintas, juga terdapat masalah integritas penegak hukum.

Tindakan pungutan liar (pungli) atau menjebak pengguna jalan untuk tujuan penegakan hukum lalu lintas merupakan perilaku yang tidak etis dan tidak sah dalam penegakan hukum.

Dalam operasi Patuh Jaya 2024 Kapolda Metro Jaya menjamin tidak ada pungli oleh petugas. Hal ini berkaitan dengan beredarnya video viral di media sosial dimana beberapa anggota polantas melakukan pungli di Km 0+700 di Halim arah Semanggi Jakarta pada 4/7/2024 pukul 10 WIB (Kompas, Selasa, 16/7/2024).

Sekarang kalau kita berkendara di jalan tol di dalam kota Jakarta, harus hati-hati betul melihat rambu-rambu kalau keluar dari toll gate. Pada waktu-waktu tertentu jalan diluar toll gate berlaku ketentuan ganjil genap (gage). Sebagai catatan berkendara di dalam jalan toll bebas dan tidak berlaku ketentuan gage. Di ruas jalan tertentu di Jakarta pada waktu tanggal genap, hanya mobil yang angka terakhir berpelat genap boleh melewati jalan tersebut. Rambu-rambu tersebut kecil dan terlihat samar di pinggir kiri jalan exit toll. 

Hal ini dimanfaatkan oleh petugas untuk menjebak para pengendara. Polisi biasanya tidak berdiri di tempat awal exit jalan toll, justru berdiri di ujung jalan exit toll. Hal ini terasa seperti menjebak pengendara untuk melanggar aturan lalu lintas. Contohnya kalau kita keluar di exit toll dalam kota Jatinegara arah Cawang-Tanjung Priok . Kalau memang Polisi berniat baik dan berupaya melakukan tindakan preventif agar tidak terjadi pelanggaran, kenapa Polisi tidak berdiri di awal jalan exit toll untuk memperingatkan pengemudi bahwa ada ketentuan gage. Modus-modus seperti ini masih kita temukan dalam praktik penegakan hukum lalu lintas di jalanan.

Tindakan pungli oleh petugas atau yang semacam itu tidak hanya melanggar integritas penegak hukum, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum dan melemahkan otoritas hukum.

Penegakan hukum yang efektif harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan kepatuhan terhadap aturan hukum. Penegak hukum memiliki tugas untuk melindungi masyarakat, mencegah pelanggaran hukum, serta menegakkan aturan dengan adil dan proporsional.

Tindakan seperti pungli atau menjebak pengguna jalan tidak hanya tidak efektif dalam menciptakan perilaku aman di jalan raya, tetapi juga dapat merusak citra lembaga penegak hukum dan memperburuk situasi keamanan jalan. Upaya penegakan hukum yang seharusnya bertujuan untuk menciptakan lingkungan lalu lintas yang lebih aman justru berpotensi menciptakan ketidakpercayaan dan ketidakadilan di masyarakat.

Dalam penegakan hukum lalu lintas, penting bagi penegak hukum untuk menjaga integritas, profesionalisme, dan kepatuhan terhadap aturan serta hukum yang berlaku. Kolaborasi dengan masyarakat, edukasi tentang keselamatan berkendara, dan penegakan hukum yang adil adalah kunci untuk menciptakan lingkungan lalu lintas yang lebih aman dan tertib.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun