Mohon tunggu...
KOMENTAR
Hukum Pilihan

Perundungan (Bullying) untuk Jadi Dokter Spesialis

20 Agustus 2023   13:38 Diperbarui: 20 Agustus 2023   21:21 671 15
Perundungan (Bullying) Untuk Jadi Dokter Spesialis

Oleh Handra Deddy Hasan

Penulis selalu ingat, masa kecil, ketika demam panas, selalu berakhir di ruangan praktik dokter dibawa oleh orang tua.

Sampai sekarang masih terbayang bagi penulis, bau steril uap alkohol dan dingin ruang dokter. Suasana itu semakin kaku ketika berhadapan dengan dokternya yang berbicara seperlunya dengan wajah kaku. Suasana berubah menjadi semakin menyeramkan ketika penulis disuruh naik dipan tertelungkup dengan memelorotkan celana.

Hal ini berarti ada adegan menyakitkan akan terjadi. Tau-tau terasa sedikit perih terasa di pantat. Berarti dokter telah selesai menghujamkam jarum suntik untuk mengalirkan obat ke aliran darah.

Biasanya dalam beberapa hari setelah bertemu dokter ditambah dengan meminum obat yang dibekali dokter, penulis menjadi sembuh dan bergairah lagi bermain-main dengan teman sebaya.

Itulah sekelumit pengalaman masa kecil penulis untuk menggambarkan profesi dokter.

Profesi dokter memang memiliki sejarah panjang dan dihormati karena peran mereka dalam merawat kesehatan dan memberikan penyembuhan kepada pasien selama berabad-abad.

Pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh dokter yang telah lama berpraktik meyembuhkan pasien, membuat mereka menjadi figur yang dihormati dan dikagumi dalam masyarakat.

Dulu, ketika penulis masih kecil, hampir semua teman-teman kalau ditanyakan apa cita-cita kalau sudah besar, akan menjawab menjadi dokter.

Demikian terhormat dan terpercayanya profesi dokter, sehingga hampir di semua benak anak kecil profesi dokter merupakan profesi idaman.

Walau pada anak zaman now ada sedikit pergeseran minat, namun profesi dokter masih merupakan profesi pilihan bersanding dengan profesi lain yang baru muncul seperti menjadi seorang YouTuber.

Perundungan (bullying) Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis.

Dengan memori penulis ditambah dengan reputasi profesi dokter di tengah masyarakat, membuat penulis mengernyitkan dahi ketika harian Kompas, Jumat  18 Agustus 2023 menerbitkan berita adanya perundungan (bullying) atas peserta pendidikan dokter spesialis.

Sebelumnya, perlu diketahui apa yang dimaksud pengertian perundungan atau bullying.

Perundungan atau bullying adalah perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal, fisik, ataupun sosial di dunia nyata maupun dunia maya.

Perundungan juga membuat korban merasa tidak nyaman, sakit hati dan tertekan baik dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok.

Tiga Rumah Sakit (RS) yang punya reputasi hebat di Indonesia dimana tempat calon-calon dokter spesialis ditempa telah ditegur oleh Kementrian Kesehatan (Kemenkes) karena menyebabkan terjadinya perundungan kepada calon dokter spesialis.

Adapun ketiga RS tersebut adalah RS Umum Pusat Nasional Dr. Ciptomagunkusomo (Jakarta), RS Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin (Bandung),  dan RS Umum Pusat H. Adam Malik (Medan).

Akibat perundungan yang dilakukan oleh pelaku kepada calon dokter spesialis bukan hanya sekedar berakibat perbuatan tidak menyenangkan tetapi juga mempengaruhi kualitas dokter spesialis yang dihasilkan.

Jadi perundungan tidak hanya sekedar perbuatan tidak etis, tidak elok bagi profesi dokter, juga akan berpengaruh secara tidak langsung kepada memburuknya pelayanan kesehatan masyarakat.

Peristiwa perundungan terhadap calon dokter spesialis diduga telah lama berlangsung, terkuaknya masalah perundungan ini karena berdasarkan investigasi diam-diam yang dilakukan Kemenkes.

Malah jangan-jangan peristiwa buruk perundungan ini juga terjadi kepada peserta dokter umum.

Penulis tetap tidak habis pikir bahwa selama ini berita perundungan yang kita ketahui hanya terjadi di sekolah biasa, tetapi juga terjadi di lembaga pendidikan dokter dan rasanya tidak bisa diterima akal.

Menurut Inspektur Jenderal Kemenkes, didapat 91 aduan perundungan di kanal laporan Kemenkes terhitung sampai tanggal 15 Agustus 2023.
Sebanyak 44 perundungan terjadi di RS yang dikelola Kemenkes (Kompas, 18 Agustus 2023).

Dalam pemberitaan hanya disebutkan bahwa RS penyelenggara program diberi sanksi atas terjadinya perundungan. Tidak disebutkan siapa yang telah melakukan perundungan dan sanksinya berupa apa terhadap pelaku.

RS yang menerima sanksi juga sekedar mengambil sikap administratif dan normatif dengan mengatakan akan meningkatkan upaya pencegahan dengan patuh kepada aturan.

Penyebab Perundungan Di Dunia Pendidikan Kedokteran.

Apabila ditinjau secara norma sosial perundungan bisa terjadi karena beberapa keadaan.

Khusus perundungan yang terjadi dalam pendidikan dokter mungkin terjadi karena beberapa keadaan seperti persaingan yang ketat, tekanan akademik yang tinggi ditambah kurangnya pengawasan karena perundungan dilakukan seperti telah menjadi budaya.

Persaingan yang ketat dalam proses pendidikan dokter spesialis bisa menjadi penyebab perundungan karena adanya tekanan yang tinggi di antara para calon dokter spesialis untuk mencapai posisi terbaik.

Ketika persaingan menjadi sangat kompetitif, beberapa orang mungkin merasa terancam oleh kemampuan atau prestasi teman-teman sekelas mereka, sehingga mendorongnya melakukan hal-hal diluar norma (berbuat curang dengan menyuap seniornya)

Kompetisi dan persaingan yang ketat dan adanya niat berbuat tercela dari peserta akan menjadi lahan yang subur untuk terjadi perundungan oleh senior yang lebih berkuasa.

Seperti yang sering dikatakan orang, peserta program kedokteran yang curang seperti ular mencari penggebuk. Sehingga menjadi pucuk dicinta ulam tiba bagi senior yang mempunyai niat jahat.

Tekanan akademik yang tinggi dalam pendidikan dokter spesialis juga membuat keadaan menjadi semakin buruk  karena meningkatkan tingkat stres dan ketegangan di antara para mahasiswa.

Ketika mahasiswa menghadapi beban kerja yang berat, tenggat waktu yang ketat, dan tuntutan akademik yang tinggi, mereka mungkin merasa terbebani secara emosional dan fisik.

Dalam situasi-situasi ini, beberapa orang jahat yang mempunyai kekuasaan bisa saja menyelewengkan kekuasaannya untuk melakukan perundungan dengan menawarkan siasat seolah-olah memberikan pertolongan.

Keadaan akan menjadi sangat parah, ketika perundungan sudah merupakan peristiwa sejarah berkelanjutan (konvensi).

Artinya pelaku perundung saat ini adalah korban perundungan masa lalu. Batas antara pelaku dan korban menjadi kabur dan hanya dibatasi oleh lini waktu.

Peristiwa perundungan terjadi berkelanjutan dan menjadi budaya di komunitas peserta pendidikan dokter tanpa bisa dihentikan.

Malah beberapa korban tidak merasa lagi perundungan merupakan hal yang tidak etis atau telah melanggar hukum ataupun kalau merasa tidak benar akan menyimpan dendam untuk membalasnya  suatu saat nanti.

Dalam kondisi demikian RS sebagai pihak yang berkompeten untuk mengawasi dan mengontrol stake holder pendidikan dokter akan menjadi tidak berdaya.

Sehingga pengawasan yang dilakukan oleh RS atas tindakan perundungan yang tidak diinginkan menjadi mandul.

Perundungan (Bullying) Merupakan Tindak Pidana.

Memperhatikan hasil temuan Kemenkes tentang aktifitas perundungan yang dilakukan oleh pelaku, penulis melihat bahwa perbuatan perundungan tidak hanya sekedar merupakan perbuatan tidak etis.

Penulis cenderung melihat dari kaca mata hukum perbuatan hasil penemuan Kemenkes tentang perundungan sudah merupakan tindak pidana.

Adapun hasil temuan Kemenkes yang disampaikan berupa hasil laporan bahwa perundungan yang dilakukan pelaku adalah ;

1. Berupa permintaan biaya diluar kebutuhan pendidikan.

Permintaan biaya diluar kebutuhan pendidikan merupakan bahasa yang diperhalus untuk tindak pidana suap atau pemerasan.

Tindak pidana suap baik bagi pemberi apalagi penerima merupakan tindak pidana korupsi.

Apabila dokter senior pelaku perundungan merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka akan banyak Pasal-pasal dari
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Korupsi) yang bisa dikenakan.

Mulai dari Pasal 3 UU Korupsi (menyalah gunakan kewenangan), Pasal 5 ayat 2, Pasal 11, Pasal 12 huruf a atau b UU Korupsi (menerima suap).

Ancaman hukuman yang dimaksud Pasal-pasal diatas cukup serius, walaupun ada ancaman minimal hukuman penjara 1 tahun berikut denda juga ada ancaman hukuman seumur hidup.

Kalaupun bukan merupakan perbuatan tindak pidana korupsi, masih bisa dijangkau dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 418, 419, 423 atau 425 KUHP yang merupakan Pasal-pasal sinonim dari Pasal-pasal tindak korupsi di atas serta juga mempunyai sanksi ancaman serius bagi pelaku
 
2. Pelayanan dan penelitian yang tidak seharusnya dilakukan peserta didik dan tugas-tugas lain.

Tindakan berlebihan yang seharusnya tidak dikerjakan dan tugas yang dibuat agar peserta didik Kedokteran menjadi sengsara bisa dikatagorikan sebagai tindak pidana.

Pelaku bisa dikenakan ketentuan yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP karena  adanya perbuatan tidak menyenangkan.

Bahkan apabila pelaku melakukannya melalui media elektronik seperti ponsel, bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).


3. Adanya waktu yang berlebihan dan di luar batas wajar.

Setiap perbuatan yang mengeksploitasi seseorang, misalnya dengan memberikan pekerjaan atau tugas dengan waktu yang berlebihan diluar batas wajar merupakan tindak pidana.

Tindakan penyalahgunaan kekuasaan dengan tujuan mengeksploitasi seseorang, berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) merupakan tindak pidana.

Tindakan demikian berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU TPPO diancam dengan pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun ditambah dengan denda.

Selain tindakan perundungan di atas yang dapat dikatagorikan sebagai tindak pidana yang dilarang oleh ketentuan Undang-undang, ternyata khusus untuk peserta pendidikan dokter spesialis yang wanita beredar rumor mendapatkan perlakuan pelecehan seksual.

Apabila rumor ini benar adanya maka dibutuhkan ada pembuktian agar tidak menjadi fitnah. Diharapkan peserta program dokter spesialis wanita berani mengungkapkannya dengan segala konsekwensinya.

Rumor ini, selain sensitif dan spekulatif, sekaligus bisa menguak borok-borok di Dunia Pendidikan Dokter, sehingga tidak terjadi lagi di masa datang.

Agar korban berani melapor harus didampingi dan disupport dengan serius dan benarKorban tidak bisa dilepas berjuang sendirian karena ini masalah yang berat baik bagi diri korban juga menyangkut masa depan korban sehingga harus didukung oleh Lembaga-lembaga resmi yang ada termasuk dengan Lembaga-lembaga Perempuan yang peduli dengan masalah ini.

Dukungan dari semua pihak sangat dibutuhkan agar pelaku dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU Kekerasan Seksual).

Sejauh ini tindakan Kemenkes atas adanya temuan perundungan atau bullying yang terjadi di program dokter spesialis hanya sekedar memberi sanksi peringatan bagi RS penyelenggara program.

Penulis skeptis dan pesimis bahwa perundungan akan berhenti dengan penegakan hukum hanya sekedar memberi sanksi administratif berupa peringatan kepada RS penyelenggara.

Seharusnya, perundungan di program dokter spesialis harus diungkap sampai ke akar-akarnya dengan menindak lanjuti dengan proses pidana.

Tujuan proses pidananya ditindak lanjutkan agar pelaku menjadi jera dan korban-pun sadar bahwa ini bukan kebudayaan atau konvensi yang layak untuk diterima dan dilanggengkan.

Perundungan di pendidikan Kedokteran bukan masalah sepele. Kegiatan yang bejat ini selain membuat Dunia Kedokteran kehilangan kehormatannya juga berakibat secara tidak langsung kepada kualitas pelayanan kesehatan masyarakat keseluruhan.

Dokter yang lulus dari Pendidikan program spesialis yang dirundung bisa dipertanyakan kredibilitasnya untuk mengobat dan menyembuhkan pasien.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun