Mohon tunggu...
KOMENTAR
Hukum Pilihan

Ditemukan Uang Palsu Rp 22 Miliar di Kantor Akuntan Publik

19 Juni 2024   20:33 Diperbarui: 20 Juni 2024   09:13 783 30
Ditemukan Uang Palsu Rp 22 miliar Di Kantor Akuntan Publik.

Oleh Handra Deddy Hasan

Menurut pemberitaan media online dan media cetak, pihak kepolisian telah menangkap tiga orang tersangka dalam kasus dugaan pembuatan dan peredaran uang palsu di kawasan Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat.

Mereka digerebek didalam sebuah Kantor Akuntan Publik dan Likuidator pada hari Sabtu, 15 Juni 2024 lalu.

Bersamaan dengan penangkapan ketiga tersangka, pihak Kepolisian menyita barang bukti yang diduga uang palsu sejumlah Rp 22 miliar, satu mesin penghitung, satu mesin pemotong uang dan satu mesin GTO atau mesin percetakan, dilengkapi dengan beberapa tinta percetakan warna warni.

GTO adalah singkatan dari "Gutenberd Terpress Offset". GTO merupakan mesin cetak offset yang banyak digunakan dalam industri percetakan untuk mencetak berbagai jenis dokumen seperti brosur, pamflet, dan sebagainya. Mesin cetak GTO terkenal karena kecepatan dan kualitas cetaknya yang baik.

Dengan kualitas demikian, membuat mesin cetak GTO paling sering digunakan orang untuk membuat uang palsu.

Untuk sementara para tersangka akan diancam dengan Pasal 244 dan 245 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana maksimal 15 (lima belas) tahun penjara.

Saat ini pihak Kepolisian masih mendalami motif ketiga tersangka dan kemungkinan ada lagi pihak lain yang terlibat.

Tuduhan Pasal yang dikenakan bisa saja berubah sesuai dengan kelanjutan hasil pemeriksaan tersangka.

Misalnya setelah pendalaman ternyata produksi uang palsu yang ditemukan di kantor Akuntan Publik tersebut diproduksi secara terorganisir dan digunakan untuk membiayai kegiatan terorisme atau digunakan untuk kegiatan yang dapat mengakibatkan terganggunya perekonomian nasional, maka Pasal dan Undang-Undang yang akan dituduhkan bisa berbeda.

Berdasarkan Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang (UU Mata Uang), siapa saja yang memalsukan untuk tujuan teroris atau mengganggu perekonomian nasional diancam dengan hukuman maksimal seumur hidup dan denda Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Potensi kemungkinan alasan ketiga tersangka pemalsu mempunyai alasan demikian sangat masuk akal, karena ada bukti permulaan jumlah uang yang diduga palsu dengan nominal relatif besar yaitu sejumlah Rp 22 miliar.

Alasan Orang Membuat Uang Palsu

Hakekatnya orang atau penjahat membuat dan mengedarkan uang palsu adalah untuk tujuan mendapatkan keuntungan finansial secara ilegal.

Pemalsu dan komplotannya dapat menggunakan uang palsu untuk memperoleh barang atau jasa tanpa harus membayar dengan uang yang sah.

Artinya, mereka memanfaatkan uang palsu sebagai alat pembayaran untuk mendapatkan keuntungan secara tidak sah.

Dengan demikian hanya dengan modal mencetak dan mengedarkan uang palsu, penjahat dapat menghasilkan keuntungan finansial yang besar tanpa harus bekerja keras.

Ketika pemalsu  menggunakan uang palsu melakukan pembayaran, juga dimanfaatkan untuk mendapatkan uang asli sebagai kembalian.

Selain itu sebagaimana telah disinggung di atas pemalsu tidak sekedar untuk memuaskan nafsu konsumsi saja, akan tetapi kadang-kadang dibalik itu ada skenario besar yang sedang dimainkan. Pemalsu dengan sindikat organisasinya mempunyai tujuan jahat untuk mengganggu stabilitas ekonomi suatu negara dengan cara menciptakan inflasi atau merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan yang berlaku.

Dengan mencetak dan mengedarkan uang palsu dalam jumlah besar, penjahat dapat menciptakan ketidakstabilan dalam perekonomian dan sistem keuangan suatu negara. Hal ini dapat merugikan masyarakat secara keseluruhan dan mengganggu aktivitas ekonomi yang sah.

Ada juga kompolotan teroris, bandar judi, mucikari prostitusi, gembong narkoba,  boss tindak pidana perdagangan  orang  yang membiayai kegiatannya dengan uang palsu seperti melakukan  pencucian uang dari kegiatan kriminal yang mereka lakukan. Uang palsu digunakan para penjahat tersebut untuk menghindari pelacakan transaksi keuangan mereka.

Dengan demikian ada kemungkinan kejahatan pemalsuan uang tidak berdiri sendiri. Kegiatan pemalsuan juga dimanfaatkan untuk mendukung dan sekaligus menyembunyikan kejahatan lain. Dalam hal ini penjahat yang terlibat dalam produksi dan peredaran uang palsu terlibat dalam jaringan kejahatan yang lebih luas.

Keuntungan yang diperoleh dari uang palsu dapat digunakan untuk mendanai kegiatan kriminal lainnya,  seperti, terorisme, prostitusi, perdagangan narkoba, perdagangan manusia, dan pencucian uang.

Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia memandang serius pidana pemalsuan uang. Tidak hanya terfokus kepada perbuatan pidana pemalsuannya semata. Dalam kasus pemalsuan uang yang terorganisir konsekwensi pemalsuan uang bisa mengancam eksistensi negara. Juga bisa mengancam dan melemahkan warga negara, karena terimbas masalah judi, narkoba dan prostitusi.

Oleh karena itu berdasarkan Pasal 28 UU Mata Uang di atur secara khusus pembentukan suatu Badan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam Badan yang dibentuk pemerintah dan lembaga terkait bekerja sama untuk mencegah dan memberantas produksi serta peredaran uang palsu demi menjaga stabilitas ekonomi dan keamanan negara.

Adapun Badan tersebut terdiri dari Badan Intelejen Negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Kementrian Keuangan dan Bank Indonesia.

Efek Secara Keseluruhan Terhadap Beredarnya Uang Palsu.

Pidana perbuatan pembuatan uang palsu efeknya bukan hanya sebatas terjadi bagi pihak-pihak yang bertransaksi menggunakan uang palsu. Jadi efeknya bukan hanya kerugian bagi penjual barang yang menerima uang palsu, tapi mempunyai konsekwensi yang lebih luas.

Beredarnya uang palsu memiliki konsekwensi negatif yang signifikan bagi masyarakat dan negara.

Kerugian langsung dan dampak yang sifatnya terbatas ketika orang yang menerima uang palsu mengalami kerugian karena uang palsu tidak memiliki nilai yang sah. Masyarakat yang menerima uang palsu akan kehilangan barang atau jasa yang seharusnya mereka dapatkan dengan uang yang sah.

Para pengusaha dan pedagang juga dapat dirugikan oleh uang palsu. Jika mereka menerima uang palsu sebagai pembayaran, mereka akan mengalami kerugian finansial karena uang palsu tidak dapat digunakan untuk membayar biaya operasional.

Selain daripada itu ada konsekwensi hukum yang berpotensi merugikan bagi penerima uang palsu. Berdasarkan 36 ayat (2) UU Mata Uang setiap orang yang menyimpan secara fisik, uang yang diketahuinya uang palsu dapat dipidana penjara maksimal 10 (sepuluh) tahun dan denda maksimal Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar).

Hal ini berkaitan erat dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 26 ayat (2) UU Mata Uang yang menyebutkan bahwa setiap orang dilarang menyimpan secara fisik yang diketahuinya uang palsu.

Apalagi kalau takut rugi dan kemudian membelanjakan uang yang diduga palsu tersebut. Perbuatan membelanjakan dan mengedarkan uang palsu merupakan perbuatan pidana  yang mempunyai konsekwensi pidana penjara (Pasal 26 ayat (3) juncto Pasal 36 ayat (3) UU Mata Uang).

Jadi dengan demikian, logikanya setiap orang yang mengetahui bahwa kemudian dalam transaksinya menerima uang palsu, harus melaporkan dan menyerahkan uang palsu tersebut kepada pihak yang berwenang dan jangan membelanjakannya karena takut rugi. Kalau menahan atau menyimpannya dengan alasan apapun berpotensi akan melanggar hukum dan dapat diancam dengan pidana penjara dan denda. Begitu juga kalau membelanjakannya kepada pihak lain.

Efeknya yang lebih luas, karena beredarnya uang palsu akan diikuti dengan rumor yang dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem moneter dan uang yang berlaku. Hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dan kekhawatiran tentang keaslian uang yang sedang dipegang.

Selain daripada itu ketika beredar terlalu banyaknya uang palsu dalam perekonomian, hal ini dapat menyebabkan inflasi karena jumlah uang yang beredar melebihi barang dan jasa yang tersedia. Hal ini dapat mengurangi daya beli masyarakat dan merugikan perekonomian secara keseluruhan.

Sebagaimana telah disinggung dalam tulisan diatas, beredarnya uang palsu biasanya juga terkait dengan kegiatan kriminal lainnya, seperti pencucian uang, terorisme, perdagangan narkoba, perdagangan manusia dan prostitusi. Hal ini dapat merugikan keamanan masyarakat dan melemahnya mental warga negara dengan kegiatan-kegiatan haram tersebut.

Negara juga akan mengalami kerugian fiskal akibat beredarnya uang palsu. Pencetakan uang palsu dapat merugikan perekonomian negara dan mengganggu kebijakan moneter yang diterapkan oleh bank sentral.

Oleh karena itu adanya dan beredarnya uang palsu tidak bisa didiamkan dan dianggap masalah sepele. Potensi-potensi konsekwensi yang sangat serius bisa saja terjadi. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun